Perjuangan pendiri Mayapada Group, Dato Sri Tahir, menjadi sukses seperti sekarang tidaklah mudah. Dia berjuang keras secara bertahap hingga akhirnya berhasil memijakkan kaki di puncak keberhasilan.
Tahir sendiri memiliki latar belakang keluarga sederhana dengan ayah seorang pembuat becak dan ibu yang menyokong keuangan keluarga dengan mempercantik becak buatan suami lewat pulasan cat. Kedua orang tuanya juga mendapat hinaan dan ejekan. Karena itulah, Tahir sempat membenci orang kaya. Ia ingin segera membuktikan dirinya akan menjadi orang sukses di masa depan.
Dan, perjalanan hidup akhirnya mempertemukan Tahir dengan Rosy Riady, putri sulung Mochtar Riady, pendiri Lippo Group. Namun, menikah dengan anak orang kaya tak semerta-merta melancarkan perjuangannya menuju puncak sukses.
Sebaliknya, dia malah dihadapkan pada larangan yang terdengar seperti ancaman dari Mochtar Riady. Maklum, saat menikahi Rosy, Tahir masih muda dan tidak memiliki apa-apa yang setara dengan keluarga mertua. Terlebih saat itu, Mochtar Riady punya bisnis merajalela. Bahkan pada tahun 1975, Mochtar menjadi Direktur Utama BCA, bank swasta terbesar di Indonesia.
Nah, kisah tentang hubungan Tahir dengan Mochtar Riady itu pun tertuang di buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Di buku tersebut diceritakan bahwa perjalanan Tahir untuk masuk ke keluarga Riady tidaklah mudah.
Minggu pertama setelah mendapat gelar menantu Riady, Tahir dilarang untuk bekerja di perusahaan mertuanya. Tahir, yang saat itu masih muda, lantas menjawab dan berjanji akan menjadi sosok yang hebat di kemudian hari.
Namun, meski mengaku kerap canggung dan tak memiliki kedekatan khusus dengan sang mertua, dalam buku biografinya itu, Tahir tak segan menceritakan tentang kekagumannya terhadap sosok Mochtar Riady. Seperti apa?
Baca Juga: Momen Dato Sri Tahir Bergabung ke Keluarga Besar Riady
Tak Menerima Privilege sebagai Menantu Taipan
Selang menikahi putri taipan negeri, Tahir mengatakan, banyak orang bertanya kepadanya tentang kehidupan barunya sebagai menantu Mochtar Riady. Bahkan menurutnya, ada yang bertanya dengan asumsi yang jauh dari akurat.
Ada yang bilang, Tahir mendapatkan kekayaan materi yang luar biasa banyaknya dari sang taipan. Tak sedikit juga yang menyangka jika Tahir dikelilingi dengan fasilitas yang melimpah. Terkait hal itu, Tahir pun hanya bisa tersenyum dan berkata bahwa semua yang dipikirkan orang-orang kepadanya salah besar.
“Mereka semua salah besar. Jauh sekali dari kenyataan jika ada yang mengira saya dimanja oleh keluarga Mochtar Riady,” tegas Tahir.
Ia pun mengatakan, hingga hari ini pun salah satu ujian terberat yang harus ia hadapi adalah memahami keluarga Mochtar Riady. Tahir mengaku, sampai hari ini pun dirinya masih merasa canggung berada di keluarga sang taipan.
“Saya masih merasa menjadi orang luar. Satu-satunya yang membuat saya merasa dekat dengan keluarga ini adalah Pak Mochtar. Beliau adalah guru, pelatih, motivator, dan mentor yang telah membentuk saya. Namun jika orang lain bertanya tentang kedekatan saya dengan keluarganya, maka orang lain akan mendengar jawaban yang mengecewakan dari saya,” tutur Tahir.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir soal Mochtar Riady yang Tak Beri Privilege Kepadanya
‘Pak Mochtar Riady Adalah Sumber dari Sekolah Kehidupan Saya’
Meski mengaku kerap merasa canggung berada di tengah keluarga besar Mochtar Riady, Tahir tak menampik bahwa ia sangat-sangat mengagumi sosok sang mertua. Ia pun tak segan menyebut Mochtar Riady sebagai orang yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hidupnya.
“Pak Mochtar adalah sumber dari sekolah kehidupan saya yang tidak dapat dipungkiri. Tidak ada hubungannya dengan harta. Dia memberikan pendidikan yang luar biasa dalam hidup saya. Dia juga telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan kepribadian saya sendiri,” papar Tahir.
Lebih lanjut, Tahir pun menceritakan lebih gamblang soal kekagumannya kepada sang mertua. Menurutnya, Mochtar Riady adalah sosok pria kuat yang berkharisma. Kekuatannya sendiri datang secara alami dari tempaan kehidupan.
Mochtar Riady, kata Tahir, telah memoles dirinya melalui keberanian yang ditunjukkannya dalam menjalani hidup yang sulit. Sama halnya seperti kedua orang tuanya, Tahir bilang, orang tua Mochtar Riady juga sama-sama merupakan imigran dari Fujian, Tiongkok, yang datang ke Indonesia pada tahun 1918 dengan kondisi yang sangat miskin.
“Sama seperti kedua orang tua saya, orang tua Pak Mochtar juga kerap berjuang keras agar dapat menjalani hidup layak di Indonesia. Pak Mochtar sendiri lahir pada 12 Mei 1929 dalam ekonomi yang sangat sulit. Namun, ia tumbuh jadi anak yang cerdas, pemberani, dan ekspresif. Kecerdasannya itu membuatnya tumbuh menjadi pria kritis dengan keberanian yang luar biasa,” jelas Tahir.
Tahir juga mengatakan, selama masa perjuangan kemerdekaan RI, pada tahun 1947, Mochtar Riady bergabung dengan para aktivis lokal yang menolak gagasan pembentukan negara Indonesia Timur. Pemerintah yang berkuasa saat itu pun menganggapnya sebagai pemberontak dan menahannya di Maroklawu, Malang, Jawa Timur.
“Ia mengalami penyiksaan berat di penjara. Selain itu, Pak Mochtar juga harus berhadapan dengan hukuman lain. Ia diusir dari Indonesia dan dipulangkan ke Cina. Namun, kondisi itu tak membuatnya merasa tersisih. Ia memanfaatkan kejadian tersebut sebagai alasan untuk kuliah di Universitas Nanking. Saat itu , ia mengambil jurusan filsafat. Pilihan studi itulah yang turut mendorongnya tumbuh jadi seorang pengusaha yang memiliki bakat dalam filsafat,” terang Tahir.
Baca Juga: Respons Orang Tua Dato Sri Tahir soal Perjodohan Anaknya dengan Rosy Riady
Gak cuma itu, kata Tahir, kemampuan Mochtar Riady dalam mendefinisikan filsafat bisnis juga memberinya keunggulan yang diakui oleh kalangan bisnis lokal dan internasional.
Mochtar Riady pun lantas menjelma menjadi pemuda yang semakin kritis. Dan, setelah keadaan membaik, kata Tahir, ia pun pergi ke Hong Kong dan menghabiskan hidupnya di sana selama beberapa waktu, baru setelah itu ia kembali ke Indonesia dan pada tahun 1951 ia menikah dengan Suryawati Lidia.
“Kalau ditanya bagaimana Pak Mochtar bisa menjadi bankir yang sukses? Itu karena bekerja di bank merupakan cita-citanya sejak kecil. Saat kecil, ia selalu terkecima dengan berbagai kegiatan di bank Nederlandsche Handels Bank atau NHB. Sejak kecil pula, ia melihat bank sebagai dunia yang sangat menakjubkan dan mempesona,” ujar Tahir.
Impian Mochtar Riady untuk bekerja di dunia perbankan pun, kata Tahir, ia wujudkan selepas lulus dari Universitas Nanking. Namun ternyata, hal itu bukan sesuatu yang mudah bagi Mochtar Riady. Sang mertua, kata Tahir, saat itu menyadari bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Dia bukan dari keluarga kaya yang gampang dapat modal usaha. Ia juga tidak memiliki hubungan yang menguntungkan.
“Namun, kala itu Pak Mochtar menyusun rencana besar untuk hidupnya. Ia memutuskan untuk mulai bekerja apa saja. Selama ia memiliki pekerjaan, ia akan memiliki sarana untuk mencapai target utamanya menjadi seorang banker. Dan beruntung, mertua Pak Mochtar saat itu agak lebih kaya dan ia diberi kesempatan untuk bekerja. Ia tidak diberi modal usaha, tapi diminta untuk mengelola toko kecil milik mertuanya,” papar Tahir.
Dan akhirnya, lanjut Tahir, kesempatan itupun tidak disia-siakan oleh Mochtar Riady. Ia bekerja sepenuh hati dan semaksimal mungkin untuk mengembangkan toko kecil mertuanya itu. Selama masa itulah, aspek-aspek unggulnya sebagai seorang wirausahawan mulai terasah. Dan menurut Tahir, sang mertua adalah pria yang sangat cerdas dan tangguh yang selalu dapat menemukan berbagai solusi untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
“Dia berhasil melakukannya. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengembangkan toko yang sederhana itu menjadi toko yang sangat besar dan terkenal sebagai salah satu toko ternama di Malang yang omzetnya sendiri melampaui harapan mertua Pak Mochtar sendiri. Dan, keberhasilannya itu memacu motivasinya untuk menekuni hasratnya menjadi bankir,” terang Tahir.
Dikatakan Tahir, toko yang sukses itu pun tidak lagi cukup untuk dijadikan ‘sekolah bisnis’. Mochtar Riady pun berpikir, kota Malang tak lagi memberinya ruang yang cukup untuk berkembang.
Meski ditentang mertuanya, Mochtar Riady pun akhirnya memutuskan pindah ke Jakarta bersama sang istri dan anak sulungnya, Rosy, yang saat itu masih kecil, untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera.
“Di Jakarta ia bekerja di berbagai bidang, termasuk di perusahaan impor. Setelah berhasil mengumpulkan dana, ia pun mencoba peruntungannya di bisnis penyewaan kapal kecil-kecilan. Sayangnya usahanya tidak berjalan sesuai harapan. Namun, seiring waktu relasi Pak Mochtar semakin banyak. Meski begitu, ia tidak melupakan cita-citanya menjadi bankir. Ia terus mencari informasi sana-sini dan mengutarakan keinginannya menjadi bankir kepada semua orang,” papar Tahir.
Menurut Tahir, semangat Mochtar Riady saat itu yang paling utama adalah ingin mengelola bank dan mengembangkan ide-ide untuk menambah aset.
“Pak Mochtar itu tahu betul bahwa satu-satunya cara untuk masuk ke dunia perbankan adalah dengan menjadi orang yang keras kepala,” tandas Tahir.