Penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) terus menunjukkan lonjakan signifikan dan semakin menjadi bagian penting dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Dengan jumlah pengguna mencapai 58 juta konsumen dan 41 juta merchant, yang sebagian besar merupakan pelaku UMKM, QRIS kini tercatat sebagai sistem pembayaran nontunai terbesar di Indonesia.

Data Bank Indonesia per Agustus 2025 menunjukkan bahwa sepanjang Semester I 2025, QRIS membukukan 6,05 miliar transaksi dengan nilai Rp579 triliun. Selain digunakan di berbagai daerah di Indonesia, QRIS juga telah dapat dimanfaatkan untuk transaksi lintas negara, termasuk di Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, Laos, Brunei, Jepang, dan Korea.

Baca Juga: Transaksi Keuangan Digital Melesat, Bank Indonesia: Transaksi QRIS Tumbuh 139,45%

Menurut kajian Prasasti Center for Policy Studies, peningkatan ini bukan hanya mencerminkan perubahan perilaku pembayaran, melainkan juga menunjukkan percepatan digitalisasi ekonomi dalam satu dekade terakhir. QRIS dinilai menjadi pintu masuk bagi pelaku usaha kecil untuk beradaptasi dengan ekosistem digital yang semakin luas.

“Dalam lima tahun terakhir, nilai transaksi QRIS hampir tiga kali lipat setiap tahun. Dampaknya cukup besar, terutama bagi UMKM yang kini bisa mengelola transaksi secara lebih aman, efisien, dan tercatat,” kata Gundy Cahyadi, Research Director Prasasti.

Efisiensi Investasi di Sektor Digital

Prasasti juga menyoroti bagaimana digitalisasi berpengaruh pada efisiensi ekonomi nasional. Kajian lembaga itu menunjukkan bahwa sektor-sektor yang telah terdigitalisasi memiliki ICOR (Incremental Capital Output Ratio) sebesar 4,3, lebih rendah dari rata-rata nasional 6,6. Angka ICOR yang lebih kecil menunjukkan bahwa investasi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien.

Baca Juga: BI Mulai Uji Coba QRIS di Korea Selatan, Targetkan Resmi Dipakai Tahun 2026

Temuan ini memperlihatkan bahwa digitalisasi berkontribusi pada fondasi ekonomi yang lebih kuat, khususnya dalam meningkatkan produktivitas serta memperluas akses layanan keuangan bagi UMKM.

Tantangan Digitalisasi UMKM

Meski penetrasi QRIS tinggi, Prasasti menilai digitalisasi UMKM Indonesia masih belum merata. Banyak pelaku usaha kecil yang baru mengadopsi pembayaran digital, namun belum memanfaatkan teknologi lain seperti pencatatan keuangan, pemasaran digital, atau layanan pembiayaan berbasis data.

Fenomena “hollow middle”, yaitu minimnya jumlah usaha menengah antara usaha mikro dan korporasi besar, juga menjadi hambatan struktural dalam peningkatan daya saing. Digitalisasi dinilai dapat menjadi katalis bagi UMKM untuk naik kelas melalui teknologi, perluasan pasar, dan akses pendanaan yang lebih terbuka.

Baca Juga: Gubernur BI: QRIS Jadi Simbol Kedaulatan Indonesia dalam Ekosistem Ekonomi Digital Dunia

“Catatan transaksi QRIS bisa menjadi data alternative credit scoring. Ini sangat penting bagi UMKM yang selama ini sulit mendapat pembiayaan dari lembaga formal,” jelas Gundy.

Ia menambahkan, integrasi data QRIS dengan sistem perpajakan digital juga dapat meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak secara bertahap.

Transformasi Digital Lintas Sektor

Selain UMKM, sektor lain yang dipandang memiliki peluang besar untuk mempercepat digitalisasi adalah administrasi pemerintahan. Pengembangan platform data terpadu dan layanan publik berbasis digital dinilai dapat mengurangi hambatan birokrasi dan mempercepat proses perizinan, sekaligus memperbaiki iklim kemudahan berusaha.

Baca Juga: Transaksi QRIS Tembus Rp104 T, Gibran: Meledek Luar Biasa, Ini Bikin Gerah Pihak Lain

“Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi fondasi penting bagi produktivitas ekonomi Indonesia ke depan,” ujar Gundy.

Dengan semakin meluasnya penggunaan QRIS dan meningkatnya kesiapan digital di berbagai sektor, Indonesia kini memasuki fase baru transformasi ekonomi, lebih terintegrasi, lebih transparan, dan semakin inklusif bagi pelaku usaha kecil.