Perjalanan panjang Jahja Setiaatmadja di dunia perbankan memasuki babak baru. Mulai 1 Juni 2025, sosok yang telah memimpin PT Bank Central Asia Tbk (BCA) selama lebih dari satu dekade ini akan resmi menjabat sebagai Presiden Komisaris BCA. Pergeseran peran ini merupakan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BCA, menyusul pengunduran diri Djohan Emir Setijoso dari posisi tersebut.

Sebelumnya, Jahja menjabat sebagai Presiden Direktur BCA sejak 2011 dan telah mencatat berbagai pencapaian signifikan. Puluhan tahun mengabdi dan menjadi pemimpin di sektor perbankan, Jahja memastikan untuk tetap menyeimbangkan kehidupannya dengan pekerjaan.

Dikenal sebagai sosok yang disiplin, Jahja Setiaatmadja mendedikasikan hari-harinya dari untuk fokus penuh pada pekerjaan. Namun, begitu akhir pekan tiba, pria berusia 69 tahun ini mulai meluangkan waktu untuk dirinya sendiri. Mulai dari menjalani hobi sekaligus bersosialisasi dengan teman-teman, hingga tetap menjaga rutinitas ibadah yang tak pernah ia tinggalkan.

Me time saya begini, saya tuh disiplin. Jadi dari Senin sampai Jumat itu boleh dikata full kantor, urusan kantor. Sabtu saya sosialisasi teman-teman dengan olahraga golf. Minggu saya ke gereja. Karena menurut saya, sebagai manusia hubungan kita vertikal penting, horizontal sesama juga penting,” ujar Jahja Setiaatmadja dalam bincang eksklusif bersama Olenka seperti dikutip, Sabtu (31/5/2025).

Jahja juga kerap menikmati waktu luang sebelum disibukkan dengan setumpuk pekerjaan ketika pagi hari. Di mana, ia kerap menyantap menu sarapan ringan dan olahraga renang selama 40 menit. Kemudian, bersiap berangkat ke kantor. 

Baca Juga: Dari Jahja Setiaatmadja untuk Orang Tua: Jangan Terlalu Memanjakan Anak

Ketika malam hari, Jahja juga kerap menyempatkan waktu untuk bersosialisasi dengan teman-teman, meski hanya melalui WhatsApp. Bahkan, kerap dilakukannya kepada anggota tim di BCA sebagai bentuk mengeratkan hubungan.

Jahja pun mengakui bahwa ia tak segan menunjukkan perhatian kepada timnya di BCA, bahkan lewat hal-hal kecil. Mulai dari memberi ucapan selamat ulang tahun, hingga turut menyampaikan empati saat ada yang tengah berduka atau jatuh sakit. Bagi Jahja, perhatian seperti itu bukan sekadar formalitas, tapi wujud kedekatan yang mempererat hubungan dalam tim.

“Pada waktu COVID-19 itu banyak yang saya bantu cariin rumah sakit, kirimin vitamin, kirimin obat, kasih referensi dokter mana yang terbaik. Ini kan bukan tugas saya sebenarnya. Tetapi ketika saya melakukannya, maka orang akan lihat, Wah saya juga menjaga kehidupan pribadi daripada karyawan-karyawan kita,” cerita Jahja. 

“Dan message saya ke cabang, ke wilayah juga begitu. Tolong kalau ada di cabang wilayah yang sakit, yang menghadapi kedukaan, tolong kita bantu nomor satu. Instruksi saya ya kalau misalnya contoh ada bencana alam, nomor satu karyawan, selamatkan. Kedua baru inventarisasi gedung,” tambahya.

Baca Juga: Prinsip Jahja Setiaatmadja: Seorang Pemimpin Harus Walk The Talk

Jahja menekankan pentingnya mendahulukan kemanusiaan ketimbang prosedur kaku. Bahan, hal tersebut juga berlaku bagi nasabah. Misalnya, saat nasabah mengalami musibah seperti kebakaran, bank tidak seharusnya langsung fokus pada penarikan jaminan atau inventarisasi aset. Sebaliknya, perlu dilihat rekam jejak nasabah, jikalau memiliki performa yang baik, tak ada salahnya membantu mereka untuk bertahan, misalnya dengan menawarkan kredit baru untuk proses pemulihan. 

Menurut Jahja, ketika bank hadir di masa sulit mereka, nasabah akan mengingat kebaikan itu. Intinya, empati dan penghargaan terhadap orang lain adalah kunci membangun relasi jangka panjang dan kepercayaan.

“Orang kebakaran banyak di asuransi. Tapi nggak akan dalam seminggu dua minggu itu keluar. Perlu bisa sembilan bulan, bisa setahun. Karena ada adjuster segala macam, mereka perlu duit untuk recovery. Kalau kita bantu, dia nggak akan lupa sama. Jadi filosofi kayak gini sangat membantu untuk kita di appreciate, dan kita harus juga meng-appreciate orang,” tukasnya.