Cuan Besar Industri Asuransi
Terlepas dari pro dan kontra wacana pelaksanaan program asuransi wajib ini, tentu industri perasuransian melihatnya sebagai peluang dan potensi besar meraup cuan.
Mengutip laman investor.id, sebagai gambaran, pada tahun 2022, penetrasi asuransi secara keseluruhan sebesar 2,72% seperti dilaporkan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), yang mengutip BPS dan OJK. Khusus asuransi umum dan reasuransi, penetrasi baru mencakup 0,46%.
Dengan cakupan penetrasi seperti itu saja, industri asuransi umum dan reasuransi umum berhasil meraup cuan sebesar Rp 9,64 triliun dari dua lini bisnis asuransi properti dan asuransi kendaraan bermotor. Apalagi ke depan, dua lini ini akan diwajibkan pemerintah sehingga turut meningkatkan penetrasi asuransi.
Merinci dengan mengacu data terkini OJK untuk tahun 2022, cuan dari lini usaha asuransi kendaraan bermotor pada tahun 2022 tercatat dengan surplus underwriting mencapai Rp 6,06 triliun. Nominal ini diperoleh dari premi yang mencapai Rp 17,45 triliun, berikut pembayaran klaim dan biaya-biaya lainnya.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan di antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Insurance Council (AIC) – organisasi di bawah naungan ASEAN yang fokus terhadap asuransi – hanya Indonesia yang belum mewajibkan asuransi TPL untuk kerusakan properti.
“Hanya negara kita yang belum mewajibkan TPL untuk property damage melengkapi asuransi TPL bodily injury yang sebagian sudah dijamin oleh Jasa Raharja,” tutur Irvan, sebagaimana dikutip dari BBC Indonesia.
Namun, Irvan mengatakan, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan asuransi Jasa Raharja ketimbang menggunakan skema asuransi baru dan menggunakan kelembagaan baru.
Dikutip dari BBC, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno, mengatakan pemerintah perlu menjelaskan kepada publik apa urgensi dan kebermanfaatan dari kebijakan ini. Menurut Agus, lebih dari 30% pemilik kendaraan bermotor – terutama sepeda motor – belum melunasi pajak kendaraannya.
“Hal ini yang harusnya ditata terlebih dulu sebelum mewajibkan asuransi bagi kendaraan,” tuturnya, dikutip dari BBC Indonesia.
Karenanya, pemerintah, kata dia, perlu menggunakan prinsip kehati-hatian dalam memberlakukan kebijakan ini selain melakukan kajian mengenai manfaatnya serta menimbang kemampuan masyarakat.
“Akan lebih fair jika asuransi menjadi sebuah opsi atau pilihan, bukan menjadi kewajiban yang membebani masyarakat,” ujar Agus.
Baca Juga: Dari Aguan hingga Bos Djarum, Ini Daftar 20 Konglomerat Indonesia yang Investasi di IKN
Penjelasan OJK
OJK mengatakan Program Asuransi Wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya, seperti ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program.
"Program Asuransi Wajib TPL terkait kecelakaan lalu lintas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, beberapa waktu lalu.
Dikatakan Ogi, hal itu dikarenakan program tersebut akan mengurangi beban finansial yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan, dan lebih jauh lagi akan membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.
Dengan meningkatnya perlindungan terhadap risiko, kata Ogi, masyarakat akan lebih terlindungi dan merasa lebih aman, serta juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Menyoal tantangannya sendiri, Ogi bilang, tantangan penyelenggaraan asuransi wajib untuk kendaraan ke depan, antara lain harmonisasi kebijakan pada lembaga atau instansi pemerintah yang menangani bidang keuangan, serta sosialisasi pada masyarakat luas.
Tantangan lainnya, kata dia, terkait mekanisme penyelenggaraan program asuransi wajib yang harus mudah, efisien, dan tidak memberatkan masyarakat.
Ogi menuturkan bahwa asuransi wajib bagi kendaraan bermotor bersifat gotong royong. Dengan demikian saat terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan banyak pihak, kerugian dapat ditekan.
Namun, satu pekerjaan rumahnya adalah mekanisme penerapan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor tersebut. Sebab, dibutuhkan satu platform yang dapat digunakan untuk mengetahui asuransi yang digunakan setiap kendaraan bermotor.
"Apakah kita berkoordinasi dengan kepolisian yang mengurus STNK, lalu siapa perusahaan yang melakukan itu, apakah itu konsorsium?" tukasnya.
Berapa Preminya?
Terkait preminya sendiri, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan, nantinya hal tersebut akan sangat tergantung dengan jumlah peserta. Menurutnya, semakin banyak peserta yang ikut asuransi wajib tersebut, maka premi yang harus dibayarkan peserta akan lebih murah.
"Saya yakin bahwa premi yang dikenakan itu lebih murah daripada yang sekarang dilakukan secara sukarela," katanya.
Meski belum secara gamblang menyebutkan besaran preminya, Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI, Wayan Pariama, sempat menyinggung harga premi Rp300 ribu per tahun untuk wacana tersebut. Menurutnya, nominal tersebut tidak akan membebani masyarakat.
"Kalau wajib bakal gimana? Mungkin ada yang rasa ini jadi biaya beban tambahan. Tapi ini kan dibebankan bagi orang yang mampu beli mobil. masa beli asuransi Rp300 ribuan gak mampu?" ungkap Wayan, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.
Sebagai gambaran, tarif asuransi mobil yang berjalan dihargai kurang lebih sebesar 1% dari nilai pertanggungan untuk pertanggungan sampai 100 juta. Dan tarif ini makin murah jika uang pertanggungan yang dipilih makin besar.
Sementara itu, Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan, untuk preminya sendiri, ia menyarankan premi asuransi Rp50.000 per tahun untuk limit ganti rugi Rp5 juta per kejadian sampai Rp100.000 per tahun untuk limit ganti Rp10 juta per kejadian adalah angka yang ideal.
Baca Juga: Viral Mobil Xpander Tabrak Porsche dan Showroom, Ternyata Bisa Dicover Asuransi Lho! Asalkan...