Alasan Tahir Aktif Melakukan Kegiatan Filantropi
Tahir yang merintis usahanya dari bisnis garmen dan dealer mobil pada 1986 juga punya prinsip tersendiri soal filantropi. Hobi menggelontorkan dana amal dan menjadi seorang filantropi itu disebutnya tidak lepas dari riwayat masa lalunya yang berasal dari keluarga tidak mampu.
"Saya datang dari keluarga miskin yang tidak punya apa-apa. Hal itu menggerakan saya untuk bisa membantu orang banyak. Saya merasa solid dan penuh sukacita dengan melakukan itu,” ujar Tahir.
Dikatakan Tahir, konsep filantropi pada umumnya akan dianggap tak sejalan dengan bidang usaha. Namun, baginya kemanusiaan merupakan tanggung jawab setiap manusia. Tahir mengatakan kepedulian tersebut bukan hanya sekadar ajaran agama yang mewajibkan untuk saling menolong. Dia mengatakan hal itu juga berasal dari panggilan batin.
Dalam satu kesempatan, Tahir pernah mengatakan bahwa habitatnya adalah habitat orang miskin. Ia pun menyebut dirinya sebagai orang miskin yang beruntung. Ia mengaku, selalu merasa nyaman bergaul dengan orang-orang yang kurang beruntung. Justru, ia akan merasa kurang nyaman bila berkumpul dengan orang kaya.
“Saya nyaman bersama orang miskin. Ketika saya memberikan bantukan, maka saya harus menempatkan diri sederajat dulu dengan mereka, baru bantuan saya salurkan. Jadi, sharing bantuan itu bukan dari orang kaya, tetapi dari orang miskin. Kami sederajat. Hanya saja, posisi hari ini mereka kurang beruntung, sedangkan saya agak beruntung,” beber Tahir, dikutip dari beritasatu.
Tahir juga tidak pernah menerapkan rumus baku berapa persen dari harta kekayaan yang disumbangkan untuk aktivitas berderma. Namun, menurutnya memberikan bantuan adalah kegiatan yang mulia karena bisa menolong banyak orang.
Lebih lanjut, Tahir mengatakan bahwasannya ada 4 tipe manusia yang di dunia ini, dan salah satunya merupakan yang mampu mengubah dunia. Pertama adalah orang bergerak dengan seadanya, kedua merupakan orang yang bertanggung jawab, ketiga adalah orang yang memiliki komitmen, dan terakhir adalah orang yang mampu berpikir visioner. Tahir pun meyakini bahwa dunia ini mampu berubah menjadi lebih baik apabila banyak orang yang berfikir jauh ke depan.
Terakhir, Tahir pun mengatakan, filantropi bukan suatu bentuk rasa iba terhadap orang lain, melainkan suatu komitmen yang harus dilakukan oleh setiap orang. Kemudian ia pun mengatakan bahwa manusia harus keluar dari kotak yang mengekang dirinya untuk memulai sesuatu yang baru.
“Kekayaan yang besar akan mendatangkan kewajiban yang besar pula,” pungkasnya.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Masuk Keluarga Konglomerat Mochtar Riady