Banyak orang beranggapan bahwa anak seorang konglomerat besar akan langsung menempati posisi strategis di perusahaan keluarga. Namun, Ir. Ciputra, pendiri Ciputra Group, justru memilih jalan berbeda untuk mendidik anak-anaknya.

“Banyak yang bertanya kenapa saya harus repot-repot merangkul anak untuk bekerja dari nol di perusahaan baru. Bukankah saya sudah punya perusahaan yang cukup besar? Pengusaha besar lain akan mengajak generasi selanjutnya untuk bergabung dan melanjutkan usaha. Kenapa anak-anak tidak dimasukkan saja langsung ke perusahaan yang sudah jadi? Setidaknya di sister company,” terang Ciputra, dalam buku biografinya yang bertajuk The Passion of My Life karya Alberthiene Endah, sebagaimana dikutip Olenka, Kamis (17/7/2025).

Bagi Ciputra, mentoring yang ideal adalah dengan melibatkan anak-anaknya sejak tahap paling awal. Ia menekankan pentingnya membangun fondasi kekuatan melalui pengalaman merintis, bukan sekadar mewarisi.

“Nah, begini, saya ingin melakukan mentoring yang benar-benar dari akar pada anak-anak saya. Jangan mereka mengepakkan sayap di dahan pohon yang sudah tinggi,” jelasnya.

“Mereka harus benar-benar terlibat sejak benih disemai agar kekuatan mereka dalam menjalankan usaha memiliki fondasi yang kuat karena semua berdasarkan pengalaman,” Samsung dia.

Pendekatan tersebut juga lahir dari refleksi mendalam Ciputra selama puluhan tahun membangun Jaya Group dan Metropolitan Group. Dua perusahaan itu sepenuhnya dipimpin oleh profesional, sementara anak-anak pemegang sahamnya sibuk mengurus usaha masing-masing.

“Sepanjang 20 tahun bergumul di dunia properti, saya merasa sudah berbuat banyak untuk orang lain. Saya bisa memelopori sesuatu, berkembang, dan akhirnya berbuah cahaya bagi orang banyak. Lantas, apa yang saya pelopori untuk keluarga saya sendiri?” katanya.

Melalui langkah ini, kata Ciputra, dirinya ingin memberikan kepada anak-anaknya kesempatan yang sama seperti yang diberikan kepada rekan-rekan profesionalnya di perusahaan.

“Saya ingin berbuat hal yang sama untuk anak-anak saya. Memelopori suatu usaha yang bisa mereka tumbuhkan sangatlah penting, dan saya tidak meninggalkan Jaya Group dan Metropolitan Group dengan menjual saham-saham saya. Sama sekali tidak! Saya tetap mencintai dua grup tersebut dan terus memberikan perhatian yang berlimpah,” paparnya.

Baca Juga: Alasan Ciputra Tak Mau Anak-anaknya Hanya Menumpang di Ciputra Group: Sukses Itu Dibangun, Bukan Diberikan!

Membangun Perusahaan Keluarga dari Nol Bersama Anak dan Menantu

Banyak orang mengenal Ciputra sebagai konglomerat properti Indonesia. Namun, di balik kesuksesan besar tersebut, terdapat kisah menyentuh tentang bagaimana ia merintis PT Ciputra Housing Indonesia (CHI) bersama anak-anak dan menantunya dari nol, meski saat itu modal terbatas dan usianya sudah memasuki kepala lima.

Dikisahkan Ciputra, pada awal berdirinya, PT CHI belum melibatkan semua anak-anaknya. Kata dia, Junita, Candra, dan Cakra masih menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Hanya Rina, putri sulungnya, yang sudah berada di Jakarta.

Adapun,Rina menyelesaikan gelar Bachelor of Commerce dari University of Auckland, New Zealand, lalu melanjutkan MBA di Claremont Graduate University, Los Angeles, sebelum pulang ke Indonesia pada 1981.

Setahun kemudian, Rina menikah dengan teman lamanya, Budiarsa Sastrawinata, yang juga baru pulang dari Inggris dengan gelar Higher National Diploma dari Willesden College of Technology, London, serta Bachelor di bidang teknik sipil dari Plymouth Polytechnic.

Kata Ciputra, Budiarsa sudah bekerja di Jaya Group, terlibat aktif dalam proyek Bintaro Jaya mulai dari pembebasan lahan hingga persiapan pembangunan hunian. Ciputra pun merasa lega memiliki keduanya sebagai pejuang awal PT CHI.

“Saya mempunyai harapan besar terhadap Rina. Tahun 1977, di usia 22 tahun, putri sulung saya ini sempat bekerja di PT Metropolitan Development sebagai asisten manajer marketing ketika kami sibuk memulai proyek Pondok Indah. Ia disiplin dan cukup tekun. Saya sengaja mengajaknya hadir di rapat-rapat direksi agar ia belajar dari pembicaraan yang saya lakukan dengan pihak-pihak penting,” tuturnya.

Ketika PT CHI resmi berdiri, Ciputra memercayakan posisi Presiden Direktur kepada Rina, sementara Budiarsa membantu secara informal karena masih resmi bekerja di Jaya Group. Ciputra juga mengajak Henk Wangitan, keponakannya, untuk bergabung sebagai General Manager.

“Rina, Budiarsa, Henk, mulai sekarang kalian belajar secara langsung pada saya. Saya juga pernah seusia kalian dan tidak ada yang menjadi mentor saya. Sekarang, saya sendiri yang akan menjadi mentor kalian. Kita akan menjadi developer,” kata Ciputra tegas.

Ciputra bilang, saat itu mereka bahkan belum memiliki kantor dan kerap berdiskusi di rumah Ciputra di Slipi.

Kemudian, ia juga memberi pesan kepada ketiga anak lainnya yang masih kuliah di Amerika, bahwa kelak mereka akan bergabung dan membantu membangun perusahaan keluarga ini. Di tahun-tahun awal, Rina menjadi ujung tombak bersama sang ayah. Sontak, momen tersebut pun begitu berkesan bagi Ciputra.

“Jika ditanya bagaimana perasaan saya saat itu, sejujurnya harus saya akui, saya bergetar. Ini proyek yang unik dan pasti akan menghadirkan tantangan khas tersendiri,” ungkapnya.

Saat mendirikan PT CHI, Ciputra mengaku menghadapi kenyataan bahwa modal mereka saat itu sangat terbatas. Usianya pun sudah memasuki 51 tahun. Namun, semangatnya untuk membangun masa depan anak-anaknya tak pernah surut, meski ia sadar risiko memimpin bisnis keluarga tidaklah mudah.

“Jangan salah, modal kami sangatlah kurang saat itu. Dan usia saya sudah 51 tahun. Dengan keadaan itu, saya memimpin anak-anak sendiri. Seorang Ciputra yang galak dan sangat tegas ini, apakah akan mampu mendayung perusahaan yang dipimpin oleh anak-anaknya sendiri? Who knows. Tapi saya optimis bisa,” tuturnya jujur.

Namun, bagi Ciputra, membangun perusahaan keluarga bukan hanya soal strategi bisnis, melainkan juga tentang mendidik generasi penerus dengan kebijaksanaan.

“Saya tahu membina dan membesarkan perusahaan keluarga pastilah diwarnai kemudahan, tapi juga ada risikonya. Persoalan psikologi akan mewarnai tumbuh kembang sebuah perusahaan keluarga,” katanya.

Menurutnya, saat mendirikan perusahaan tersebut, ia berperan ganda, yakni sebagai pemimpin, pengayom, guru, sekaligus ayah.

“Inilah tantangan yang siap saya hadapi. Sebab, di perusahaan ini, selain berfungsi sebagai pemimpin dan pengayom, saya juga berperan sebagai ayah sekaligus guru bagi mereka. Sebuah peran yang dituntut untuk memiliki kebijaksanaan yang khas,” pungkasnya.

Baca Juga: Sekolah Kehidupan ala Ciputra: Membesarkan Anak Lewat Perjuangan, Bukan Pemberian