Growthmates, selama ini banyak pria mengira bahwa usia tidak terlalu berpengaruh terhadap peluang memiliki anak. Anggapan bahwa jam biologis hanya berlaku bagi perempuan masih sangat umum.

Padahal, penelitian menunjukkan bahwa kesuburan pria juga menurun seiring bertambahnya usia, baik dari sisi jumlah, kualitas, maupun kesehatan sperma.

Dikutip dari Times of India, Senin (1/12/2025), dari sudut pandang medis, usia akhir 20-an hingga awal 30-an disebut sebagai masa paling ideal bagi pria untuk menjadi ayah.

Pada rentang usia ini, kualitas sperma umumnya berada dalam kondisi terbaik, sehingga peluang terjadinya kehamilan pun lebih tinggi.

Meski demikian, pria tetap bisa menjadi ayah hingga usia lanjut. Bahkan, Guinness World Records mencatat seorang pria berusia 92 tahun pernah menjadi ayah. Namun, secara statistik, peluang keberhasilan kehamilan akan menurun signifikan setelah usia 40 tahun.

Jam Biologis Pria Itu Nyata

Pria memang tidak pernah benar-benar berhenti memproduksi sperma sepanjang hidupnya. Namun, bukan berarti mereka terbebas dari jam biologis.

Seiring bertambahnya usia, sperma pria lebih rentan mengalami mutasi genetik yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Kondisi ini tidak hanya menurunkan kesuburan, tetapi juga berpotensi memengaruhi kesehatan anak di kemudian hari.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa pria dengan usia ayah lanjut memiliki risiko lebih tinggi memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf.

Salah satu penelitian pada tahun 2010 bahkan menemukan bahwa keturunan pria di atas 40 tahun memiliki risiko lima kali lipat mengalami Gangguan Spektrum Autisme dibandingkan populasi umum.

Kapan Pria Mulai Mengalami Penurunan Kualitas Sperma?     

Walaupun produksi sperma berlangsung seumur hidup, kualitasnya mulai mengalami penurunan sekitar usia 35 tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan beberapa indikator sperma sehat, yaitu jumlah, bentuk (morfologi), dan pergerakan (motilitas). Ketiga parameter ini sering kali mulai menurun perlahan setelah memasuki pertengahan usia 30-an.

Kesuburan pria tjuga idak hanya ditentukan oleh jumlah sperma, tetapi juga oleh kualitasnya. Dari sisi kuantitas, air mani yang sehat idealnya mengandung minimal 15 juta sperma per mililiter. Jumlah yang terlalu rendah dapat menyulitkan terjadinya pembuahan.

Motilitas atau kemampuan sperma untuk bergerak juga sangat krusial. Kehamilan masih mungkin terjadi meski kurang dari 40 persen sperma bergerak aktif, namun semakin tinggi persentasenya, semakin besar peluang keberhasilan pembuahan.

Baca Juga: Mengenal Prosedur Inseminasi, Teknologi Reproduksi untuk Tingkatkan Peluang Kehamilan

Kapan Periode Pria Paling Subur?

Penelitian menunjukkan bahwa usia paling subur bagi pria berada pada rentang 22 hingga 25 tahun. Para ahli menyarankan agar pria, jika memungkinkan, memiliki anak sebelum usia 35 tahun.

Setelah usia ini, risiko terjadinya mutasi genetik pada sperma meningkat, dan peluang keguguran juga menjadi lebih tinggi, terutama jika usia pria di atas 45 tahun, tanpa memandang usia sang ibu.

Menjadi ayah di usia terlalu muda pun bukan tanpa risiko. Sebuah studi dalam Journal of Epidemiology & Community Health menemukan bahwa pria yang menjadi ayah sebelum usia 25 tahun cenderung memiliki risiko kesehatan lebih buruk dan kemungkinan meninggal lebih awal di usia paruh baya dibandingkan mereka yang menunda menjadi ayah di usia 30–44 tahun.

Selain faktor fisik, aspek psikologis dan finansial juga memegang peranan besar. Menjadi orang tua di usia yang terlalu muda sering kali disertai tekanan mental dan ekonomi, terutama ketika kesiapan hidup belum sepenuhnya matang.

Gaya Hidup yang Menghambat Kesuburan Pria

Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Beberapa kebiasaan yang terbukti menurunkan kesuburan antara lain pola makan tidak sehat, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, penggunaan narkoba, serta obesitas.

Merokok, khususnya, diketahui dapat menurunkan jumlah sperma, kualitas bentuknya, sekaligus motilitasnya.

Jika pasangan telah lama mencoba hamil tanpa hasil, pemeriksaan medis menjadi langkah penting. Evaluasi awal biasanya dilakukan oleh dokter spesialis urologi melalui pemeriksaan fisik dan wawancara mengenai riwayat kesehatan serta gaya hidup.

Pemeriksaan testis bertujuan mendeteksi varikokel, yaitu pelebaran pembuluh darah vena di atas testis yang dapat mengganggu produksi sperma. Selain itu, analisis sperma dilakukan untuk menilai jumlah, bentuk, dan pergerakan sperma. Tes hormon untuk mengukur kadar testosteron serta pemeriksaan genetik juga dapat dilakukan bila diperlukan.

Dan, untuk menjaga kualitas sperma tetap optimal, pola makan sehat sangat dianjurkan. Konsumsi makanan kaya antioksidan, menjaga berat badan ideal, serta mengurangi alkohol dan rokok terbukti membantu meningkatkan kesehatan sperma.

Suhu testis juga berperan penting dalam produksi sperma. Testis menghasilkan sperma terbaik pada suhu yang sedikit lebih dingin dari suhu tubuh. Oleh karena itu, hindari mengenakan pakaian terlalu ketat, meletakkan laptop di pangkuan terlalu lama, terlalu sering berada di lingkungan panas, atau duduk dalam waktu yang terlalu lama.

Menjaga Kesuburan untuk Masa Depan

Gaya hidup sehat memang dapat membantu menjaga kualitas sperma, tetapi tidak sepenuhnya dapat menghentikan efek penuaan. Jika ingin menjaga peluang memiliki keturunan di masa depan, pria dapat mempertimbangkan untuk membekukan sperma saat masih berada dalam kondisi terbaik.

Pembekuan sperma adalah proses pengambilan, pemeriksaan, pembekuan, dan penyimpanan sperma pada suhu sangat rendah. Metode ini memberi fleksibilitas bagi pria untuk menentukan waktu terbaik memiliki anak, bahkan di usia yang lebih matang.

Pembekuan sperma telah digunakan secara medis sejak tahun 1953 dan terbukti sangat efektif. Tingkat kelangsungan hidup sperma setelah pencairan mencapai lebih dari 50 persen.

Jika kualitas awal sampel baik, peluang untuk menghasilkan kehamilan yang sehat tetap tinggi. Hingga kini, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa penggunaan sperma beku meningkatkan risiko masalah kesehatan pada bayi.

Baca Juga: Berencana untuk Hamil? Persiapkan Tubuhmu dengan 5 Cara Ini Ya!