Growthmates, tahukah kamu jika ada hubungan antara ketegangan pekerjaan dan risiko stroke. Ya, penelitian menunjukkan peningkatan risiko sebesar 20% terkait dengan pekerjaan dengan tingkat stres tinggi, terutama bagi perempuan, lho!

Dikutip dari Times of India, Selasa (30/1/2024), Dr. Aashka Ponda, Konsultan Ahli Saraf, Rumah Sakit Umum Bhailal Amin, Vadodara, India, pun menekankan strategi manajemen stres, termasuk teknik kewaspadaan dan kebiasaan gaya hidup sehat, untuk mengurangi risiko stroke di lingkungan kerja dengan tingkat stres tinggi.

Dr. Aashka Pondamenuturkan, stroke merupakan masalah kesehatan global yang signifikan, berkontribusi terhadap tingginya angka morbiditas, mortalitas, dan kecacatan. Meskipun bukti prospektifnya terbatas, stres psikososial diperkirakan meningkatkan risiko stroke.

“Ketegangan pekerjaan, suatu bentuk stres psikososial yang banyak dipelajari, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Namun, hubungannya dengan stroke, terutama melalui komponen-komponennya seperti tuntutan pekerjaan yang tinggi dan kontrol pekerjaan yang rendah, hanya diamati pada beberapa penelitian,” tutur Dr. Aashka Ponda.

Dr. Aashka Ponda juga mengatakan, ketegangan pekerjaan dapat berdampak pada sistem kardiovaskular melalui mekanisme seperti aktivasi respons stres neuroendokrin, disregulasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal, sindrom metabolik, atau secara tak langsung melalui perilaku tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang buruk. Sebuah meta-analisis yang dilakukan di Eropa mengungkapkan bahwa ketegangan pekerjaan dikaitkan dengan sekitar 20% peningkatan risiko stroke iskemik akut.

Sebuah studi yang diterbitkan di Neurology menunjukkan bahwa individu dengan pekerjaan dengan tingkat stres tinggi menghadapi risiko stroke 22% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki pekerjaan dengan tingkat stres rendah.Bagi perempuan, risiko ini meningkat menjadi 33%. Penelitian ini berfokus pada stroke iskemik, jenis stroke paling umum yang disebabkan oleh penyumbatan aliran darah. Khususnya, individu yang melakukan pekerjaan pasif dan aktif tidak menunjukkan peningkatan risiko stroke. Penelitian tersebut memperkirakan bahwa 4,4% dari keseluruhan risiko stroke disebabkan oleh pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi, dan meningkat menjadi 6,5% pada perempuan.

Karenanya, menyadari dampak stres terhadap perilaku tak sehat, maka strategi untuk menghilangkan stres di bawah ini sangatlah penting, seperti:

  1. Menggabungkan pernapasan dalam, meditasi, atau yoga untuk meningkatkan suplai oksigen ke otak dan kesejahteraan fisik.
  2. Memanfaatkan aplikasi atau musik yang menenangkan untuk meningkatkan mood.
  3. Memperkenalkan jeda gerakan selama hari kerja atau menetapkan rutinitas olahraga yang dapat dicapai.
  4. Memoderasi konsumsi alkohol.
  5. Mengutamakan makanan sehat, baik yang disiapkan di rumah maupun dibawa ke kantor.
  6. Mempercantik lingkungan kerja dengan tanaman dan warna-warna yang menenangkan untuk menciptakan ruang kerja yang menyenangkan.
  7. Berfokus pada satu tugas pada satu waktu, menghindari multitasking untuk mengelola tingkat stres.
  8. Mempertahankan kewaspadaan terhadap tekanan darah dan mencari nasihat medis jika stres menjadi berlebihan dalam situasi kerja yang sangat penuh tekanan.

Dr. Aashka Ponda mengatakan, dengan menekankan pentingnya istirahat berkala, menghindari perilaku tidak sehat, mengembangkan kebiasaan makan sehat, dan melakukan aktivitas fisik sehari-hari, para ahli menggarisbawahi perlunya pendekatan holistik dalam manajemen stres, khususnya dalam skenario pekerjaan dengan stres tinggi.

Semoga informasinya bermanfaat, ya!