Akademisi dan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Prasanti Widyasih Sarli, mengungkapkan bahwa kegagalan besar yang terjadi dalam hidup acap kali hanya persepsi. Ia percaya bahwa kegagalan adalah bagian kecil dari proses hidup, bukan penentu akhir.
“Gagal yang kita anggap besar, itu adalah persepsi kita, itu adalah persepsi, itu adalah interpretasi, itu adalah cerita kita,” ungkapnya seperti yang dilansir dari Olenka pada Selasa (2/6/2025).
Menurut Prasanti, rasa sesak atau kecewa yang timbul dari kegagalan bukan berasal dari kenyataan sebenarnya, melainkan dari cara kita menafsirkan kegagalan terhadap diri sendiri. Ia pun menyarankan agar kegagalan harus dilihat di dalam perspektif yang tepat.
Baca Juga: Kisah Jahja Setiaatmadja Berani Ambil Tanggung Jawab Atas Kegagalan Tim
“Sebetulnya ada cara-cara untuk kita putting things into perspective. Kita harus selalu mengembalikan kegagalan yang rasanya besar ini, balik ke tempatnya,” lanjutnya.
Cara pertama adalah dengan memasukkan perspektif waktu dan pengandaian melihat masa depan. Menurutnya, banyak hal yang terasa besar, tetapi akan mengecil seiring waktu.
“Tanyain ke diri kamu sendiri. Satu tahun dari sekarang kamu melihat ini bagaimana? Pasti kamu sudah lupa, ada hal-hal lain yang mesti kamu pikirin setahun dari sekarang,” sambungnya.
Cara kedua adalah dengan menggunakan pengandaian kepada orang-orang terdekat. Bayangkan jika orang terdekat kita mengalami kegagalan serupa, bagaimana cara diri sendiri merespon dalam merespon kegagalan tersebut.
“Misalnya, kamu punya teman yang mengalami kegagalan serupa, nasihat apa yang akan kamu berikan? Biasanya kita akan lebih baik kepada teman dibandingkan ke diri sendiri. Nasihat untuk teman selalu lebih lembut dibanding nasihat ke diri sendiri,” tambahnya.