Perkembangan teknologi dan kehadiran kecerdasan artifisial (AI) seringkali memunculkan kekhawatiran mengenai hilangnya peran manusia, termasuk perempuan, di dunia kerja.

Namun, Dr. Laksmi Dewi, M.Pd., Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen RI, menegaskan bahwa AI tidak akan menggantikan peran perempuan, terutama dalam dunia pendidikan yang sangat mengandalkan interaksi manusiawi.

“Apakah AI bisa menggantikan peran perempuan? Tentunya tidak,” tegas Dr. Laksmi, saat menjadi pembicara di acara Demo Day Perempuan Inovasi 2025 “Menjadi Changemaker di Era AI: Kekuatan Perempuan dalam Transformasi Profesi” yang diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

“Ketika kita melihat guru, baik perempuan maupun laki-laki, AI sampai saat ini belum bisa menggantikan peran mereka dalam proses pembelajaran,” tambah Dr. Laksmi.

Menurut Dr. Laksmi, teknologi justru hadir sebagai alat pendukung yang dapat mempermudah kerja guru, bukan menghapus profesinya.

“AI itu memang dapat menjadi salah satu alat yang dapat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran,” bebernya.

Ia menambahkan bahwa sentuhan manusia, empati, dan kemampuan memahami konteks sosial-emosional murid masih menjadi aspek yang belum dapat ditiru oleh teknologi. Karena itu, peran perempuan, yang mendominasi profesi guru di Indonesia, tetap sangat krusial.

Dikatakan Dr. Laksmi, sebagai bagian dari prioritas nasional di bawah arahan Presiden, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah kini menghadirkan mata pelajaran Coding dan Kecerdasan Artifisial. Program ini dirancang agar seluruh murid Indonesia memiliki literasi teknologi yang lebih kuat dan siap menghadapi dunia yang semakin terdigitalisasi.

“Kami ingin semua murid Indonesia memiliki kemampuan dalam coding dan kecerdasan artifisial,” jelas Dr. Laksmi.

“Kami berharap coding dan AI ini bukan hanya menjadi mata pelajaran, tetapi terintegrasi di berbagai program sehingga bisa melahirkan ide-ide cemerlang dan produk-produk luar biasa,” lanjutnya.

Baca Juga: Perempuan Inovasi 2025 Menjadi Panggung Kekuatan Perempuan di Era Transformasi AI

Ia mencontohkan kreativitas peserta kegiatan yang mampu menciptakan aplikasi bagi para imigran, gambaran bahwa anak muda Indonesia mampu menggabungkan teknologi dengan empati sosial.

Dr. Laksmi menjelaskan, mata pelajaran coding dan AI kini tidak hanya tersedia untuk jenjang SMA atau SMK, melainkan sudah diperkenalkan sejak kelas 5 SD. Namun, pendekatan pembelajarannya disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak.

“Di SD, kita bicara tentang kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, dan berpikir komputasional,” ungkapnya.

Barulah di jenjang SMP hingga SMA/SMK, murid mulai belajar membuat program dan mengembangkan produk teknologi sederhana.

Menutup pernyataannya, Dr. Laksmi kembali menegaskan bahwa AI bukanlah ancaman bagi perempuan, terutama dalam profesi pendidik.

Justru sebaliknya, kata dia, AI dapat menjadi mitra yang membantu meringankan beban administratif dan memungkinkan guru fokus pada pengajaran.

“PR ini bukan menggantikan, tetapi membantu peran perempuan dalam sistem pendidikan. Kita tidak perlu menganggap AI sebagai hal yang tabu, tetapi berteman dengannya. AI bisa memudahkan guru, khususnya dalam menyusun perencanaan pelajaran,” tutupnya.

Baca Juga: Dian Sastrowardoyo Soroti Pentingnya Etika Digital Sejak Dini di Era Kecerdasan Buatan