Isu kesehatan mental dan perundungan (bullying) sedang menjadi sorotan dalam dunia pendidikan kedokteran. Padahal pendidikan dokter sebagai kawah candradimuka harus mampu melahirkan dokter yang adaptif, profesional, berintegritas, berakhlak mulia serta mampu menjadi pemimpin perubahan.

Untuk itu, Founder ESQ Group Ary Ginanjar Agustian memberikan pembekalan dan pelatihan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) guna menghadirkan era baru pendidikan dokter dengan penguatan IQ, EQ, dan SQ.

Kemudian, dilakukan penandatanganan perjanjian (MoU) antara FK Unair dengan ESQ yang diteken langsung oleh Dekan FK Unair Budi Santoso dan Ary Ginanjar pada acara Opening Ceremony Dies Natalis Fakultas Kedokteran UNAIR ke-70 dan Peringatan 111 Tahun Pendidikan Dokter di Surabaya, Sabtu (5/10) kemairn.

Ary menyatakan, isu kesehatan mental telah ia prediksi akan menjadi masalah besar sejak 25 tahun yang lalu. Menurutnya, kecerdasan intelektual saja tidak cukup untuk menjalankan profesi apapun tanpa didukung kecerdasan emosional dan spiritual.

“Seperempat abad kemudian (sekarang) menggema di mana-mana (isu mental health). Ini membuktikan kecerdasan intelektual tidak cukup menjalankan profesi apapun,” ujar Ary.

Ia pun mengusulkan lima langkah untuk mencegah masalah kesehatan mental, khususnya di lingkungan pendidikan kedokteran.

"Pertama, memberikan bekal kecerdasan spiritual kepada para dokter. Kedua, membekali mereka dengan kecerdasan emosional agar mampu merespons masalah secara cepat dan tepat," imbuhnya.

Langkah ketiga, kampus harus melakukan penyaringan (screening) calon mahasiswa agar sesuai dengan kompetensi. ESQ memiliki life tools yang bernama TalentDNA. Ia menyebut bahwa 70 persen mahasiswa memilih jurusan yang salah.

“Pencegahannya dilakukan di awal sebelum masuk, atau kalau sudah terlambat, minimal mahasiswa dan pembimbingnya harus menyadari hal ini,” lanjut Ary.

Lalu kelima, jika langkah-langkah tersebut belum cukup, maka dosennya harus dibekali ilmu untuk mengatasi masalah kesehatan mental ini.

"Semoga dengan Strategi Holistik ESQ, para dokter dan calon dokter spesialis mendapatkan bekal ilmu mental health, bagaimana menjadi pribadi yang bermental tangguh dan sekaligus memutus mata rantai bullying yang kerap terjadi," kata Ary.

Sementara itu, Budi Santoso mengatakan bahwa FK Unair menarget zero kasus bullying dan depresi mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Ia menyebut, fenomena itu terjadi di hampir semua jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.

“Dalam upaya zero bullying, depresi, stress kita mencoba pendekatan preventif sebelum kejadian,” ujar Budi.

Dalam upayanya, dengan membentuk alur penanganan bullying juga konsultasi tanda awal depresi. “Kita FK Unair dan RSUD Dr. Soetomo sudah buat alur penanganan bullying, depresi, juga kita buat unit konsultasi masalah stres, depresi,” paparnya.

Misalnya, lanjut Budi, stres karena salah jurusan akan dilakukan pendekatan hingga difasilitasi pindah jurusan sesuai keinginan.

Soal tingkat depresi di PPDS FK Unair, ia menyebut masih dalam batas wajar dan terkendali. Pencegahan dini juga dilakukan dengan menggandeng ESQ untuk menangani masalah kesehatan mental mahasiswa hingga pengajar selain tata cara baku yang fakultas punya.

“Seperti disampaikan tadi, tidak cukup dengan kecerdasan intelektual, tapi kecerdasan mengelola emosi dan spiritual. Selain peserta didik, dosen pengajar, juga staf (akan) dibekali,” pungkas Budi.