Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri sempat memberi pesan terakhirnya untuk Presiden terpilih Prabowo Subianto. Pesan itu disampaikan Faisal Basri sepekan sebelum berpulang, pesan itu diunggah di saluran youtube pribadinya sebagaimana yang dilihat Kamis (5/9/2024). 

Dalam pesan terakhirnya itu Faisal masih tetap konsisten menyoroti masalah perekonomian di negara ini, dia meminta kepada Prabowo untuk tidak menambah beban negara dengan kembali menambah utang atas nama apapun, sebab utang yang  terus menggunung hanya menyengsarakan rakyat, generasi muda yang tak tahu apa-apa mesti menanggung beban utang negara yang mesti dilunasi dalam beberapa tahun ke depan. 

Baca Juga: Mengenal Sosok Faisal Basri, Ekonom Senior Pengkritik Pemerintah Jokowi

"Saya prihatin dan oleh karena itu kita harus bersuara terus. Saya kasihan sama generasi muda. Generasi kami yang meminjam tapi generasi muda yang harus membayar karena jatuh tempo utangnya itu 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun," kata Faisal Basri.

Faisal mengatakan, di tahun pertama pemerintahan Prabowo, Presiden ke-8 RI itu langsung memikul beban berat utang negara yang dipinjam di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengklaim sekitar Rp800 utang negara segera jatuh tempo di tahun depan, dan itu mesti dilunasi Prabowo. 

"Karena tahun depan itu puncak jatuh tempo kira-kira Rp 800 triliun," kata dia.

Tak hanya soal utang, cucu mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik itu juga meminta Prabowo tak jor-joran menggunakan anggaran negara untuk membangun infrastruktur. Itu disampaikan Fasal untuk merespons pernyataan Prabowo yang mengaku bakal membangun jalan tol di seluruh wilayah Indonesia. Bagi Faisal Basri tak semua daerah di Indonesia siap dan cocok dengan pembangunan jalan tol, hal ini telah terbukti di era Jokowi. 

"Faktanya di era Jokowi infrastruktur dibangun, tapi logistic performance index kita terjun bebas dari peringkat 40-an, menjadi 60-an," kata dia.

Faisal mengatakan dirinya tidak anti pembangunan infrastruktur. Nyatanya Indonesia memang membutuhkan hal tersebut. Namun, dia meminta pemerintah tidak meniru pembangunan infrastruktur di China, Amerika Serikat atau Eropa. Dia mengatakan kondisi geografis wilayah tersebut sangat berbeda dengan Indonesia yang merupakan negara maritim.

Baca Juga: Pandangan Tahir Soal Masifnya Pembangunan Infrastruktur di Era Jokowi

"Mereka negara kontinental, infrastruktur yang dibutuhkan berbeda dengan negara maritim dan kepulauan, harusnya yang menjadi tumpuan adalah transportasi laut," kata dia.