Eling, Nilai Ibu, dan Peran Perempuan
Dalam bagian yang lebih personal, Retno mengisahkan akar nilai yang diwariskan sang ibu kepadanya.
“Selama 10 tahun saya menjabat Menteri Luar Negeri, ibu saya selalu mengingatkan satu kata sederhana, yakni eling atausadar. Kalau kita eling, kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Itulah akar yang ditanam ibu saya, dan itu yang membawa saya sampai ke titik ini,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran perempuan dalam menjaga nilai dan peradaban.
“Perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anak. Kita yang menanamkan nilai sejak awal, dan itu adalah akar bagi generasi berikutnya,” kata Retno.
Retno juga turut mengingatkan generasi muda agar tidak terjebak pada budaya serba instan.
“Yang instan biasanya tidak sustainable. Hidup harus dijalani dengan membangun fondasi tahap demi tahap, seperti menata batu demi batu hingga menjadi rumah yang kokoh. Begitu juga dengan akar, ia harus dipelihara, dirawat, agar tidak rapuh,” ungkapnya.
Bagi Retno, makna kembali ke akar sendiri adalah menjaga kekuatan identitas, integritas, serta kepercayaan diri, sekaligus berbagi dengan sesama.
“Kalau akar kita kokoh, jangan lupa bantu yang lain. Karena kita bukan pohon yang hidup sendiri, tapi bagian dari hutan yang saling menopang. Itulah karakter masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Menutup refleksinya, Retno menyampaikan pesan sederhana, namun mendalam.
Bahwasanya, kata dia, hidup kita tidak selalu akan berjalan dalam angin sejuk. Akan ada badai, panas, dan hujan lebat.
“Maka kita harus punya akar yang kuat. Dengan akar itu, kita bisa percaya diri, menjaga kebebasan, integritas, dan tetap berdiri kokoh apa pun tantangannya,” tandasnya.
Baca Juga: Road to PERURI Bestari Festival 2025: Ruang Kolektif untuk Kembali ke Akar dan Menemukan Jati Diri