Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan bahwa rencana pembangunan sarana dan prasarana wisata alam di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo dijalankan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan mengedepankan prinsip perlindungan satwa dan ekosistem.

Sebelumnya, muncul keresahan di publik terkait rencana pembangunan yang dilakukan oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) akan mengganggu kelestarian Komodo sebagai satwa endemik dan Pulau Padar sebagai bagian dari Warisan Dunia UNESCO. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Krisdianto, menegaskan bahwa PT KWE telah mengantongi izin.

Baca Juga: Jawaban Artha Graha atas Isu Proyek Pariwisata di Pulau Padar

"PT KWE merupakan pemegang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA/PB-PSWA) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.796/Menhut-II/2014 tanggal 23 September 2014 seluas 426,07 ha di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Di Pulau Padar, rencana pengembangan terbatas pada ±15,37 ha atau sekitar 5,6% dari total 274,13 ha konsesi. Pengembangan sarpras dibagi dalam 7 (tujuh) blok, dan akan dilakukan dalam 5 (lima) tahapan Pembangunan," ujarnya pada Senin (15/9/2025).

Dia melanjutkan, pembangunan pondasi (sekitar 148 tiang) di Pulau Padar dilakukan PT KWE pada akhir 2020–awal 2021. Namun, pembangunan tersebut dilakukan sebelum adanya arahan penyusunan dokumen Environmental Impact Assessment (EIA). Setelah arahan resmi disampaikan oleh Dirjen KSDAE pada Juni 2022, pembangunan dihentikan dan tidak dilanjutkan hingga proses penyusunan EIA selesai.

Konsultasi Publik EIA

PT KWE telah menyusun dokumen EIA dengan melibatkan tim ahli lintas disiplin dari IPB, serta melakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo bersama pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi.

Beberapa rekomendasi penting hasil konsultasi publik yang wajib diperhatikan PT KWE antara lain:

  • Beberapa jenis dan sejumlah sarana wisata perlu digeser dan atau dikurangi jumlahnya terutama pada Blok 1 sampai dengan 6 hingga maksimal sarana terbangun 9-10% untuk menghindari overlap dengan komodo dan atau sarang komodo dan atau pohon;
  • Pembangunan jalan sedapat mungkin elevated dan tidak menebang pohon;
  • Perlu diperhatikan keberadaan sarang komodo pada radius 10 m terbebas dari areal terbangun untuk keamanan dan kenyamanan tamu;
  • Membangun kemitraan dengan mitra-mitra industri pariwisata yang ada di Labuan Bajo maupun pihak-pihak lain seperti perguruan tinggi dan sekolah pariwisata;
  • Mengimplementasikan Rencana Operasional yang telah dibuat dan memperbarui sesuai situasi dan kondisi terkini.

Sementara itu, terdapat perjanjian kerja sama antara Balai Taman Nasional Komodo dan PT Palma Hijau Cemerlang No.PKS.38/T.17/TU/KUM.3.1/10/2024 dan Nomor 001/P.X/OP-PHC/18/2024 tanggal 18 Oktober 2024 dalam rangka mendukung pengelolaan TN Komodo dalam aspek perlindungan dan pengawasan kawasan, pengawetan flora dan fauna, pemulihan ekosistem, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan. Sebagai implikasi, PT Palma Hijau Cemerlang (PHC) akan membangun mess karyawan.

"Terkait hal itu, dapat saya sampaikan bahwa bangunan nonpermanen dengan bahan dari kayu (balok dan papan) sehingga ramah lingkungan dan berfungsi mendukung pengelolaan TN Komodo. Bangunan tersebut digunakan untuk tempat berteduh/menginap karyawan sehingga dalam melakukan kegiatan pengamanan kawasan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Bangunan tersebut juga tidak berfungsi komersial," tegas Krisdianto.

Menurutnya, karena bersifat nonpermanen dan berada di dekat lokasi kantor Seksi yang juga mendukung pengelolaan TN Komodo, tidak diperlukan lagi dokumen EIA/Amdal/UKL-UPL, cukup dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) TN Komodo yang telah disusun.

Kondisi Populasi Komodo

Berdasarkan monitoring Balai TN Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP), Khususnya jika melihat data estimasi populasi dan nilai standard error, maupun rentang kepercayaan CI 95% sebenarnya di Pulau Padar dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, Kemenhut menyimpulkan bahwa kondisi populasi Komodo di Pulau Padar stabil dengan tidak terdapat indikasi penurunan populasi. Data tahun 2025 bahkan menunjukkan indikasi peningkatan populasi meski pengungkapan data hasil monitoring tahun 2025 ke publik masih menunggu hasil analisis keseluruhan.

Kemenhut juga menekankan adanya manfaat ekonomi dari pengelolaan wisata alam di kawasan TN Komodo. Saat ini terdapat 218 masyarakat dari Kampung Rinca, Kerora, Komodo, Papagarang, Mesah, dan Labuan Bajo yang terlibat langsung sebagai pemandu wisata, penyedia makanan, minuman, dan souvenir. Secara regional, ekowisata di Labuan Bajo mendorong berkembangnya 4.572 lapangan kerja sektor pariwisata, 113 hotel/penginapan, 89 usaha makanan dan minuman, serta 537 kamar kapal wisata.

"Kementerian Kehutanan memastikan bahwa setiap tahapan pembangunan resort di Pulau Padar harus mematuhi ketentuan hukum, rekomendasi EIA, serta kaidah konservasi satwa Komodo. PT KWE wajib mengikuti arahan teknis yang telah ditetapkan, termasuk pembatasan pembangunan di sekitar habitat dan sarang Komodo," tegas Kemenhut.

"Kementerian Kehutanan juga mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil proses penilaian internasional (UNESCO/WHC) yang tengah berlangsung serta bersama-sama menjaga integritas informasi dengan menghindari penyebaran kabar yang tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik," pungkasnya.