Karier di Bidang Jurnalistik

Sepulang dari studinya di University of New South Wales, Meutya Hafid memulai karier jurnalistik di Metro TV pada awal 2000-an. Sebagai reporter muda, ia banyak mendapat pengalaman penting, termasuk meliput tragedi tsunami Aceh. 

Namun, puncak pengalamannya terjadi pada 2005 saat ditugaskan ke Irak untuk meliput pemilu bersama juru kamera Budiyanto. Dalam perjalanan tersebut, keduanya sempat diculik dan disandera kelompok milisi Mujahidin selama tujuh hari, sebelum akhirnya dibebaskan. Peristiwa itu menjadi pengalaman yang tak terlupakan sekaligus membuat nama Meutya semakin dikenal publik.

Dedikasinya di dunia jurnalistik juga berbuah sejumlah penghargaan bergengsi. Pada 2007, ia meraih Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O’Neill dari Pemerintah Australia. Setahun kemudian, ia dianugerahi Alumni Award for Journalism and Media dari Pemerintah Australia. 

Sementara pada 2012, Meutya dinobatkan sebagai salah satu Tokoh Pers Inspiratif Indonesia versi Mizan. Ia menjadi satu-satunya perempuan sekaligus yang termuda di antara lima tokoh pers yang terpilih kala itu.

Baca Juga: Mengenal Sosok dan Perjalanan Karier Maman Abdurrahman, Menteri UMKM Kabinet Merah Putih

Karier di Bidang Politik

Langkah awal Meutya Hafid di dunia politik dimulai pada 2009. Saat itu, ia diajak politisi senior Partai Golkar, Burhanudin Napitupulu, untuk bergabung sekaligus maju sebagai calon legislatif dari Dapil I Sumatra Utara, meliputi Kota Medan. Meski berhasil mencuri perhatian, usahanya belum membuahkan kursi di Senayan.

Tak menyerah, Meutya mencoba peruntungannya di Pilkada Binjai 2010 dengan maju sebagai calon wakil wali kota mendampingi H. Dhani Setiawan Isma. Namun, pasangan ini belum berhasil memenangi kontestasi tersebut.

Keberuntungan akhirnya datang di tahun yang sama. Setelah Burhanudin Napitupulu wafat, Meutya dipercaya menggantikannya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Golkar.