Menurut Kamila, proses penjurian juga memperlihatkan bagaimana keberagaman karya menjadi kekuatan tersendiri.

“Tidak terlalu ada perdebatan untuk menentukan juara. Tapi yang seru adalah membahas kekuatan masing-masing karya. Itu menunjukkan keberagaman potensi audio visual di Indonesia,” tambahnya.

Kamila juga menyoroti perbedaan mendasar antara dua kategori di festival ini, yakni Best Micro Film yang memberi penghargaan pada visi seorang filmmaker, dan Best Project yang mendukung program komunitas atau lembaga di baliknya.

“Untuk micro film, yang didukung adalah visi si filmmaker. Sedangkan Best Project, hadiahnya ditujukan bagi komunitas atau organisasi yang punya program menyeluruh. Dalam hal ini, Hello Sister terlihat sangat passionate dengan concern literasi seksual dan punya mimpi besar mengembangkan program melalui audio visual. Itu yang membuat kami yakin mendukung mereka,” terang Kamila.

Melihat perkembangan saat ini, Kamila menilai semakin banyak ruang kompetisi film pendek dengan fokus isu yang beragam.

Menurutnya, hal ini menjadi kesempatan emas bagi para sineas muda untuk menemukan gaya, suara, dan kekuatan mereka sendiri.

“Ruang-ruang seperti ini penting banget untuk filmmaker berlatih mencari dirinya. Apakah paling pas di dokumenter, fiksi, atau hybrid? Semua bisa ditemukan saat kita membangun karier. Itu yang dulu jarang ada, tapi sekarang makin terbuka luas,” tutup Kamila.

Baca Juga: Isu Kesehatan Mental Bawa 'Hello Sister' dan 'Lagi Liburan Films' Juara, Siap Tampil di Panggung Internasional