Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) dan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA), mendefinisikan pertanian energi sebagai pendekatan yang memanfaatkan sumber daya pertanian, seperti biomassa, bioenergi, dan teknologi energi terbarukan, untuk menghasilkan energi berkelanjutan sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Melalui produksi biofuel, biogas, dan biomassa, pertanian energi tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga memberikan diversifikasi pendapatan bagi petani.

Pertanian energi berbasis biomassa semakin menjadi topik sentral dalam pengembangan energi berkelanjutan di banyak negara kawasan Asia Pasifik. Sebagai bagian dari energi baru terbarukan (EBT), biomassa pertanian dipandang tidak hanya sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil tetapi juga sebagai strategi mitigasi perubahan iklim yang mampu mendorong pembangunan pedesaan yang inklusif.

Konsep ini berbasis pada ekonomi sirkular, di mana limbah pertanian, industri, dan perkotaan dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis. Banyak contoh inovatif di kawasan ini yang semakin menegaskan potensi biomassa sebagai pilar penting dalam transisi energi.

Baca Juga: Dukung Transisi Energi, PIS Pakai B40 di Seluruh Armada Kapal

Di Vietnam, sekam padi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan sebagai bahan bakar alternatif yang ekonomis. Di Filipina, limbah jagung dikelola untuk menghasilkan bioetanol dan biogas yang mendukung kebutuhan energi lokal. Sementara itu, di Indonesia tanaman indigofera dimanfaatkan untuk produksi bioenergi dan pakan ternak, menciptakan nilai tambah dari sektor pertanian.

Status Pengembangan Energi Biomassa

Pengembangan energi biomassa membantu pengurangan emisi karbon sekaligus menciptakan peluang ekonomi bagi komunitas pedesaan. Di Indonesia, pembangkit energi milik perusahaan listrik negara mengembangkan ekosistem biomassa sebagai bahan baku alternatif pengganti batu bara melalui program co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Baca Juga: PLN Ciptakan 1,67 Juta MWh Listrik Hijau Lewat Co-Firing Biomassa di 2024

Pendekatan ini bertujuan untuk mencapai target net zero emissions (NZE) pada tahun 2060 mendatang dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai mitra pengelola biomassa. Dukungan kebijakan strategis, pembiayaan berbasis karbon, dan kolaborasi lintas batas menjadi kunci percepatan pengembangan energi biomassa. Partisipasi petani, koperasi, dan sektor swasta sangat penting agar manfaat energi biomassa dapat dirasakan secara luas.

Tren terkini pengembangan biomassa berfokus pada pemanfaatan limbah pertanian seperti sekam padi, tongkol jagung, dan residu kopi. Dukungan dari pemerintah dan lembaga internasional, termasuk FAO dan Agenzia Italiana per la Cooperazione allo Sviluppo (AICS), diberikan melalui skema pasar kredit karbon. Pendekatan ini memperkuat kerangka kebijakan untuk pengelolaan biomassa secara berkelanjutan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau di negara berkembang.

Investasi dalam teknologi inovatif, seperti pirolisis, gasifikasi, dan konversi termal, memungkinkan produksi biochar, bio-oil, dan gas sintetis yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Contohnya, biochar digunakan sebagai bahan peningkat kesuburan tanah, bio-oil sebagai bahan bakar alternatif, dan gas sintetis sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Teknologi pemprosesan biomassa mengalami kemajuan signifikan. Proses pirolisis, gasifikasi, dan konversi termal lainnya menghasilkan biochar, bio-oil, dan gas sintetis. Produk ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan manfaat lingkungan yang besar. Kolaborasi regional dan global antara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) dan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) semakin diperkuat. Negara-negara berbagi praktik terbaik dan teknologi pengelolaan biomassa, mendorong pengelolaan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Strategi Pengembangan Energi Biomassa

Strategi pengembangan energi biomassa berbasis pertanian bertumpu pada tiga pilar utama. Pilar pertama adalah penguatan kapasitas komunitas melalui pelatihan teknologi biomassa kepada petani dan masyarakat pedesaan. Upaya ini bertujuan meningkatkan keterampilan teknis masyarakat dalam mengelola limbah pertanian menjadi energi biomassa.

Pilar kedua adalah pengembangan kebijakan berbasis bukti yang mencakup pemberian insentif fiskal dan pembiayaan proyek biomassa berbasis data valid. Pilar ketiga adalah pengembangan pasar kredit karbon, di mana komunitas pedesaan dapat menjual kredit karbon dari proyek biomassa. Skema ini memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi masyarakat lokal dan mendorong pengelolaan biomassa yang lebih ramah lingkungan.

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai biomassa menjadi fokus utama pengembangan energi bersih. Contohnya, sekam padi dimanfaatkan untuk menghasilkan biochar, gas sintetis, dan energi termal. Di Indonesia, pengelolaan sekam padi telah berhasil menggerakkan penggilingan padi dengan energi terbarukan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan meningkatkan efisiensi operasional.

Limbah jagung, seperti tongkol jagung, dapat diubah menjadi bio-oil dan biochar melalui proses pirolisis. Proyek pengelolaan limbah berbasis jagung di Filipina membuktikan bahwa kolaborasi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dapat meningkatkan nilai tambah dari limbah jagung.

Pengelolaan energi biomassa menghadapi tantangan seperti rantai pasok yang tersebar dan biaya teknologi yang tinggi. Distribusi limbah biomassa yang tidak merata membutuhkan sistem logistik yang efisien. Biaya investasi teknologi pemrosesan biomassa, terutama peralatan canggih, masih relatif tinggi.

Tanpa dukungan pembiayaan yang memadai, pengembangan biomassa bisa terhambat. Pasar kredit karbon yang memiliki potensi besar memerlukan pengaturan regulasi yang kuat agar dapat diakses oleh komunitas pedesaan. Dukungan kebijakan yang terintegrasi akan memperkuat peran masyarakat pedesaan dalam pengelolaan biomassa.

Masa depan pengembangan energi biomassa di Indonesia bergantung pada penguatan ekosistem pasar kredit karbon. Dengan penguatan ini, minat investor swasta dan lembaga keuangan internasional diharapkan meningkat, memperkuat pembiayaan proyek biomassa berbasis karbon. Pengadopsian model ekonomi sirkular memungkinkan pengelolaan limbah dari pengumpulan hingga pengolahan menjadi energi siap pakai. Pendekatan ini memungkinkan pengelolaan limbah secara terpadu dan meningkatkan efisiensi proses pengolahan limbah.

Kolaborasi dan Keberlanjutan 

Secara keseluruhan, pengembangan energi biomassa memiliki potensi besar untuk mendukung transisi energi bersih di Indonesia. Sumber daya biomassa yang melimpah, dukungan regulasi yang memadai, serta peluang dari pasar kredit karbon menjadikan biomassa solusi strategis dalam menghadapi krisis energi dan lingkungan. Meskipun ada tantangan, seperti pengelolaan rantai pasok dan biaya teknologi, masa depan biomassa tetap cerah dengan kolaborasi lintas sektor dan penguatan ekosistem pasar karbon.

Dengan memanfaatkan peluang ini, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam agenda energi bersih global dan meningkatkan kemandirian energi nasional dan lokal.

Pendekatan ini menawarkan solusi inovatif dalam menjawab tantangan limbah sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru, terutama bagi komunitas pedesaan. Berbagai negara di Asia telah menunjukkan komitmen mereka dengan mengadopsi kebijakan strategis yang mendukung pengelolaan limbah pertanian serta peningkatan nilai ekonomi dari residu produksi.

Langkah-langkah ini mencakup investasi pada teknologi pengolahan biomassa, pengembangan infrastruktur pendukung, serta pemberian insentif kepada pelaku industri untuk mengintegrasikan biomassa ke dalam rantai pasok energi.

Kolaborasi lintas negara melalui ASEAN dan APEC juga menjadi kunci pengembangan biomassa di masa depan. Forum-forum ini mempercepat adopsi teknologi baru dan berbagi praktik terbaik. Kolaborasi internasional memperkuat transfer teknologi, pengetahuan, dan sumber daya keuangan untuk mempercepat transisi energi bersih berbasis biomassa. Dengan dukungan internasional yang kuat, pengelolaan biomassa di Indonesia dapat lebih efisien, inovatif, dan berkelanjutan.