Di tengah krisis iklim dan darurat limbah global, tanggal 16 Juni diperingati sebagai World Refill Day, sebuah momentum penting yang mendorong konsumen, pelaku industri, hingga pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap kemasan sekali pakai.
Praktik isi ulang kini diangkat sebagai solusi nyata menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan, sekaligus langkah kecil dengan dampak besar, yakni membawa kembali, mengisi ulang, dan menggunakan kembali.
Merespons urgensi tersebut, L’Oréal Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap keberlanjutan melalui kampanye ‘Join the Refill Movement’.
Di tengah meningkatnya kesadaran akan isu fast beauty dan dampaknya terhadap lingkungan, gerakan ‘Join the Refill Movement’ ini menjadi salah satu inisiatif strategis untuk mendorong budaya konsumsi yang lebih sadar lingkungan di industri kecantikan, menjadikan isi ulang bukan sekadar tren, tetapi bagian dari norma baru.
"Refill mungkin terdengar biasa, tapi bagaimana kita bisa mendorong gerakan ini lebih jauh? Apalagi di industri beauty yang sekarang makin concern dengan isu fast beauty. Sebagai pencinta atau penikmat produk kecantikan, kita bisa ambil bagian dalam perubahan dengan langkah kecil seperti memilih refill. Itulah yang ingin kami suarakan melalui gerakan ini," ujar Melanie Masriel, Chief of Corporate Affairs, Engagement, & Sustainability L’Oréal Indonesia, saat press conference ‘L’Oreal Beauty That Moves: Join The Refill Movement’, yang digelar di L'Oréal Indonesia Head Office, DBS Bank Tower, Jakarta, belum lama ini.
Melalui program global L’Oréal for the Future yang resmi diluncurkan pada tahun 2020, kata Melanie, L’Oréal menetapkan roadmap ambisius menuju keberlanjutan. Namun, akar dari komitmen ini sebenarnya telah dimulai sejak lama.
“Branding L’Oréal for the Future memang baru dimulai tahun 2020, tapi prinsip keberlanjutan sudah kami pegang sejak 1979,” jelas Melanie.
“Kami sudah melakukan audit sosial, menciptakan laboratorium khusus produk berkelanjutan, bahkan di tahun 2009 kami mengembangkan metode pengujian kulit alternatif untuk menggantikan animal testing,” sambung Melanie.
Lebih lanjut, Melanie menuturkan, komitmen ini tidak sekadar janji. L’Oréal telah meraih berbagai penghargaan global seperti triple A dari CDP untuk kategori iklim, hutan, dan air selama sembilan tahun berturut-turut, serta platinum rating dari EcoVadis. Di Indonesia sendiri, kata Melanie, L’Oréal juga menerima penghargaan dari Asosiasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (ALAK) atas upaya dalam pengelolaan limbah.
Empat Pilar Komitmen L’Oréal di 2025
Melanie melanjutkan, dengan semangat evaluasi dan penyederhanaan, L’Oréal telah merumuskan kembali langkah-langkah strategisnya menuju 2030 ke dalam empat pilar utama. Menurutnya, setiap pilar mencerminkan visi yang utuh, tidak hanya menjaga bumi, tetapi juga memberdayakan manusia di dalamnya.
Salah satu pilar utama adalah komitmen terhadap transisi iklim. Di tengah krisis iklim yang semakin mendesak, L’Oréal terus mengembangkan inovasi yang mendukung penggunaan bahan-bahan terbarukan serta berfokus pada pengurangan emisi karbon.
“Langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab untuk tidak hanya memproduksi kecantikan, tetapi juga menjaga agar prosesnya tidak merugikan lingkungan,” ujar Melanie.
Komitmen selanjutnya, sambung Melanie, yakni berakar pada penghormatan terhadap alam. L’Oréal memahami bahwa keberlangsungan hidup manusia sangat tergantung pada keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, praktik sumber daya yang berkelanjutan serta perlindungan terhadap air dan regenerasi lahan menjadi bagian penting dari strategi mereka.
“Meskipun perusahaan tidak secara langsung beroperasi di semua wilayah terdampak, kepedulian terhadap keberlanjutan alam menjadi prinsip yang dijunjung tinggi,” paparnya.
Namun, keberlanjutan bagi L’Oréal bukan hanya tentang alam. Melanie pun menekankan pentingnya peran manusia dalam ekosistem keberlanjutan.
“Kami percaya bahwa keberlanjutan tidak hanya soal lingkungan, tapi juga komunitas. Keduanya berjalan beriringan,” ungkapnya.
Baca Juga: L’Oréal Indonesia Rayakan Inovasi melalui Dermatologi dengan Hair & Skin Research Grant 2024
Menurut Melanie, dari penciptaan lapangan kerja hingga memastikan upah layak, L’Oréal berupaya membangun ekosistem sosial yang mendukung kehidupan yang lebih baik bagi semua.
“Komitmen sosial ini juga tercermin dalam berbagai inisiatif yang dijalankan oleh brand-brand L’Oréal. Misalnya, L’Oréal Paris dengan kampanye Stand Up melawan pelecehan di ruang publik, Maybelline melalui Brave Together yang fokus pada kesehatan mental, serta YSL Beauty lewat program Abuse is Not Love untuk mencegah kekerasan dalam hubungan. Sementara itu, Kérastase meluncurkan Power Talk, sebuah inisiatif yang bertujuan membangun kepercayaan diri di kalangan perempuan muda,” terang Melanie.
Selain itu, sebagai bagian dari komitmennya terhadap keberlanjutan yang inklusif, L’Oréal juga terus mendorong ketahanan perempuan melalui berbagai inisiatif pelatihan, program pemberdayaan, dan dukungan nyata terhadap para pengusaha perempuan di berbagai penjuru dunia.
Upaya ini tidak hanya membuka akses terhadap keterampilan dan peluang ekonomi, tetapi juga membangun fondasi kepercayaan diri serta kemandirian bagi perempuan agar mampu menghadapi tantangan sosial maupun ekonomi di lingkungannya.
Melalui keempat pilar ini, lanjut Melanie, L’Oréal tak hanya membangun merek yang berdaya saing tinggi, tetapi juga meneguhkan diri sebagai perusahaan yang sadar akan dampak sosial dan ekologis dari setiap langkah bisnisnya.
Menariknya, keberlanjutan di L’Oréal bukan hanya sebuah program pelengkap, melainkan bagian dari kinerja inti perusahaan.
“Setiap aktivitas keberlanjutan kami masuk ke dalam KPI, bahkan berpengaruh pada bonus karyawan. Di level entry sekalipun, 10% dari bonus dipengaruhi oleh hasil kinerja sustainability,” kata Melanie.
Dengan roadmap yang mencakup 26 inisiatif, dari pengurangan emisi CO2, efisiensi transportasi, hingga pengelolaan limbah, L’Oréal pun menunjukkan bahwa bisnis bisa berkembang sekaligus menjaga bumi dan masyarakat.
“Tujuan kami sederhana, yakni dampak lingkungan seminimal mungkin, dampak sosial semaksimal mungkin,” tutup Melanie.