Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra mendukung rencana dan tekad calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang ingin mengembangkan green energy atau energi terbarukan.
Sebelumnya, Prabowo menyatakan komitmen untuk membawa Indonesia menjadi swasembada energi terbarukan, salah satunya dengan memanfaatkan etanol dari sawit, singkong, hingga tebu untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM) fosil.
Baca Juga: Kata BRIN: Minyak Sawit yang Paling Memungkinkan Disulap Jadi Energi
Terkait aksi Prabowo, ia menilai Indonesia mempunyai resources yang cukup untuk menutupi kekurangan kebutuhan minyak mentah dalam negeri. Ketergantungan atas BBM fosil bisa secara perlahan diganti dengan energi alternatif bersumber dari energi terbarukan seperti singkong, tebu, dan sawit yang tumbuh subur di Indonesia sehingga dapat meminimalisir impor BBM.
"Kalau dibilang memungkinkan, kami dari Energy Watch melihat mungkin tapi kita perlu lihat lagi total nilai impor BBM saat ini itu di kisaran di atas 30 juta kilo liter per tahun itu nilai impor total, sebanyak itu per tahun yang memang kita perlu tanggung," ujarnya, Jumat kemarin.
Baca Juga: Prabowo Berencana Sulap Sawit dan Singkong Jadi Bensin
"Dan kalau kita berbicara minyak mentah ini saat ini kita masih kekurangan sekitar 1 juta barel oil per day yang perlu kita tanggung jawab supaya tidak sama sekali impor kalau dibilang mungkin," tambah dia.
Karena itu, ia menilai jika pemerintah perlu menyiapkan strategi memperluas resources untuk dijadikan sebagai alternatif untuk BBM.
"Jadi pasti harus kalau misalnya dibilang kita akan menyetop impor ada mitigasi-mitigasi yang dilakukan salah satu misalnya menambah kegiatan eksplorasi migas yang akhirnya itu bisa menambah jumlah produksi harian dengan target kekurangan satu juta barel per harinya," ucapnya.
Lebih lanjut, alternatif lainnya pemerintah menggenjot hasil produksi komoditas singkong, tebu, dan jagung sebagai bahan produksi bahan bakar etanol yang lebih ramah lingkungan.
"Lalu alternatif lain selain kita menambah jumlah produksi pasti kita juga mencari alternatif energi alternatif salah satunya biodiesel yang menggunakan minyak sawit ataupun bioavtur yang kemarin juga menggunakan kelapa lalu kita juga berbicara terkait etanol yang bisa menggunakan tebu, singkong, jagung, ataupun materi-materi yang lain," paparnya.
Ia mengaku optimistis impor BBM yang membebani neraca keuangan negara secara bertahan dapat dikurangi bahkan dihentikan.
Seperti, penerapan pemakaian BBM Biodiesel 35 persen (B35) menyusul keberhasilan program B30 sebagai langkah pemerintah mengurangi impor minyak serta menghemat devisa negara di mana penggunaan sawit 35 persen sementara 65 persennya dicampur BBM.
"Pada awalnya yang hanya 2,5 persen, 3 persen, 5 persen, sampai akhirnya hari ini menuju 40 persen di mana di komersialisasinya ada di B35 kita rasakan saat ini dari biosolar," katanya.
Baca Juga: Prabowo Berencana Sulap Sawit dan Singkong Jadi Bensin
"Ini kan B35 perlu waktu lebih sekitar 10 tahun kita bisa mencapai dari yang tidak dicampur sampai sekarang campurannya sudah 35 persen menuju 40 persen. Itu yang perlu kita lihat bagaimana nanti peta jalannya," ungkapnya.