Ekonom Senior Faisal Batubara, alias Faisal Basri telah berpulang Kamis (5/9/2024), ekonom yang juga pendiri Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) (1995-2000) bersama sejumlah ekonom senior lainnya itu meninggal dunia di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta karena sakit jantung. Pihak keluarga telah mengkonfirmasi kabar duka itu. 

Pria kelahiran Bandung 6 November 1959 itu merupakan salah satu dari segelintir orang yang dengan lantang mengkritik hampir seluruh kebijakan pemerintahan Jokowi khususnya kebijakan-kebijakaan yang berkenaan dengan masalah ekonomi. 

Faisal pernah mengeritik dengan sangat keras program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni hilirisasi, dia menyebut program ini hanya menambah beban negara karena dibuat secara ugal-ugalan. Baginya hilirisasi hanya bikin utang negara membengkak. 

Dia bahkan menyebut hilirisasi adalah karpet merah untuk China mendominasi pasar Indonesia. Menurutnya  keuntungan dari kebijakan hilirisasi nikel yang dilakukan Indonesia justru lari ke China hingga 90%. Sedangkan sisanya sebesar 10% baru dinikmati Indonesia.

Hal itu bisa terjadi lantaran perusahaan smelter nikel yang beroperasi di Indonesia mayoritas berasal dari China. Dengan demikian, uang hasil penjualan dari hilirisasi nikel dibawa kembali ke China. Ditambah lagi, hilirisasi yang dilakukan di Indonesia baru sebatas produk Nikel Pig Iron (NPI) dan feronikel.

Baca Juga: Solid Dukung Ridwan Kamil, PKS Pastikan Sudah Move On dari Anies Baswedan

Merasa tak ada yang salah dengan argumennya, Faisal bakan menantang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk menggelar debat terbuka terkait hilirisasi nikel namun tantangan itu tak pernah ditanggapi. 

Tak hanya soal hilirisasi, dalam berbagai kesempatan Faisal juga mengkritik keras pertumbuhan ekonomi Indonesia era Jokowi, alih-alih membawa ekonomi Indonesia melejit, Jokowi kata Faisal justru bikin ekonomi negara tak bisa ke mana-mana, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan dan cenderung merosot. 

Di sisi lain Faisal juga berulang-ulang mengkritik perpajakan di negara ini, ketika pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Menurut dia, kenaikan itu hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah penerimaan negara.

Faisal menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga tidak adil. Sebab, pemerintah masih jor-joran memberikan banyak insentif fiskal kepada korporasi besar.

Selain mengeritik pemerintahan Jokowi lewat berbagai kesempatan wawancara dengan media massa, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, Sejarah Pemikiran Ekonomi itu juga aktif menulis pandangannya terkait perekonomian Indonesia lewat  blog pribadinya  faisalbasri.com dan saluran youtube pribadinya. 

Melawan Jokowi di Pilkada Jakarta 2012 

Faisal Basri yang merupakan cucu mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik itu memang sudah menggeluti masalah ekonomi sejak masih belia, kecintaan terhadap bidang ini ia perkuat dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan meraih gelar sarjana di sana, ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Amerika dan sukses merengkuh gelar 

Master of Arts (M.A.) dalam bidang ekonomi, Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika pada 1988.

Kendati lebih banyak berkecimpung di bidang ekonomi, namun Faisal tak menutup dirinya menjajal sektor lain, salah satunya adalah dunia politik. Peraih penghargaan Pejuang Anti Korupsi 2003 yang  diberikan oleh Masyarakat Profesional Madani (MPM) itu adalah salah satu pendiri Majlis Amanah Rakyat (MARA) yang merupakan cikal bakal Partai Amanat Nasional (PAN). 

Dari situlah, ia ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal PAN pertama pada 1998-2000. Faisal Basri memutuskan mundur dari PAN pada Januari 2001, namun tetap aktif di politik dengan mendirikan organisasi Pergerakan Indonesia. 

Langkah Faisal di dunia politik tak terhenti di organisasi politik saja, pada Pilkada Jakarta 2012 dia memilih maju menjadi salah satu calon gubernur, dia menggandeng  putra tokoh legendaris Betawi Benyamin Sueb yakni Biem Benyamin.

Baca Juga: Pandangan Tahir Soal Masifnya Pembangunan Infrastruktur di Era Jokowi

Pasangan ini maju lewat jalur indepen melawan pasangan petahana Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli, Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Hidayat Nur Wahid- Didik J Rachbini dan Alex Noerdin-Nono Sampono serta Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria. 

Namun dalam Pilkada yang berlangsung dua putaran itu, Faisal-Biem  tak mampu merengkuh kemenangan, singkatnya gelaran pesta demokrasi itu dimenangkan Jokowi-Ahok. 

Perjalanan Karier 

Meski sempat tersandung kegagalan di Pilkada Jakarta 2012, namun Faisal Basri nyatanya sukses mengukir karier mentereng di luar hingar bingar dunia politik Tanah Air. 

Namanya tercatat sebagai Junior Research Assistant di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1981. 

Ia juga sempat menjabat Wakil Direktur LPEM pada 1991 dan Direktur LPEM pada 1993. Di samping menjadi peneliti, putra berdarah Batak Mandailing ini juga aktif sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI.  Ia biasa mengajar Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi. 

Faisal Basri juga mengajar di Program Magister Akuntansi, Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (PNPM), dan Program Pascasarjana UI pada 1988-2024. 

Baca Juga: Anies Baswedan dan Penyesalan Terbesarnya Setelah Gagal Nyagub di Pilkada Jakarta

Di Fakultas Ekonomi UI, Faisal sempat menduduki beberapa posisi penting, seperti Kepala Departemen Ekonomi dan Studi Pembangunan UI periode 1995–1998. 

Ia juga ditunjuk sebagai Sekretaris Program pada Pusat Antar Universitas bidang Ekonomi Universitas Indonesia periode 1991–1998 dan Koordinator Bidang Ekonomi pada PAU Ekonomi UI periode 1989–1990 dan 1991–1993. 

Kepakaran di bidang ekonomi pernah mengantarkan Faisal Basri sebagai Pakar Ekonomi pada P3I DPR RI pada 1994–1995. Ia juga dipercaya sebagai Tenaga Ahli pada proyek di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Ditjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi pada 1995-1999. 

Semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Faisal Basri pernah ditunjuk sebagai tim ahli Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Itulah profil Faisal Basri, ekonom sekaligus Sekjen PAN pertama yang meninggal di usia 65 tahun.