Keluarga besar Lippo Group sudah lama dikenal sebagai salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia dengan gurita bisnis yang mencakup properti, pendidikan, keuangan, hingga layanan kesehatan. Seiring berjalannya waktu, estafet kepemimpinan perlahan mulai beralih dari pendiri dan generasi kedua kepada generasi ketiga. Dari sekian banyak pewaris yang mulai menempati posisi strategis, nama Caroline Riady mencuri perhatian publik.

Caroline adalah cucu dari Mochtar Riady, pendiri Lippo Group, sekaligus putri pasangan James Riady dan Aileen Hambali. Saat ini, ia dipercaya sebagai Chief Executive Officer (CEO) Siloam Hospitals Group, salah satu jaringan rumah sakit swasta terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia. Namun, perjalanan Caroline menuju kursi puncak tidak datang secara instan.

Latar Belakang dan Kehidupan Pribadi

Caroline Riady lahir pada 11 Desember 1983. Ia tumbuh bersama tiga saudaranya: John Riady, Stephanie Riady, dan Henry Riady. Meski besar dalam keluarga konglomerat, Caroline digambarkan memiliki didikan yang menekankan nilai kerendahan hati dan kesederhanaan.

Baca Juga: Perjuangan dan Dedikasi Tahir untuk Keluarga Riady: Saya Rela Mati Demi Ayah Mertua

Dalam kehidupan pribadinya, Caroline menikah dengan Soeharto Djojonegoro, pewaris keluarga besar Orang Tua Group. Soeharto merupakan putra dari Hamid Djojonegoro sekaligus cucu pendiri bisnis Orang Tua Group, Chandra Djojonegoro. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini telah dikaruniai empat orang anak.

Pendidikan dan Perjalanan Karier

Sejak kecil, Caroline menunjukkan ketertarikan yang besar pada dunia pendidikan. Ketertarikan itu kemudian ia tekuni secara akademis ketika melanjutkan studi ke Amerika Serikat. Ia berkuliah di Wheaton College, Illinois, dan mengambil jurusan Elementary Education and Psychology. Dari jurusan tersebut, Caroline meraih gelar Bachelor of Arts (BA) pada 2004.

Baca Juga: Mengenal James Riady, Bos Lippo Group yang Dididik Hidup Mandiri Sejak Muda

Gelar BA yang diperolehnya mencerminkan minat Caroline terhadap bidang humaniora, terutama pendidikan dasar dan psikologi anak. Ia sempat bercita-cita menjadi seorang pendidik profesional, sesuatu yang jauh dari bayangan publik tentang pewaris bisnis keluarga konglomerat.

Selepas lulus, Caroline memutuskan untuk meniti jalan yang sesuai dengan minatnya. Ia mengajar di Lincoln Elementary School District 200 di Illinois, Amerika Serikat, selama dua tahun. Pengalaman ini menjadi bekal berharga untuknya sebelum akhirnya pulang ke Indonesia pada 2006.

Setelah kembali, Caroline melanjutkan kiprahnya sebagai tenaga pengajar di Universitas Pelita Harapan (UPH), universitas yang didirikan ayahnya pada 1994. Saat menjadi dosen, Caroline tetap konsisten mengabdikan diri pada dunia pendidikan, hingga kemudian kehidupannya berbelok arah karena sebuah tantangan besar.

Peralihan ke Dunia Kesehatan

Perubahan jalur karier Caroline terjadi ketika ia sendiri berobat di Siloam Hospitals. Ia sering merasa kurang puas dengan layanan yang diberikan rumah sakit, bahkan tak jarang mengajukan keluhan. Dari situ, sang ayah menantangnya untuk tidak hanya mengkritik, tetapi juga mengambil peran aktif dalam memperbaiki sistem layanan kesehatan.

Baca Juga: Ketika Mochtar Riady Memutuskan Menjadi Pedagang Uang

Meski awalnya merasa asing, Caroline menerima tantangan tersebut. Ia memutuskan menekuni dunia kesehatan sambil menyelesaikan studi pascasarjana. Langkah inilah yang kemudian membuka jalan panjangnya di Siloam Hospitals.

Caroline memulai perjalanan profesionalnya di Siloam Hospitals pada 2010 dengan menduduki jabatan direksi di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kinerjanya membuatnya terus naik posisi:

2012: Direktur Eksekutif Siloam Hospital Kebon Jeruk

2016: Managing Director of Operations, Productivity & Effectiveness Siloam Hospitals Group

Baca Juga: Mengulik Peran Keluarga Riady dalam Pohon Bisnis Lippo Group

2017: Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group

2019–sekarang: CEO Siloam Hospitals Group

Di bawah kepemimpinannya, Siloam Hospitals berkembang menjadi jaringan dengan puluhan cabang rumah sakit dan lebih dari 25 klinik. Caroline pernah mengaku awalnya hanya berniat bertahan delapan bulan di Siloam, namun akhirnya tetap mengabdi hingga lebih dari satu dekade.

Gaya Kepemimpinan

Sebagai pemimpin perempuan di industri kesehatan, Caroline dikenal visioner dan inovatif. Ia menekankan pentingnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan dengan mengedepankan kualitas, bukan sekadar keuntungan.

Baginya, rumah sakit tidak hanya entitas bisnis, tetapi juga institusi yang memiliki tanggung jawab sosial. Caroline kerap menegaskan bahwa misi utama rumah sakit adalah memberi layanan terbaik kepada pasien, sekaligus memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

Baca Juga: Kekaguman Dato Sri Tahir pada Sosok Mochtar Riady

Ia juga dikenal memberdayakan orang-orang di sekitarnya. Caroline percaya bahwa tenaga medis maupun staf pendukung harus didorong agar bisa menjalankan peran dengan optimal. Pendekatan ini membuat budaya kerja di Siloam lebih kolaboratif dan berorientasi pada pasien.

“Menurut saya, perempuan kalau melakukan sesuatu selalu dengan hati dan passion. Jadi apa pun yang dikerjakan, kalau itu baik, kita pasti all out,” ujarnya dalam sebuah wawancara.

Kekayaan dan Aset

Meski detail kekayaan pribadi Caroline tidak dipublikasikan, Siloam Hospitals yang ia pimpin memiliki nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp38,37 triliun, menurut catatan Tempo. Sementara itu, Forbes menaksir kekayaan kakeknya, Mochtar Riady, mencapai USD 2,3 miliar atau sekitar Rp37,5 triliun.

Sosoknya Viral, Disebut Kerja Naik Helikopter

Nama Caroline Riady pernah viral setelah sebuah video TikTok memperlihatkan dirinya naik helikopter dari helipad sebuah gedung tinggi di Jakarta. Video itu memicu spekulasi bahwa Caroline menggunakan helikopter sebagai transportasi sehari-hari.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Masuk Keluarga Konglomerat Mochtar Riady

Caroline kemudian memberikan klarifikasi. Ia membenarkan dirinya adalah sosok dalam video tersebut, namun menegaskan helikopter lebih sering digunakan untuk kebutuhan medis darurat pasien, bukan untuk kepentingan pribadi. Ia bahkan menyebut jarak rumah ke kantornya hanya sekitar lima menit, sehingga tidak masuk akal jika setiap hari menggunakan helikopter.