Perjalanan Karier
Di tengah kesibukannya menempuh pendidikan, Teguh Karya memulai karir di bidang seni sebagai pemain drama pada pada 1957-1961. Saat itu, ia masih menggunakan nama lahirnya dan sering tampil di panggung dalam pementasan-pementasan yang diadakan oleh ATNI.
Kemudian pada 1968, Teguh yang masih menggunakan nama Steve Liem mendirikan bengkel teater, Teater Populer. Mengutip dari Tempo, dulu teater milik Teguh diberi nama Teater Populer Hotel Indonesia.
Pencantuman nama “Hotel Indonesia” terjadi karena ia sempat bekerja di Hotel Indonesia sebagai penata artistik panggung Hotel Indonesia. Namun, namanya berubah menjadi “Teater Populer” sejak ia tak lagi bekerja di hotel beken tersebut.
Teater Populer menjadi kebangaan Teguh Karya hingga akhir hayatnya sekaligus "kendaraan" seni yang berhasil melahirkan banyak aktor serta aktris kenamaan. Selain itu, teater ini juga berhasil memproduksi sejumlah drama, termasuk Pernikahan Darah (1971), Inspektur Jenderal, Kopral Woyzeck (1973), dan Perempuan Pilihan Dewa (1974).
Teguh pun mulai menapaki perjalanan kariernya di dunia film sejak melakukan tugas praktik penulisan skenario film-film semi dokumenter, pada Perusahaan Film Negara atau PPFN. Film pertama garapannya adalah film anak-anak, yang kemudian disusul dengan film Wadjah Seorang Laki-Laki pada 1971 sebagai penulis cerita, skenario, dan sutradara.
Baca Juga: Mengenal Sosok Yandy Laurens, Sutradara Film Sore yang Dijuluki 'Raja Drama Indonesia'
Dua tahun setelahnya, ia merilis Cinta Pertama, film yang membuka jalan gemilang dalam kariernya. Karya tersebut bukan hanya memberinya Piala Citra, tetapi juga mengawali perjalanan panjang Christine Hakim sebagai bintang besar Indonesia. Kesuksesan itu disusul oleh tiga film romansa lain seperti Ranjang Pengantin, Kawin Lari, dan Perkawinan dalam Semusim.
Puncak popularitas Teguh terjadi pada 1977 lewat film Badai Pasti Berlalu, adaptasi novel karya Marga T. Film ini berhasil menyedot perhatian lebih dari 200 ribu penonton saat penayangan perdana. Didukung musik ikonik dari Chrisye dan Berlian Hutauruk, film ini juga sukses meraih empat Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1977.
Dua tahun berselang, ia kembali mencuri perhatian lewat film sejarah November 1828, yang di mana berhasil meraih enam Piala Citra. Deretan karya penting pun menyusul, termasuk Di Balik Kelambu, Secangkir Kopi Pahit, Doea Tanda Mata, Ibunda, hingga Pacar Ketinggalan Kereta.
Tak hanya aktif di layar lebar, Teguh juga menyutradarai sejumlah sinetron, salah satunya Pulang (1987). Pada 1995, ia juga menggarap serial Alang-Alang, yang diproduksi bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Johns Hopkins University Population Communication Services.