Masih membahas seputar sosok-sosok inspiratif di balik bisnis ayam goreng lokal, kali ini ada nama Evalinda Amir. Dia adalah perempuan tangguh yang menjadi otak di balik kesuksesan D’Besto.
Di bawah kepemimpinannya, brand ayam goreng ini berkembang pesat dan menjangkau pasar yang luas. Berkat tangan dingin Evalinda, D’Besto kini telah bermitra dengan sekitar 300 pelaku usaha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Lantas seperti apa sosok Evalinda Amir dan perjalanan kariernya dalam bisnis kuliner di Tanah Air? Berikut ini Olenka rangkum sejumlah informasi terkait seperti dikutip dari pelbagai sumber, Kamis (24/7/2025).
Baca Juga: Mengenal Azis Ahmad Firman, Sosok di Balik Kesuksesan Jatinangor House
Alumni IPB
Kini sukses menjadi pebisnis kuliner, siapa sangka kalau Evalinda Amir adalah alumni Institute Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Kedokteran Hewan, dan lulus pada 1987. Bahkan sebelum merintis jadi pebisnis, ia juga sempat menggeluti profesinya sebagai dokter hewan.
Saat kuliah, kondisi keuangan keluarga Evalinda sedang tidak stabil. Ayahnya sudah tidak sanggup lagi membiayai pendidikannya. Karena itu, kakaknya yang bekerja sebagai dosen honorer sekaligus mengambil pekerjaan sampingan di bengkel, ikut turun tangan untuk membiayai kuliah Evalinda.
Pengorbanan itu menjadi pemicu semangat bagi Evalinda. Perempuan asal Payakumbuh ini tumbuh dengan tekad kuat untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.
Awal Merintis Bisnis
Menukil dari laman alumniipbpedia, Eva sempat merantau ke Jakarta dan bekerja sambil merintis usaha kecil-kecilan setelah menyelesaikan pendidikan tingginya. Setahun kemudian, ia menikah dengan Setyajid yang juga seorang dokter hewan, dan mulai menjalankan usaha bersama.
Bisnis pertama yang mereka rintis adalah jualan kambing kurban. Karena tinggal di rumah kontrakan bersama banyak orang, Eva ingin semua bisa ikut bekerja. Ia pun mulai jualan ayam potong. Orang-orang di rumahnya membantu memotong, sementara ia dan suami yang memasarkan.
Dari lima ekor per hari, penjualan ayam meningkat hingga 300 ekor. Tapi karena pembayaran sering tertunda, Eva mencari usaha yang pembayarannya langsung tunai. Tahun 1992, ia pun mulai berjualan nasi uduk.
Setahun kemudian, saat jalan-jalan bersama suami, Eva mencicipi ayam goreng yang ramai pembeli. Rasanya enak, dan sejak itu ia mulai bereksperimen membuat ayam goreng sendiri. Selama setahun, ia terus menguji resep dan meminta pendapat orang-orang untuk menyempurnakan racikannya.
Baca Juga: Berkenalan dengan Iksan Juhansyah, Sosok di Balik Kesuksesan D'Kriuk Fried Chicken
Mulai Merintis Bisnis Ayam Goreng
Pada 1994, Evalinda dan suami pun mulai berjualan ayam goreng dengan sistem kaki lima yang diberi nama Kentuku Fried Chicken atau KuFC. Kala itu, KuFC cukup diminati dan bahkan sudah berekspansi ke berbagai wilayah, seperti Bogor, Tangerang, Bandung, Surabaya, hingga Padang.
Sayangnya, usaha KuFC milik dua dokter hewan ini tak berjalan mulus. Pada 1998 silam, KuFC harus menghadap tantangan berat lantaran krisis moneter yang membuat hampir seluruh gerai harus ditutup, hanya ada beberapa yang bertahan di Bandung.
Bukan hanya itu, masalah kembali menimpa KuFC pada 2005 silam lantaran flu burung. Tak mau tinggal diam, pasangan suami istri itu pun putar otak menyiasati flu burung dengan cara kreatif.
Di mana, Evalinda dan Setyajid memilih untuk menempel profilnya dengan latar belakang seorang dokter hewan di setiap outlet, agar konsumen percaya bahwa ayam yang mereka jual saat itu bebas dari flu burung.
Lahirnya d’Besto
Terus berinovasi dalam industri restoran cepat saji dengan segmentasi kelas menengah, Evalinda dan Setyajid pun berhasil memulai langkah baru dengan mengganti merek usahanya menjadi nama yang lebih modern, yakni d’Besto pada 2010.
Menukil laman Hops.id, Evalinda mengungkap, d’Besto sebenarnya berasal dari kata “The Best Toh”, dan berpegang pada prinsip untuk terus meningkatkan kualitas rasa.
Singkat cerita, d’Besto berhasil menjadi salah satu outlet fried chicken yang dapat dijangkau dan dinikmati oleh semua kalangan. Bukan hanya rasanya yang lezat, d’Besto juga konsisten terhadap inovasi produknya.
Menariknya, resto siap saji ini ternyata rutin melakukan inovasi menu setiap tiga hingga empat bulan sekali.Seperti inovasi menu Ayam CLBK (Ayam Celup Bakar) yang dilapisi dengan saus khas d’Besto, di mana menghasilkan rasa yang unik, lezat, dan tak terlupakan. Ada pula varian ayam crispy yang melalui dua metode memasak, yakni digoreng lalu dibakar.
Baca Juga: Bantu Rakyat Palestina, Kunci Sukses Bisnis d'Besto
Selain menu ayam, ada pula produk lain yang disajikan seperti varian burger, kentang goreng, spaghetti, dan potato balls. Evalinda memastikan untuk selalu menggunakan bahan baku berkualitas di setiap kudapan yang disajikan.
Setelah melalui banyak lika-liku dalam perjalanan bisnisnya, d’Besto berhasil memiliki ratusan cabang di berbagai wilayah di Indonesia. Bukan hanya banyak konsumen yang berdatangan, calon investor potensial pun berdatangan dengan minat kerjasama sebagai mitra.
Pada 2021 lalu, tercatat sudah ada 300 outlet d’Besto yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bandung, Sukabumi, Padang, Medan, Pekanbaru,dan Banjarmasin, Banjarbaru, hingga Kalimantan Selatan.
Keren banget ya!