Perselisihan dengan Sesama Seniman

Hubungan Pramoedya Ananta Toer dengan sesama seniman mula berjarak ketika dia memutuskan bergabung di Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra). 

Itu terjadi pada 1958, keputusan Pram ditentang habis-habisan sesama seniman, pasalnya Lekra adalah lembaga yang  dinaungi Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Di lembaga ini pula, gaya penulisan Pram berubah drastis, karya pertamanya pasca bergabung ke Lekra adalah tulisan fiksi berjudul korupsi. Dalam tulisannya Pram menghajar habis-habisan pemerintahan Orde Lama.

Masa Sulit Setelah G30S PKI

Kehidupan Pramoedya Ananta Toer berubah drastis pasca peristiwa  Gerakan 30 September (G30S). Dia menjadi tahanan politik selama 14 tahun tanpa proses pengadilan.

Pram bahkan melewati peristiwa mengerikan yang nyaris merenggut nyawanya. Itu terjadi pada 13 Oktober 1965 ketika dirinya ditangkap komplotan pemuda bertopeng. Peristiwa itu membuat pendengaran Pram rusak akibat pukulan keras di kepalanya. 

Pada tahun itu, Pram di penjara di Tangerang lalu dipindahkan ke Salemba hingga Juli 1969. Dia kemudian diasingkan di Nusakambangan yang berlanjut ke Pulau Buru selama 10 tahun. Pram kemudian dipindahkan ke Magelang pada 1979. 

Pada 1992 dia kembali ke Jakarta namun tetap menjadi tahanan kota hingga  1999. Padahal ketika itu, dia telah terbukti tak bersalah atas peristiwa G30S PKI.