Rela Mati Demi Sang Mertua
Sebagai menantu, Tahir mengaku bahwa dirinya telah melakukan yang terbaik untuk mertuanya agar dia merasa tenang. Ia pun telah berkomitmen untuk melakukannya, bahkan ketika dirinya sendiri harus mempertaruhkan nyawa bagi sang mertua.
Tahir pun mengisahkan bahwa pada suatu masa di era 90-an, salah seorang putra Mochtar Riady mengalami masalah yang cukup serius, yakni telah menyebabkan kerugian yang sangat besar dan hutang yang sangat besar kepada berbagai pihak.
Akibatnya, ancaman pun kerap datang dari beberapa gangster yang bisa dengan mudah menghabisi nyawa lawan-lawannya dan menghilang tanpa jejak. Berbagai pihak dari Perth, San Francisco, dan Las Vegas saling melontarkan ancaman disertai tuntutan pembayaran sejumlah uang yang sangat besar.
Menurutnya, putra Mochtar Riady yang terlibat dalam masalah tersebut terpaksa menghilang secara diam-diam demi keselamatannya. Saudara-saudaranya yang lain pun tidak memiliki cara untuk menolongnya.
Sementara itu, ancaman-ancaman terus berdatangan ke seluruh keluarga dan membuat Mochtar Riady sangat khawatir. Dari situlah pertama kalinya Tahir melihat kekhawatiran yang nyata dari Mochtar Riady. Ia pun akhirnya menelepon Tahir secara khusus untuk meminta bantuan s.
“Itulah pertama kalinya saya melihat Pak Mochtar menangis. Saat dia bilang meminta bantuan saya, saya pun mengiyakannya dan memohon doa untuk keberhasilan saya,” tutur Tahir.
Seiring waktu, Tahir pun mempersiapkan diri untuk melakukan apa yang diharapkan ayah mertuanya, untuk memberinya apa yang sangat dibutuhkannya, yaitu ketenangan pikiran. Ia pun kemudian pergi untuk menangani masalah yang rumit itu.
“Apa yang saya lakukan? Saya menghubungi pemimpin gangster yang mengancam dan membuat janji bertemu dengan mereka di Las Vegas dan San Francisco untuk menyelesaikan masalah utang,” ujar Tahir.
“Di bawah tekanan gangster yang tidak kenal ampun itu, saya berusaha semaksimal mungkin untuk tetap tenang dan menegosiasikan pembayaran utang. Saya menawarkan untuk membayar setengah dari total utang sebagai permulaan,” lanjut Tahir.
Menurutnya, saat itu, para gangster itu membentak Tahir dan berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak mau berurusan dengan dirinya, tetapi dengan anak Mochtar Riady. Namun, saat itu Tahir bersikukuh bahwa dirinya juga merupakan keluarga Riady dan akan bertanggung jawab terhadap masalah yang diakibatkan iparnya itu.
“Saya bilang ke mereka bahwa saya akan bertanggung jawab terhadap masalah ini dan rela mati demi ayah mertua saya. Rupanya pemimpin gangster itu menghargai apa yang saya katakan. Negosiasi pun berlanjut dan akhirnya mereka membiarkan saya membayar setengah dari utang kepada mereka,” terang Tahir.
Tak hanya itu, lanjut Tahir, ancaman mendesak juga datang dari Perth, Australia. Gangster tersebut menelepon dan mengancam Mochtar Riady dan akhirnya mengatur pertemuan di Jakarta. Tahir pun akhirnya kembali mempersiapkan diri untuk bertemu dengan mereka.
“Akhirnya mereka datang dan saya bertemu mereka di sebuah hotel. Saya pikir itu akan menjadi pertemuan yang damai. Ternyata saya salah. Mereka menculik saya dan mengurung saya dikamar hotel semalam. Saya tidak bisa pergi atau melakukan apa pun untuk membebaskan diri,” ujar Tahir.
Dikatakan Tahir, berhadapan dengan gerombolan gangster yang menakutkan hampir membuat dirinya kehilangan nyali. Namun, ia tetap tegar dan berusaha keras untuk negosiasi dengan mereka.
Di tengah-tengah negosiasi tersebut, kata Tahir, pihak gangster tersebut pun tak pelak bersikap kasar terhadapnya. Mereka tak segan membentak Tahir dengan tatapan menakutkan. Namun, yang bisa dilakukan Tahir saat itu hanya tetap duduk dengan tenang sambil mengangkat kepala.
“Saya tidak menunjukkan rasa takut kepada mereka. Mungkin ada rasa takut yang terpendam dalam benak saya yang saya singkirkan sambil mengingat tugas terpenting yang harus saya lakukan, yaitu menyelesaikan masalah dan menenangkan Pak Mochtar,” terang Tahir.
Menurutnya, saat itu dirinya mengalami negosiasi yang cukup sulit.Selama proses berlangsung, Tahir harus menahan suara-suara menakutkan dan ancaman. Tahir mengatakan, hidupnya saat itu sepenuhnya bergantung pada belas kasihan gangster.
“Saya tidak tahu kekuatan apa yang ada dalam diri saya saat itu. Saya cuma duduk dengan sangat tenang. Pikiran saya dipenuhi dengan gambaran istri dan anak-anak saya, ibu dan saudara perempuan saya,” ujar Tahir.
“Untuk sesaat, saya memiliki gagasan bahwa jika saya kehilangan nyawa saya pada hari itu, saya akan mati sebagai orang yang terhormat. Saya akan kehilangan nyawa saya untuk membela satu-satunya orang yang penting dalam hidup saya, ayah mertua saya,” sambung Tahir.
Namun, karena negosiasi saat itu tetap tidak berjalan dengan baik, kata Tahir, dirinya pun akhirnya mulai memohon dan berjanji bahwa ia akan melunasi seluruh utang dengan cara mencicil.
“Saat itu saya bilang ke mereka, ‘Kau pegang kata-kataku. Hidupku dipertaruhkan’. Saya pun menatap mereka tanpa rasa takut. Dan, akhirnya mereka membebaskan saya. Rupanya mereka mengagumi keberanian saya untuk datang menemui mereka sendirian tanpa ditemani. Salah satu gangster menyatakan ketidakpercayaannya pada tekad saya yang teguh dalam membela saudara ipar saya,” beber Tahir.
Akhirnya, kata Tahir, masalah itu punselesai tanpa kekerasan dan tidak lagi menimbulkan ancaman bagi Mochtar Riady dan seluruh keluarganya. Menurutnya, hal itu sangat melegakan keluarga Riady seluruhnya.
“Selang dari masalah itu, Pak Mochtar pun dapat hidup tenang kembali. Suatu hari ia menepuk bahu saya dan mengatakan ‘Terima kasih, Tahir. Anda telah membela keluarga saya.’,” tandas Tahir.
Baca Juga: Ketika Tahir Tegas Mengoreksi Pernyataan Mochtar Riady