Tuai Kritik
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dwi Andreas Santosa, sebelumnya mengkritik program Brigade Pangan. Ia menilai program itu belum memiliki kejelasan dari lahan yang akan dipakai untuk program itu sampai pembayaran gaji.
"Pertanyaan yang mendasar kan di mana lahannya?,” ujar Andreas, saat dihubungi Tempo, Jumat (22/11/2024) lalu.
Andreas membayangkan lahan pertanian yang akan digunakan untuk program Brigade Pangan ini berada di wilayah Merauke, Papua. Namun, ia menilai langkah ini memerlukan waktu yang panjang untuk dapat mewujudkan swasembada pangan.
Ia juga mempertanyakan mekanisme pembayaran gaji yang disebut per orang akan mendapatkan Rp 10 juta. Sebab, kata dia, belum jelas siapa yang akan membayarkan gaji itu kepada para petani.
Sementara itu, Daniel Johan, Anggota Komisi IV DPR RI, meragukan besaran gaji yang dijanjikan dan menyarankan agar jumlah tersebut dikonfirmasi kembali.
Ia menyebut, gaji Rp10 juta bisa tercapai jika program Petani Milenial sudah menunjukkan hasil nyata.
"Mungkin yang dimaksud Pak Menteri Rp 10 juta itu kalau sudah menghasilkan. Kalau mereka sudah bertanam terus menghasilkan dari hasilnya itu mungkin bisa memberikan 10 juta, tetapi kan menghasilkan belum pasti. Kita mesti lihat dulu harganya, produksinya. Itu memang menjadi peran penting pemerintah," sanggah Daniel dalam video PROGRAM PETANI MILENIAL DIJANJIKAN GAJI 10 JUTA, LEGISLATOR: TAK SESUAI ANGGARAN yang diunggah di YouTube resmi DPR RI.
Terpisah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengatakan, para pemuda bisa saja kembali ke sektor pertanian tanpa iming-iming gaji besar.
Namun, kata Henry, pemerintah perlu memenuhi sejumlah faktor penting di sektor pertanian, mulai dari akses terhadap alat produksi, pendidikan pertanian, hingga kebijakan yang melindungi hasil pertanian.
“Tetapi kalau saya katakan apakah pemuda-pemuda kita mau menjadi petani? Mau. Tetapi dia harus menguasai alat produksi. Punya tanah minimal 2 hektar. Kemudian dia dibekali pendidikan-pendidikan pertanian. Kemudian dibekali juga dia dengan modal,” tutur Henry saat dihubungi Tirto.id, Selasa (12/11/2024).
Henry melanjutkan, tanpa iming-iming gaji Rp10 juta per bulan para petani sebenarnya bisa mendapatkan lebih dari yang dijaminkan pemerintah. Henry pun mencontohkan, para petani di Sumatera bisa meraih pendapatan tinggi dari perkebunan kelapa sawit.
“Mereka memiliki kebun minimal 3 hektar, bahkan ada yang memiliki 5 hektar. Dengan lahan sebesar itu, mereka bisa memperoleh pendapatan kotor sekitar Rp25 juta rupiah per bulan,” tandas Henry.
Penjelasan Kementan soal Gaji Petani Rp10Juta
Viral iming-iming gaji Petani Milenial yang dilontarkan Mentan, Amran Sulaiman, Kementan pun akhirnya meluruskan isu yang menyebut petani milenial akan diberikan gaji Rp10 juta tersebut.
Kepala BPPSDMP Kementan, Idha Widi Arsanti, mengatakan bahwa sejatinya itu bukan gaji. Menurutnya, angka Rp10 juta itu merupakan potensi pendapatan.
Adapun, potensi tersebut dihitung dari swakelola bagi hasil antara lapangan usaha dan petani baik dari sisi pendapatan produksi maupun hasil jual yang mencapai Rp 6.000 per kilogram gabah kering giling (GKG).
Idha pun memastikan angka sebesar itu merupakan pendapatan murni alias bukan gaji yang selama ini muncul di pemberitaan.
"Itu bukan gaji tapi pendapatan dari harga jual GKG yang mencapai Rp 6.000 per kilogram. Kemudian ada juga pembagian lainya seperti 20 persen lapangan usaha. Jadi kami sudah hitung di dalam 15 orang anggota brigade swasembada pangan itu pendapatan perorangan bisa Rp10 juta," ungkap Idha, seperti dikutip dari detik.com.
Menurut Idha, semua pendapatan itu juga tak lepas dari peran pemerintah yang telah menyiapkan skema pertanian modern untuk memangkas biaya produksi hingga 50 persen.
Terpisah, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono, pun menegaskan bahwa estimasi penghasilan tersebut sangat memungkinkan untuk diraih oleh para petani muda yang bergabung dalam Brigade.
Baca Juga: Utang Dihapus Negara, Pak Prabowo Sangat Cinta Petani Indonesia