Namun, Bryant juga mengingatkan bahwa hambatan literasi keuangan tak hanya soal akses pendidikan, tetapi juga lingkungan industri keuangan yang kerap mengecoh masyarakat.

Dari iklan investasi cepat kaya hingga platform trading yang menyerupai judi, banyak jebakan yang merugikan konsumen.

“Jangan pernah sekadar bertanya berapa cicilan yang harus dibayar. Jika ada bunga, pastikan Anda paham betul ketentuannya,” tegasnya.

Meski begitu, Bryant percaya ada modal yang lebih kuat daripada sekadar uang atau kredit, yakni modal hubungan atau networking. Menurutnya, koneksi, mentor, dan jejaring adalah fondasi yang paling menentukan keberhasilan wirausaha, terutama di era digital dan AI.

Modal ini, kata dia, tak membutuhkan bunga, bisa diakses siapa pun, dan menjadi penopang bagi ide-ide bisnis sebelum benar-benar mencari pendanaan.

Pengalaman pribadi Bryant yang hidup di lingkungan miskin hingga duduk di forum Gedung Putih menjadikannya advokat kuat bagi inklusi finansial.

Ia pun mendorong inisiatif seperti rekening tabungan anak, agar generasi berikutnya bisa membangun masa depan yang lebih cerah sejak dini.

“Buku ini bukan sekadar tentang angka, melainkan perjalanan menuju impian kolektif bangsa akan masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” tulisnya.

Bagi Bryant, kunci membangun kekayaan sejati bukan sekadar pada angka di rekening, tetapi pada pengetahuan, pilihan yang cerdas, serta hubungan yang bermakna.

"Itulah bentuk modal terbaik yang bisa dimiliki seorang pengusaha," tandasnya.

Baca Juga: 7 Cara Mengelola Stres untuk Pengusaha