Penggambaran Tokoh dan Kepekaan terhadap Realitas

Menurut pengakuannya dalam kuesioner David T. Hill (1977), sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, sekitar 80 persen tokoh dalam cerita-cerita Marga T terinspirasi dari orang-orang nyata di sekelilingnya.

Ia juga lebih sering memilih perempuan sebagai tokoh utama karena merasa lebih mudah memahami cara berpikir dan emosi mereka.

Kemampuan meramu cerita ini membuat novel-novelnya terus dicetak ulang dan disukai pembaca lintas generasi. Salah satu karyanya yang menonjol adalah Sekuntum Nozomi (2002–2006) yang mengangkat tragedi Mei 1998, menunjukkan keberaniannya membahas isu sosial sensitif.

Kehidupan Pribadi

Dikutip dari Tribunnews, Marga T menikah pada 1979 dengan seorang insinyur teknik kimia yang juga alumnus Universitas Trisakti.

Menariknya, pertemuan mereka bukan terjadi di kampus, tetapi saat Marga T melakukan perjalanan ke Eropa, perjalanan yang ia biayai dari kesuksesan novel Karmila.

Meski terkenal, ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Ia bahkan pernah mengatakan tidak ingin terlalu dikenal karena takut tidak bisa lagi bebas naik bus atau pergi ke bioskop.

Sosok Pekerja Keras dan Disiplin Tinggi

Marga T bukan hanya penulis berbakat, tetapi juga pekerja keras. Ia memiliki kebiasaan menulis empat hingga lima jam setiap hari, sebuah disiplin yang jarang dimiliki banyak penulis modern.

Ia juga dikenal sebagai pembaca yang rakus. Dalam sebuah wawancara, ia pernah berkata, ‘Masyarakat berhak memilih bacaan yang disukainya, tapi penulis tidak. Ia harus membaca tulisan siapa pun’.

Kalimat ini kemudian menjadi salah satu prinsip yang paling sering dikutip untuk menggambarkan dedikasinya.

Filmografi Singkat

Sejumlah karya Marga T juga berhasil menembus layar lebar dan menjadi bagian penting dalam sejarah film Indonesia. Novel Karmila lebih dulu diadaptasi menjadi film pada 1974 dan kembali difilmkan ulang pada 1981.

Kesuksesan serupa diraih oleh Badai Pasti Berlalu yang pertama kali difilmkan pada 1977 dan kemudian digarap kembali pada 2007.

Selain dua karya besar itu, beberapa novelnya seperti Bukan Impian Semusim (1981), Ranjau-Ranjau Cinta (1984), serta Saskia (1988) juga diangkat ke layar lebar, menunjukkan betapa kuat daya tarik kisah-kisahnya bagi dunia perfilman Indonesia.

Adaptasi ini tidak hanya memperluas jangkauan karyanya, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai penulis yang mampu diterjemahkan ke berbagai medium.

Penghargaan

Atas kontribusinya yang luar biasa, dikutip dari laman Kemendikbud RI, Marga T dianugerahi penghargaan sebagai Pelopor Penulisan Sastra Populer Indonesia pada 2015, sebuah pengakuan resmi atas dedikasi panjangnya di dunia literasi.

Akhir Hayat

Marga T berpulang pada 17 Agustus 2023, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI. Ia meninggal di Rumah Sakit Cabrini, Malvern, Australia, pada usia 80 tahun.

Kabar kepergiannya disampaikan oleh Gramedia Pustaka Utama, penerbit yang menerbitkan sebagian besar karyanya.

Meski telah tiada, warisan yang ditinggalkannya tetap hidup, yaitu ratusan cerita, puluhan novel, dan karakter-karakter kuat yang dikenang pembacanya hingga kini.

Baca Juga: Deretan Perempuan Inspiratif di Bidang Sastra