Dari kacamata psikologi, grooming memanfaatkan kerentanan remaja yang sedang mencari jati diri dan membutuhkan penerimaan sosial. Pelaku mempraktikkan prinsip persuasi seperti resiprositas, dengan memberi hadiah atau pujian agar korban merasa berutang budi, prinsip liking, dengan membuat diri mereka disukai dan dipercaya, serta prinsip komitmen, dengan permintaan kecil yang terus meningkat agar korban merasa perlu menjaga konsistensi.
Teori pembelajaran sosial Bandura pun menjelaskan bahwa pelaku mempelajari taktik-taktik manipulasi ini dari pengalaman atau observasi, menjadikan mereka semakin lihai dalam menjerat korban.
Sayangnya, jeratan grooming tidak berhenti di ruang virtual. Ketika groomer merasa waktunya tepat, mereka akan mendorong pertemuan langsung dengan berbagai dalih, seperti memberikan hadiah besar atau menjanjikan peluang karier. Di sinilah risiko eksploitasi fisik dan seksual menjadi sangat tinggi.
Untuk menjerat pelaku, Indonesia telah memiliki payung hukum yang lebih tegas melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasal 10 menegaskan bahwa segala bentuk eksploitasi seksual, termasuk melalui bujukan dan pemberian hadiah, merupakan tindakan pidana.
Sementara Pasal 14 melindungi korban dari kekerasan seksual berbasis elektronik, termasuk grooming online, dengan sanksi yang tegas bagi pelaku.
Namun demikian, perlindungan terbaik tetaplah pencegahan. Orang tua dan pendidik perlu menanamkan pemahaman sejak dini kepada remaja tentang batasan pribadi dan risiko berinteraksi dengan orang asing di dunia maya.
Pengawasan aktif yang hangat tanpa bersifat menghakimi akan membuat mereka merasa aman untuk bercerita jika ada hal yang mencurigakan. Literasi digital juga menjadi kunci, membantu remaja mengenali akun palsu, modus manipulasi, dan bahaya berbagi informasi pribadi.
Nah Growthmates, masa depan generasi muda kita bergantung pada seberapa waspada kita hari ini. Mari bersama menciptakan ruang digital yang aman dan positif, di mana kreativitas remaja dapat tumbuh tanpa takut diterkam predator online yang menunggu di balik layar.
Baca Juga: Laporan Unit 42 Global Incident Response 2025: 44% Insiden Keamanan Siber Melibatkan Web Browser