Rancangan Undang-Undang Pekerja Gig dipastikan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026, RUU diyakini dapat memberikan payung hukum bagi jutaan pekerja di sektor ekonomi digital yang selama ini belum terlindungi secara formal.
Namun sebelum dibahas lebih jauh, para pemangku hajat diminta untuk benar-benar memperhatikan sejumlah poin penting, supaya setelah diundangkan nanti, Undang-Undang Gig benar-benar memberi rasa keadilan kepada para pekerja di sektor ekonomi digital.
Baca Juga: Pepsodent Ajak 28.000 Masyarakat Perawatan dan Konsultasi Gigi dan Gusi Gratis di Momen BKGN 2025
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM, Indef, Azzudin Al Farras merekomendasikan sejumlah poin yang perlu diperhatikan mengingat adanya tren peningkat tenaga kerja di sektor ekonomi digital dimana setidaknya ada 7 juta pekerja di sektor ini dimana angka itu terus naik dalam 10 tahun terakhir, mayoritas dari mereka adalah pekerja mandiri tunggal dan pekerja yang menggantungkan pendapatannya pada pekerjaan berbasis kontrak individu, dimana hak-hak mereka sebagai pekerja acap kali terabaikan lantaran ketidakjelasan regulasi.
Untuk itu dalam RUU GIg ini, Indef berharap DPR dan pemerintah mempertimbangkan hal-hal prinsip yang menghadirkan rasa keadilan bagi para pekerja dimana Indef menyoroti kesejehateraan para pekerja yang disebutnya terus merosot seiring bertambahnya tenaga kerja yang terus meningkat setiap saat.
"Ketika jumlah pekerja meningkat, sementara konsumennya kurang lebih sama, asumsi sama, maka otomatis pendapatan mereka menurun. Jadi dari situ kita bisa mengetahui bahwa kesejahteraan pekerja platform itu menurun," kata Azzudin Al Farras dalam sebuah diskusi daring yang diinisiasi Indef Rabu (12/11/2025).
Di tempat yang sama, Dosen Hukum Ketenagakerjaan, Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa Izzati mengatakan pihaknya menawarkan sejumlah poin penting supaya RUU Gig bisa menghadirkan rasa keadilan bagi para pekerja dan juga pihak pemberi kerja.
Hal pertama yang didorong Nabiyla adalah kejelasan hubungan antara pekerja platform dan perusahaan platform, dia mengatakan RU Gig harus bisa memberi defenisi khusus yang jelas mengenai hubungan kedua belah pihak. Hal ini kata dia sangat fundamental dan harus dibahas bersama sebelum RUU Gig dibahas lebih jauh lagi.
"Harus ada definisi yang jelas mengenai pekerja platform itu seperti apakah hubungan kemitraan atau hubungan lainnya, misalnya dia disebut oleh hubungan lainnya antara pekerja platform dengan perusahaan platform itu definisinya seperti apa, kalau misalnya dia tetap menggunakan hubungan kemitraan batasannya seperti apa, apa bedanya hubungan kemitraan ini dengan hubungan kemitraan menurut undang-undang UMKM," ujarnya.
Poin kedua yang tak kalah penting untuk diperhatikan dalam pembahasan RUU Gig adalah perlindungan bagi para pekerja terutama yang menyangkut jaminan sosial untuk para pekerja yang kerap terabaikan.
Menurut Nabiyla, skema jaminan sosial yang diberlakukan sekarang ini mayoritas bersifat suka rela, skema ini dinilai tidak adil bagi para pekerja sehingga mesti diubah lagi. Tak hanya itu ia juga menyoroti pembayaran jaminan sosial yang mesti ditanggung kedua belah pihak.
Baca Juga: Jokowi Jawab Kehebohan Whoosh: Ini Bukan Proyek Cari Untung
"Misalnya terkait dengan jaminan sosial yang menurut kami sangat penting adalah mengubah skema jaminan sosial dari sukarela menjadi wajib karena selama ini ketika jaminan sosialnya sifatnya sukarela memang masih belum bisa membuat banyak orang tidak tergabung di jaminan sosial ketenagakerjaan dan skema pembiayaan yang lebih berkeadilan antara platform dan pekerja agar kemudian jaminan sosialnya tidak hanya ditanggung oleh pekerja saja," ucapnya.
Kemudian hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan bersama adalah masalah kesehatan dan keselamatan kerja, para pekerja platfrom kata Nabiyla kerap kali kesulitan meminta tanggung jawab perusahaan ketika mereka mengalami kecelakaan kerja. Nabiyla mengatakan, para pemangku kepentingan harus menunjuk pihak yang bertanggung jawab terkait hal ini dalam RUU Gig.
"Ini juga hal krusial menurut kami karena selama ini kita selalu kesulitan ketika ada kecelakaan kerja misalnya yang terkait dengan pekerja platform ini sebenarnya siapa yang bisa diminta untuk bertanggung jawab sehingga menerapkan standar K3 dan tanggung jawab platform ketika terjadi kecelakaan kerja adalah salah satu isu penting yang juga perlu diatur dalam undang-undang ini karena dia perlu ditetapkan dalam sebuah kerangka perlindungan K3 yang sama sebagaimana pekerja pada umumnya," ujarnya.
Selain itu, Nabiyla juga mendorong adanya transparansi dan keadilan pendapatan, RUU Gig kata dia harus memberi kewajiban untuk membuka perhitungan komisi bagaimana perhitungan komisi dan potongan serta mencegah penetapan komisi sepihak, jadi perubahan tarif yang dilakukan secara sepihak oleh platform bisa dicegah untuk memastikan bahwa hubungan kemitraannya memang tidak sepihak tapi benar-benar representatif kemitraan antara dua belah pihak
"Hal lain juga terkait dengan waktu kerja ini adalah salah satu isu krusial karena di satu sisi memang ada kebutuhan untuk menjaga fleksibilitas waktu kerja karena penelitian-penelitian yang dilakukan kepada pekerja platform menunjukkan bahwa pekerja platform sendiri merasa diuntungkan dengan adanya fleksibilitas waktu kerja dan masih menginginkan adanya fleksibilitas waktu kerja tetapi kemudian perlu ada batasan maksimum misalnya mengenai jam kerja yang diperbolehkan waktu istirahat, kewajiban adanya waktu istirahat agar kemudian tidak ada jam kerja yang terlalu panjang seperti di atas 12 jam, di atas 15 jam," ujarnya.
Tak hanya itu, dia juga meminta RUU Gig mesti mengatur kebebasan berserikat dan berorganisasi bagi para pekerja platfrom untuk memastikan bahwa kemitraannya benar-benar berkeadilan.
"Selain itu terkait pencatatan dan pelaporan data ini hal yang juga krusial tidak hanya bagi platform maupun bagi pekerja tapi juga bagi negara sebenarnya karena perlu ada kewajiban sebenarnya bagi platform untuk mendata jumlah pekerja maupun pendapatan dari pekerja misalnya yang akuntabel dan kemudian kewajiban platform untuk melaporkan secara berkala supaya kita tahu persis sebenarnya jumlah dan besaran dari pekerja platform itu seperti apa," ucapnya.
Baca Juga: Menteri Purbaya Soroti Wacana Prabowo Bayar Utang Whoosh Pakai Duit Sitaan Korupsi
"Selain itu mekanisme penyelesaian sengketa tadi kami sudah singgung beberapa kali bahwa sampai saat ini tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas dalam antara pekerja platform dengan platform sehingga kalau dalam rancangan undang-undang ini perlu untuk adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas dalam hubungan kemitraan apakah melalui penyelesaian perselisihan hubungan industrial kah ataukah melalui jalur sengketa lainnya," tambahnya memungkasi.