Hobi Bermain Musik dan Bersepeda
Prof. Uut dikenal pendiam, namun persuasif, dengan hobi bermain piano dan bersepeda. Dikutip dari website pribadinya, ia mulai belajar piano klasik di Sekolah Musik Malaysia, Kuala Lumpur, pada 1971–1974, ketika sang ayah bertugas di University of Malaya.
Di sana, ia juga mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam konser pertamanya. Setelah kembali ke Indonesia, ia melanjutkan les privat piano dengan Bu Elen Santosa (1974–1978) dan Bu Magda Hasan (1978–1986), hingga menamatkan ujian Grade 8 dari The Royal College of Music, London, yang diselenggarakan di Semarang dan Surabaya.
Selain piano, ia menekuni Yamaha Electone di Sekolah Musik Crescendo, Yogyakarta, dan aktif sebagai guru electone (1982–1984) sekaligus pengiring piano paduan suara. Beberapa festival musik yang diikutinya menghasilkan prestasi, antara lain melalui penampilan lagu Star Wars, Aku Melangkah Lagi, dan pementasan Night Birds (Shakatak) bersama Band Crescendo.
Meski menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM, semangatnya untuk bermain musik tidak surut. Melalui band Surya Kartika Enterprise (SKE) dengan aliran Art Rock, ia menjadi pemain keyboard pada 1985–1987. Saat ini, band SKE kembali aktif tampil di Yogyakarta sejak 2017, termasuk konser pada 30 April dan 17 September.
Musik klasik tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan kariernya. Kesempatan studi tingkat master di London dan doktoral di Umea, Swedia, dimanfaatkannya untuk menyalurkan hobi melalui Lunch Concert dan berbagai penampilan lain.
Konser klasik juga menjadi bagian dari atmosfer Fakultas Kedokteran sejak kepemimpinan Dr. Radjiman, yang secara rutin menghadirkan pemain berkaliber internasional bekerja sama dengan Karta Pustaka. Bermain bersama orkestra selalu menjadi impiannya, dan pada 2015 impian itu terwujud saat ia tampil sebagai pianis dalam lagu Janji Suci bersama Gadjah Mada Chamber Orchestra (GMCO).
Dikutip dari theconversation.com, ia juga pernah menggelar konser tunggal Life, Passion, and Music (2018), dan seluruh hasilnya disumbangkan ke Yayasan Kanker Indonesia.
Tak hanya musik, bagi Prof. Uut, bersepeda bukan sekadar hobi untuk menjaga raga tetap bugar. Aktivitas itu telah menjelma menjadi cermin perjalanan hidup dan karier ilmiahnya. Setiap kayuhan mengingatkannya bahwa jalan yang ditempuh tak selalu mulus.
Ada saat-saat ketika ia harus menghadapi ‘tanjakan’ tantangan penelitian, keraguan publik, hingga perjalanan panjang membangun kepercayaan ilmiah. Ada pula ‘turunan’, momen lega ketika setiap usaha menemukan titik terang. Dari pengalaman itulah lahir filosofi yang ia pegang teguh.
“Kadang-kadang hidup ada tanjakan, ada turunan, tapi semuanya akan baik-baik saja jika kita terus mengayuh,” ungkap Prof. Uut.
Aktif Menulis Buku
Dikutip dari Wikipedia, Prof. Uut diketahui pernah menulis beberapa buku yang mencerminkan perjalanan hidup dan pemikirannya, di antaranya ‘Adi Utarini – Akademisi yang Merayakan Musik’, yang menonjolkan bagaimana musik dan akademik saling terintegrasi dalam kehidupannya.
Kemudian, ‘Tak Kenal Maka Tak Sayang’ sebuah panduan lengkap tentang penelitian kualitatif dalam pelayanan kesehatan, serta buku Pengayaan Ilmu Kedokteran untuk Mengatasi Masalah Klinis dan Kesehatan Masyarakat, yang menguraikan pengalaman praktisnya selama 30 tahun di UGM.
Buku-buku tersebut tidak hanya menjadi sumber inspirasi akademik, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk berbagi pengalaman humanis dan sosial kepada masyarakat.
Kunci Semangat
Perjalanan akademik dan riset Prof. Uut tidak hanya ditopang oleh kecerdasan dan kerja keras, tetapi juga oleh dukungan keluarga yang menjadi sumber kekuatan utamanya. Ia percaya bahwa keberhasilan seseorang tidak pernah berdiri sendiri, melainkan tumbuh dari kehadiran orang-orang terdekat yang memberikan energi, ketenangan, dan semangat.
Kehidupan Prof. Uut sempat diguncang oleh kehilangan besar ketika suaminya, Dr. Iwan Dwiprahasto, yang juga merupakan dosen di UGM, meninggal dunia akibat COVID-19. Peristiwa tersebut menjadi salah satu titik paling kelam dalam hidupnya.
Namun, dari duka itu pula lahir refleksi mendalam yang memperkuat kedekatannya dengan Tuhan, sekaligus mendorongnya menulis artikel ilmiah dan buku biografi tentang perjalanan hidupnya bersama sang suami. Karya tersebut ia harapkan dapat memberi makna dan pelajaran bagi orang banyak.
"Almarhum suami saya itu juga dosen. Dan dia sangat mendukung saya. Kami suka belajar. Waktu saya mengambil pendidikan di luar negeri, itu kami bisa jalani LDR. Dan anak saya sangat pengertian dengan kedua orangtuanya. Saya suka membawa anak saya itu ke mana-mana, ketika mengajar, waktu dia masih kecil dulu," ungkapnya.
Selama suaminya masih hidup, Prof. Uut merasakan kedekatan yang tidak terputus meski kerap dipisahkan oleh jarak dan kesibukan. Suami dan anaknya adalah support system yang tak ternilai, hadir sebagai penyemangat di setiap langkah karier dan kehidupan.
Kehilangan itu menjadi pukulan berat baginya. Namun, kenangan baik dan cinta keluarganya tetap menjadi pijakan kuat yang membuatnya terus melangkah, berkarya, dan menginspirasi banyak orang.
Pesan untuk Perempuan Indonesia
Dikutip dari laman BRIN, Prof. Uut menekankan pentingnya keseimbangan hidup perempuan, antara menguatkan diri sendiri, menjaga keluarga, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baginya, perempuan memiliki daya tahan luar biasa yang bisa menjadi bekal untuk meraih prestasi sekaligus menjalankan peran keluarga.
“Perempuan itu harus punya Triple M. Pertama adalah menguatkan diri sendiri, menjaga keluarga, dan bermanfaat bagi masyarakat melalui karir atau kiprah yang dijalankannya,” ungkap Prof. Uut.
Baca Juga: Mengenal Sosok Pratiwi Sudarmono, Ilmuwan Indonesia yang Nyaris Mengangkasa