Di era digital ini, media sosial telah menjadi panggung bagi remaja untuk mengekspresikan diri, berinteraksi, bahkan berkarya. Salah satu fitur yang sangat digemari adalah siaran langsung atau live streaming.

Dengan fitur ini, mereka dapat berkomunikasi secara real-time, menyapa penonton, dan merasakan kehangatan dukungan virtual yang kerap meningkatkan rasa percaya diri. Namun, di balik layar gawai dan pujian-pujian manis dari penonton, tersembunyi bahaya serius yang sering luput dari perhatian, yakni grooming.

Grooming sendiri merupakan tindakan manipulatif yang dilakukan oleh seseorang untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan kendali atas korban, biasanya dengan tujuan eksploitasi seksual. Para pelaku, atau groomer, tidak melancarkan aksinya secara instan.

Mereka menyiapkan serangkaian strategi halus namun sistematis, dimulai dari pujian dan perhatian berlebihan hingga membangun kedekatan emosional yang membuat korban merasa istimewa dan bergantung.

Live streaming menjadi salah satu celah termudah bagi groomer karena konten yang disiarkan remaja bersifat terbuka, menampilkan rutinitas, minat, bahkan informasi pribadi yang tanpa sadar dibagikan.

Para pelaku mengamati dengan saksama, mempelajari kebiasaan korban, dan mencari titik kerentanan mereka. Interaksi langsung melalui kolom komentar atau pesan pribadi menciptakan ilusi kedekatan, seolah-olah groomer adalah penggemar setia atau teman yang peduli.

Motivasi pelaku tidak hanya untuk membangun relasi virtual. Perlahan, mereka mulai menuntut hal-hal yang lebih personal, menguji batasan korban dengan permintaan kecil sebelum meningkat ke permintaan intim. Tidak jarang, mereka menebar janji manis tentang ketenaran, karier, hadiah mahal, atau dukungan finansial.

Bagi remaja yang sedang dalam tahap pencarian identitas dan haus validasi sosial, perhatian seperti ini terasa begitu menenangkan dan membanggakan, padahal sesungguhnya adalah jerat berbahaya.

Data menunjukkan betapa seriusnya fenomena ini di Indonesia. UNICEF mencatat bahwa lebih dari separuh kasus eksploitasi seksual anak di dunia maya tidak terungkap karena korban merasa takut, malu, atau tidak tahu harus melapor ke mana.

KPAI juga mengungkapkan terdapat ratusan kasus grooming yang terdata setiap tahunnya, dan Komnas Perempuan menyoroti banyaknya kekerasan seksual berbasis elektronik yang kerap berawal dari proses grooming online. Bahkan, laporan KemenPPPA menunjukkan bahwa anak laki-laki juga menjadi korban signifikan, meski topik ini jarang dibahas terbuka di masyarakat.

Baca Juga: Bisa Laporkan Penipuan Online, Indonesia Cyber Crime Combat Center (IC4) Resmi Diluncurkan