ASEAN Foundation merilis hasil penelitian bertajuk "One Divide or Many Divides? Underprivileged ASEAN Communities' Meaningful Digital Literacy and Response to Disinformation" dalam ASEAN Regional Symposium: Unveiling Insights into the Region's Digital Literacy pada 20 Maret 2024.

Penelitian tersebut mengeksplorasi mengenai pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan respons mereka terhadap disinformasi dengan tujuan membangun pemahaman dasar mengenai peran literasi digital dalam mengenali dan menanggapi disinformasi di dalam komunitas-komunitas ini.

Baca Juga: Tren Keamanan Digital 2024: Identitas Digital Diprediksi Makin Masif Digunakan

Direktur Eksekutif ASEAN Foundation, Piti Srisangnam, mengungkapkan bahwa ASEAN Foundation mengundang para pemangku kepentingan strategis untuk hadir dan membahas laporan dan temuan penelitian ini. Penelitian tersebut mencakup survei kuantitatif dan pengumpulan data kualitatif dari seluruh 10 negara anggota ASEAN.

"Kami berharap penelitian ini dapat membantu mengurangi kesenjangan digital di kawasan ASEAN dan menciptakan ruang digital yang lebih inklusif dan aman," ungkapnya dilansir pada Sabtu, 23 Maret 2024.

Dalam laporan tersebut diketahui bahwa tingkat berpikir kritis dan kompetensi perlindungan privasi berbeda-beda di antara negara-negara anggota ASEAN. Secara khusus, Thailand memiliki persentase terendah individu dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi, hanya sebesar 25%, berbeda jauh dengan 62,2% individu yang ada di Kamboja.

Sementara itu, Filipina tertinggal dalam kompetensi perlindungan privasi dengan hanya 17,42% individu yang memiliki kompetensi tinggi, sedangkan Singapura unggul dengan 54,37%. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi digital yang pesat kontras dengan kesenjangan digital yang nyata, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Indonesia telah telah mengalami peningkatan ekonomi digital sebesar 414%, didorong oleh penetrasi internet yang tinggi dan meningkatnya populasi kaum muda. Namun, tantangan infrastruktur masih ada, terutama di daerah-daerah seperti Lanny Jaya dan Paniai di Papua.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan media sosial tertinggi di dunia, ditambah dengan tingkat penetrasi internet sebesar 73,7% (per tahun 2021), menciptakan lingkungan yang cocok untuk penyebaran misinformasi dan hoaks.

Upaya pemerintah untuk melawan misinformasi selama periode kritis, seperti pandemi COVID-19, termasuk pemantauan media sosial, pembentukan pasukan tugas khusus, dan penyediaan data yang divalidasi untuk pendidikan masyarakat. Namun, beberapa komunitas, seperti para penambang timah lokal di Belitung Timur, menghadapi tantangan literasi digital, yang membuat mereka rentan terhadap risiko online.

Untuk mengatasi masalah tersebut, laporan ini merekomendasikan strategi kolaboratif yang melibatkan organisasi pemerintah, nonpemerintah, dan komunitas berbasis masyarakat. Inisiatif lokal, seperti yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Belitung Timur, berfokus pada peningkatan literasi digital dan memberikan alat kepada komunitas untuk melawan ancaman digital.

Secara keseluruhan, meskipun ekonomi digital Indonesia sedang berkembang pesat, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan literasi digital, dan melawan misinformasi, terutama di antara populasi yang kurang beruntung dan di pedesaan.