Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah dipastikan bakal membuat kabinet gemuk di pemerintahannya, ia telah memanggil lebih dari 100 calon menteri dan calon wakil menteri ke kediamannya di Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dalam dua hari berturut-turut pada awal pekan lalu.

Kendati kabinetnya sangat gemuk, namun Prabowo dalam berbagai kesempatan sebelumnya sudah dengan tegas mengatakan, bahwa menteri-menterinya  tak bakal main gila dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. APBN mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat.

Baca Juga: Tunggu Sampai 19 Oktober! Kader PDIP Masih Berpeluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

Meski sudah berulang kali mengatakan hal ini, namun sejumlah orang masih belum yakin Prabowo bisa menepati janjinya. Apalagi koalisi gemuk yang sekarang ini banyak mengakomodir  partai politik yang membuat kontrol di DPR semakin melemah, ini sekaligus membuat kemungkinan penyelewengan APBN semakin menganga. 

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikuthaman mengatakan, untuk membuktikan kabinetnya tidak menjadi pemburu rente APBN, Prabowo tentu saja butuh kerja keras.

Hal pertama yang mesti ia lakukan adalah memperbaiki ekosistem perangkat hukum di negara ini terutama menguatkan kembali peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai semakin melemah di era Presiden Joko Widodo. 

“KPK harus bergerak mengantisipasi agar para menteri atau pejabat tidak melakukan itu (penyelewengan APBN) ini penting. Statement itu sangat positif manakala itu dibuktikan di 100 hari pertama ini penting untuk membangun kredibilitas dan kepercayaan publik,” kata Rizal dalam sebuah diskusi daring Rabu (16/10/2024).

Prabowo lanjut Rizal mesti menjadi presiden yang powerfull, ia mesti berani menghukum menteri yang kedapatan membegal APBN, di tangannya hukum tak boleh berlaku tebang pilih.

Baca Juga: Istana Bantah Jokowi Cawe-Cawe di Kabinet Prabowo

Apabila Prabowo gagal membuktikan ucapannya dalam 100 hari kerja, maka ini bisa menjadi boomerang, publik jelas semakin tak percaya pada pemerintahannya. Apalagi di kabinetnya diisi sekitar 16 menteri era Jokowi. Publik yang kadung kecewa di pemerintahan sebelumnya jelas semakin tak menaruh respek pada pemerintahan baru.

“Tentu ini menjadi perhatian publik di sisi lain pemerintahan baru harapan baru tentunya punya kabinet baru proforma baru wajah baru tetapi beberapa menteri Jokowi yang digunakan,” ucapnya.

Sulit Mengawasi Kabinet Jumbo

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Universitas Paramadina Septa Dinata menilai, Prabowo bakal kewalahan melakukan pengawasan pada kabinetnya yang super jumbo itu. Menurutnya jika tak ada sistem kontrol yang mumpuni, maka kans penyelewengan APBN sangat terbuka lebar.

Tak hanya itu, efek buruk lainnya adalah terjadi tumpang tindih kewenangan yang berimbas pada pengambilan keputusan. Sebelum semua terlanjur kejadian, Septa meminta Prabowo membentuk semacam lembaga untuk melakukan tugas pengawasan di samping memperkuat peran KPK dan perangkat hukum lainnya.

“Kabinet gemuk ini bagaimana mengawasinya? Bagaimana memastikan mereka bekerja sesuai peraturan, saya kira mesti ada unit khusus untuk mengawasi. Kabinet ini juga ada kemungkinan tumpang tindih kewenangan. Ini perlu ada penengahnya,” ucapnya.

Prabowo sudah beberapa kali mengemukakan alasan dirinya membentuk kabinet jumbo, alasan paling mendasar adalah untuk memajukan negara ini, baginya bangsa sebesar Indonesia harus dipimpin kabinet besar dan kuat agar kemajuan diberbagai sektor dapat dikebut secepat-cepatnya.

Namun jika menengok formasi kabinet yang sekarang, wajar publik menjadi pesimis, sejumlah posisi kementerian strategis yang diisi orang-orang partai disinyalir hanya untuk bagi-bagi jatah belaka. 

Nasib APBN sangat dikhawatirkan, jangan sampai uang negara ditilap untuk kepentingan partai politik seperti kasus yang sudah-sudah.

“Ketika menteri berlatar belakang partai otomatis independensi menteri membuat kebijakan sulit dijaga artinya memang kaki menteri satu ada di partai. Bahwa kita lihat kasus di periode terlahir Jokowi beberapa menteri ditumbalkan untuk kepentingan tertentu beberapa kasus yang kalau kita telusuri itu kelihatan sekali,” ujar Septa.

“Kita menjadi sulit kita berharap lebih, apakah kabinet ini benar-benar  bisa membebaskan diri dari main-main APBN. Karena tuntutan pembiayaan partai dibebankan kepada menteri,” tambahnya.