Growthmates, mungkin kamu sering bertemu dengan seseorang yang perfeksionis, terutama dalam lingkup pekerjaan. Seseorang dengan kepribadian perfeksionisme, biasanya ingin segala sesuatu berjalan dengan sempurna. Mereka cenderung mengorbankan kehidupan pribadi dan kesehatan demi pekerjaan, lagi dan lagi karena dorongan untuk mencapai kesempurnaan.

Perfeksionisme tidak sama dengan berusaha menjadi diri sendiri dalam versi  terbaik. Kepribadian ini sebenarnya menghambat seseorang dengan menciptakan perilaku yang tidak sehat dalam upaya untuk tampil sempurna dengan cara tertentu.

Seseorang dengan kepribadian perfeksionis, mungkin terdengar bagus dalam wawancara kerja. Tetapi, jika terlalu ‘menghalalkan’ banyak cara untuk terlihat sempurna, tampaknya tidak baik juga untuk kesehatan mental.

Berikut Olenka rangkum dari berbagai sumber, Senin (29/7/2024), dampak negatif atau sisi buruk dari sifat terlalu perfeksionis terutama bagi kesehatan mental.

Baca Juga: Mengatasi Fenomena Brain Drain: Strategi Mempertahankan dan Menarik Tenaga Kerja Terbaik di Indonesia

1. Penurunan Produktivitas

Salah satu akibat dari kepribadian terlalu perfeksionis ini adalah kebiasaan menunda-nunda. Mereka cenderung menunda-nunda  pekerjaan karena merasa tidak siap atau tidak cukup sempurna untuk memulai atau menyelesaikan tugas.

Namun, pola pikir seperti ini menyebabkan hanya  menurunnya produktivitas. Pada gilirannya, menyebabkan lebih banyak stres dan kerentanan.

2. Meningkatnya Tekanan

Menukil dari laman WebMD, seseorang dengan kepribadian perfeksionis secara tak langsung memberikan banyak tekanan pada dirinya sendiri. Belum lagi saat merasakan tekanan dari orang-orang sekitar. 

Pada gilirannya, kondisi merasa tertekan ini dapat menyebabkan stres dan rentan bertindak di luar nalar. Seperti pikiran untuk mengakhiri hidup, frustasi, tidak bisa mengontrol amarah, obsesif dan kompulsif, dan masih banyak lagi.

Seseorang dengan kepribadian terlalu perfeksionis juga lebih rentan terhadap sindrom penipu — saat mereka membandingkan diri dengan orang lain dan merasa tidak mampu menyamainya, terutama dalam hal kecerdasan. Hal ini dapat membuat mereka merasa sangat rendah. Perbandingan yang tidak sehat ini juga dapat menghalanginya untuk melakukan yang terbaik di tempat kerja.

3. Terjebak dalam Pikiran Berlebihan

Disebut dalam laman Mindful Health Solutions, berusaha mencapai kesempurnaan sering kali membuat mereka  terjebak dalam lingkaran pemikiran yang berlebihan. Mereka menjadi lumpuh, terus-menerus memikirkan "bagaimana jika" dan skenario terburuk. 

Kelumpuhan ini dapat menghentikannya dalam mengambil keputusan, dan pada akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya tingkat stres dan kecemasan.

Baca Juga: 6 Negara yang Melarang Bos ‘Ganggu’ Karyawan di Luar Jam Kerja

4. Jebakan Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Banyak orang perfeksionis menilai harga diri mereka dan membandingkan dengan orang lain. Mereka terpaku pada apa yang telah dicapai atau dimiliki orang lain, mengesampingkan kualitas unik mereka sendiri. 

Hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu yang merugikan, harga diri yang rendah, dan bahkan dapat memicu kecemasan sosial.

5. Kecemasan dan Depresi

Perfeksionisme juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Kondisi stres dan kecemasan meningkat saat mereka tidak dapat memenuhi standar tinggi yang ditetapkan untuk diri sendiri. 

Beberapa orang dapat dianggap sebagai "perfeksionis emosional", yang berarti mereka menyembunyikan perasaan cemas dan depresi ini. 

Hal ini bisa sangat berbahaya, terutama jika mereka memiliki pikiran untuk bunuh diri atau merasa tidak berharga. Emosi negatif ini bisa berbahaya. 

6. Mengganggu Kesehatan Fisik

Bukan hanya mental, kesehatan fisik juga dapat terganggu karena kepribadian terlalu perfeksionis. Orang yang perfeksionis mungkin mengalami gangguan kebersihan dan kesehatan. 

Dalam kasus yang parah, mereka mungkin mengalami gangguan makan seperti orthorexia nervosa , yang berarti merasa perlu mempertahankan pola makan yang sempurna dan ketat. Jika suatu saat melewatkan pola makan,  mereka mungkin merasa seperti sedang terpuruk. 

Kebutuhan akan kontrol ketat atas hidup ini dapat berbatasan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Kecenderungan perfeksionis biasanya berputar di sekitar kontrol. Ketika mereka kehilangan kontrol itu, kondisi kesehatan mental lainnya dapat terjadi. 

Meskipun beberapa orang mungkin mengatakan bahwa perfeksionisme adalah sifat yang baik, ada banyak kelemahan dari cara berpikir ini. Langkah pertama dalam menghadapi perfeksionisme adalah mengakui bahwa hal itu tidak membantumu.

Semoga bermanfaat.