Lebih jauh, Ajib Hamdani mengingatkan, gerakan politik ini tidak bisa kita pisahkan secara dikotomis dengan gerakan ekonomi, karena konteks kekinian yang ingin dicapai adalah juga berbicara gerakan ekonomi.

Di mana kata dia, gerakan ekonomi yang terbangun adalah ketika Indonesia bergabung secara multilateral dalam negara tersebut, maka diharapkan secara multiplier effect nanti akan ada lanjutan-lanjutan kerja sama bersifat bilateral.  

Sehingga, lanjut dia, kerja sama yang terbangun dalam konteks ekonomi itu bisa membuka pasar, bisa membuka teknologi, serta bisa membuka investasi,.

“Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menjaga daya tahan devisa Indonesia sehingga misalnya ketika secara bilateral terbangun dengan negara, entah dengan Rusia, entah dengan China, maka juga bisa didorong yang namanya dedolarisasi,” papar Ajib Hamdani.

“Jadi ketika terjadi transaksi antar dua negara cukup menggunakan mata uang dua negara yang bersangkutan. Sehingga daya tahan mata uang ekonomi masing-masing negara tersebut bisa terjaga dengan baik dibandingkan dengan kalau semuanya harus mencari mata uang dalam bentuk dolar misalnya,” sambung Ajib.

Ajib lantas mengatakan, dedolarisasi ini sendiri adalah sebagai sebuah multiplier effect, yang dapat menjadi sebuah hal lain dari sebuah gerakan politik jika Indonesia masuk Brics tersebut.

“Jadi harapan kita adalah bagaimana pemerintah bisa fokus satu sisi gerakan politik harus dikalkulasi betul, bagaimana gerakan-gerakan itu membawa keuntungan secara ekonomi terhadap kepentingan domestik dalam negeri,” pungkas Ajib Hamdani.

Baca Juga: ⁠Hasil Kunjungan Prabowo Subianto ke KTT G20 Brasil