Sastrawan sekaligus Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Anton Kurnia menilai banyak penulis dan sastrawan Indonesia sudah sangat layak mendapat penghargaan Nobel Sastra, hanya saja untuk meraih penghargaan paling bergengsi di dunia kesusastraan itu, banyak sekali hambatan yang merintangi. 

Menurut Anton, penganugerahan Nobel Sastra tidak semata-mata berbicara kualitas sebuah karya tulis, namun hal ini tidak terlepas dari intrik politik sastra, hal ini yang membuat penulis-penulis Indonesia sukar merengkuh penghargaan tersebut. 

 Baca Juga: Sudah Tak Jadi Petugas Partai, PDI-P Desak Jokowi Kembalikan KTA

“Penganugerahan Nobel Sastra itu juga tidak terlepas dari soal politiknya. Jadi kadang-kadang tidak semata-mata karya, tetapi juga ada kaitan dengan politik sastra,” kata Anton dilansir Olenka.id Kamis (5/12/2024). 

Rintangan kedua yang menghambat penulis Indonesia menuju panggung internasional lewat Nobel Sastra ini adalah minimnya karya tulis yang diterjemahkan dalam bahasa asing. 

Sebagai penulis yang ingin karya-karyanya mendapat atensi dunia internasional, penulis ataupun sastrawan kata Anton mesti berani menerjemahkan karya-karya mereka dalam berbagai bahasa asing. 

Lewat cara ini karya anak bangsa lebih mudah dan berpeluang besar dilihat dunia internasional, karya mereka dapat dinikmati pecinta sastra dunia. Menurut Anton, menerjemahkan karya tulis dalam bahasa asing adalah ajang promosi paling efektif menuju panggung yang lebih besar. 

“Salah satu problemnya adalah tidak terlalu banyak karya penulis Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa asing. Betapa pentingnya menerjemahkan karya penulis-penulisnya ke dalam bahasa asing sehingga itu bisa dibaca secara lebih luas, kemudian mendapat apresiasi yang luas juga, kritik yang baik, dan kemudian bisa diperhatikan lebih luas sehingga bisa mendapatkan, misalnya antara lain, penghargaan sastra, termasuk Nobel Sastra,” turunya. 

Penulis Indonesia yang Layak Sabet Nobel Sastra

Menurut Anton Kurnia novelis sekaligus penulis kawakan Eka Kurniawan adalah salah satu orang Indonesia yang paling layak menerima penghargaan bergengsi Nobel Sastra.  

Menurut Anton, Eka Kurniawan adalah penulis besar yang sejumlah karyanya sudah mendunia bahkan sudah diterjemahkan lebih dari 30 bahasa di dunia termasuk bahasa Swedia yang menjadi negara asal penghargaan nobel sastra. Anton bilang, sudah saatnya karya-karya Eka Kurniawan menjadi perhatian publik internasional. 

Selain karena sosoknya yang sudah sangat populer di mata penikmat sastra dunia, Eka Kurniawan, kata Anton layak diberi nobel sastra karena kualitas karyanya. Penulis ‘Cantik itu Luka’ tersebut lanjut Anton tak hanya berkutat pada karya tulis seputar kehidupan asmara atau romantisme percintaan semata, namun ia merambah berbagai isu yang menjadi perhatian global termasuk masalah lingkungan hidup yang digarap dengan penuh kesungguhan dan disajikan lewat karya-karya sastra yang ciamik.  

Baca Juga: Effendi Simbolon Didepak PDI-P, Jokowi: Emang Kenapa Kalau Kami Bertemu?

“Menurut saya pribadi yang layak mendapatkan Nobel Sastra adalah Eka Kurniawan,” ucapnya. 

Tanpa ada maksud mengesampingkan penulis-penulis lain di Indonesia yang juga punya segudang karya mentereng, bagi Anton, Eka Kurniawan adalah satu-satunya penulis yang berada di level berbeda, posisinya tak bisa disetarakan dengan penulis lainnya.

Terpilih menjadi salah satu Global Thinkers of 2015 dari jurnal Foreign Policy pada tahun 2016 dan menjadi penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize adalah bukti pengakuan dunia internasional pada kehebatan Eka Kurniawan. 

“Dia sudah mendapatkan berbagai penghargaan termasuk penghargaan kelas dunia. Jadi saya kira ini salah satu penantang paling menarik untuk penghargaan nobel sastra dari Indonesia,” ujar Anton. 

Sekedar info, Nobel Sastra adalah penghargaan paling bergengsi yang diberikan kepada para penulis, penyair atau mereka dengan karya penulisan yang dianggap luar biasa. Karya yang diberi penghargaan Nobel Sastra bisa berupa novel, kumpulan puisi, hingga biografi.

Ajang penghargaan ini sudah dilaksanakan secara rutin setiap tahun dan sudah berlangsung sekitar 120an tahun. Di masa lampau, sejumlah nama penulis Indonesia sempat masuk menjadi nominator peraih penghargaan tersebut seperti Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis dan Kuntowijoyo, namun ketiga nama itu masih belum beruntung.