Nama Veronica Colondam telah lama melekat sebagai salah satu ikon wirausaha sosial dan filantropi paling berpengaruh di Indonesia.
Lebih dari dua dekade terakhir, ia mengabdikan hidupnya untuk pemberdayaan perempuan, pendidikan anak muda, serta pengentasan kemiskinan lintas generasi melalui Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation yang didirikannya sejak 1999.
Kiprahnya di tingkat global pun diakui ketika ia menjadi penerima termuda UN-Vienna Civil Society Award pada 2001, serta dinobatkan sebagai United Nations Solution Maker di kantor PBB New York pada 2017.
Dikutip dari laman LinkedIn pribadinya, melalui YCAB, Veronica telah menjangkau lebih dari lima juta anak muda dan perempuan berpenghasilan rendah, sekaligus mengantarkan organisasinya masuk peringkat 28 besar dari 500 lembaga nirlaba terbaik dunia versi 2024.
Lantas, seperti apa sosok dan perjalanan kiprah Veronica Colondam dalam membangun gerakan sosial yang berdampak luas ini?
Dikutip dari berbagai sumber, Jumat (5/12/2025), berikut ulasan Olenka tentang perjalanan hidup serta kontribusi Veronica Colondam bagi pemberdayaan masyarakat dan masa depan generasi muda Indonesia.
Latar Belakang Keluarga dan Kehidupan Pribadi
Veronica Colondam lahir pada 12 Februari 1972. Perjalanan hidupnya tak selalu berjalan mulus. Kisah masa kecil hingga dinamika kehidupan keluarganya banyak tertuang dalam buku Journey to Impact.
Pada bagian awal buku tersebut, dikisahkan perjalanan emosional tentang orang tua Veronica yang sempat membuatnya tidak dapat melanjutkan kuliah, sebuah pengalaman yang membentuk ketangguhan dan visi hidupnya di kemudian hari.
Dalam kehidupan pribadi, Veronica menikah dengan Pieter Tanuri, seorang pengusaha asal Indonesia, dan dikaruniai tiga orang anak. Meski kini anak-anaknya telah dewasa, perannya sebagai ibu tetap menjadi pijakan utama dalam setiap keputusan sosial yang ia ambil.
Pendidikan dan Bekal Kepemimpinan Global
Veronica menerima gelar ganda di bidang Komunikasi dan Public Relations dari American University pada 2001, serta menyandang gelar Master of Science (MSc) di bidang Ilmu Sosial dari Imperial College London pada 2006.
Ia juga menempuh berbagai pendidikan kepemimpinan kelas dunia, antara lain di Harvard Kennedy School (2009), MIT (2010), Yale (2013), program Social Entrepreneurship di INSEAD (2010), serta Impact Investment di Saïd Business School, University of Oxford (2012).
Latar pendidikan global ini menjadi fondasi kuat untuk mengembangkan pendekatan filantropi modern yang menggabungkan misi sosial dengan keberlanjutan finansial. Sejak 2018, ia juga tercatat sebagai Komisaris Independen PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Perjalanan Karier
Dikutip dari youngontop.com, perjalanan karier Veronica berawal dari bidang komunikasi dan ilmu sosial. Namun, keyakinannya bahwa pendidikan adalah kunci utama perubahan sosial membawanya menapaki jalan sebagai wirausaha sosial.
Ia melihat bahwa masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan secara parsial, melainkan harus ditangani secara sistemik melalui pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan perubahan pola pikir.
Prinsip inilah yang kemudian menjadi roh dalam setiap langkah besar yang ia ambil, termasuk ketika ia terlibat dalam berbagai forum kepemimpinan global serta jaringan filantropi internasional.
Awal Mula Mendirikan YCAB Foundation
Dikutip dari laman resmi YCAB, YCAB Foundation resmi didirikan pada 13 Agustus 1999. Titik balik kehidupan Veronica bermula saat ulang tahunnya yang ke-26, ketika ia menanyakan pada dirinya sendiri, “Bagaimana saya ingin dikenang ketika saya sudah tiada?” Pertanyaan ini menjadi cikal bakal lahirnya YCAB sebagai wadah pengabdian sosialnya.
Dikutip dari Liputan6.com, pada awal berdirinya YCAB, fokus utama Veronica adalah pencegahan perilaku berisiko pada remaja seperti narkoba, seks bebas, dan HIV/AIDS. Kala itu, YCAB memberikan pelatihan soft skill seperti pengambilan keputusan, manajemen konflik, hingga pengelolaan relasi.
Seiring waktu, Veronica menyadari bahwa akar persoalan terbesar justru terletak pada pendidikan yang terputus akibat kemiskinan. Dari sinilah YCAB memperluas fokus pada pembiayaan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi keluarga.
Melalui tiga pilar utama, yaitu Healthy Lifestyle Promotion (HeLP), House of Learning and Development (HoLD) atau Rumah Belajar, serta Hands-on Operation for Entrepreneurship (HOpE).
YCAB dan Dampak yang Terus Meluas
Dikutip dari laman LinkedIn pribadinya, sejak 1999 YCAB telah menjangkau lebih dari lima juta anak muda dan perempuan berpenghasilan rendah.
Di bawah kepemimpinan Veronica, YCAB menempati peringkat 28 besar dari 500 organisasi nirlaba terbaik dunia versi 2024 dan meraih Status Konsultatif Umum UN-ECOSOC sejak 2016.
Dikutip dari Tatler Asia, YCAB berkembang menjadi YCAB Social Enterprise Group yang menopang program filantropi melalui unit-unit usaha berkelanjutan, termasuk YCAB Ventures.
Kini, program YCAB tidak hanya menjangkau Indonesia, tetapi juga enam negara lain seperti Uganda, Afghanistan, Pakistan, Mongolia, Myanmar, dan Laos.
Baca Juga: Profil Nila Tanzil, Sang Penggerak Literasi Anak Indonesia Timur
YCAB Ventures dan Inovasi Keuangan Sosial
YCAB Ventures lahir sebagai lengan kewirausahaan sosial yang menggabungkan pendidikan dengan akses pembiayaan mikro. Pada akhir 2015, Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin pendirian perusahaan modal ventura sebagai unit usaha YCAB yang berfokus pada inklusi keuangan.
Dikutip dari globalprivatecapital.org, melalui model pinjaman mikro bersyarat pendidikan, YCAB memastikan bahwa akses modal berjalan seiring dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar masyarakat prasejahtera dapat benar-benar memutus rantai kemiskinan.
Membangun Portal Pekerjaan untuk Lulusan SMA
Dikutip dari Liputan6.com, kepedulian Veronica terhadap anak-anak putus sekolah mendorong YCAB menggandeng Microsoft dan Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk membangun portal pekerjaan generasibisa.id. Portal ini dirancang khusus bagi lulusan SMA dan setara yang sering kali terjepit karena keterbatasan usia dan pendidikan.
Veronica menyebutkan bahwa sebanyak 79 persen lulusan Paket C dari Rumah Belajar YCAB berhasil memperoleh pekerjaan pada tahun pertama. Menurutnya, kemandirian ekonomi adalah kunci lahirnya martabat dan masa depan yang lebih baik.
'Blusukan' sebagai Jiwa Kepemimpinan
Dikutip dari Liputan6.com, hingga kini Veronica masih rutin melakukan “blusukan” ke berbagai daerah untuk melihat langsung persoalan masyarakat. Ia percaya bahwa yang dibantu bukanlah program, melainkan manusia. Dengan menyentuh realitas secara langsung, ia dapat merancang solusi yang benar-benar sesuai kebutuhan.
Baginya, perjalanan ke lapangan juga merupakan proses spiritual dalam menemukan makna hidup sekaligus panggilan untuk terus melayani.
Buku Karya Veronica Colondam
Sebagai penulis, Veronica telah melahirkan sejumlah buku yang berfokus pada pengembangan anak muda dan isu sosial, di antaranya Raising Drug-Free Children (2007), 10 Mitos dan 1 Kebenaran Tentang Narkoba (2010), Journey to Impact (2018), dan Impact One, Impact Millions (2019).
Strategi Membangun Bisnis Sosial ala Veronica Colondam
Dikutip dari laman resmi UGM, Veronica menegaskan bahwa membangun bisnis sosial jauh lebih kompleks dibanding bisnis konvensional karena harus menggabungkan nilai sosial dan keberlanjutan finansial.
“Menjadi entrepreneur itu sulit. Menjadi social entrepreneur lebih sulit lagi, karena kita harus menggabungkan nilai sosial dan hasil finansial. Itu adalah seni. Hanya mereka yang serius dan tulus yang akan mampu menciptakan dampak bermakna,” tuturnya.
Veronica pun menekankan pentingnya memulai dari persoalan nyata di masyarakat, disertai intuisi sosial yang kuat. Salah satu inovasi besar YCAB adalah peluncuran Juara Empowerment Balanced Fund (JEBF), produk investasi yang tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga menciptakan dampak sosial.
Menurut Veronica, penerima manfaat tidak boleh hanya menjadi objek bantuan, melainkan juga harus mampu berkontribusi kembali kepada masyarakat.
Penghargaan dan Pengakuan Dunia
Dikutip dari laman LinkedIn pribadinya, pengakuan internasional terhadap kiprah Veronica Colondam dimulai sejak 2001 ketika ia menjadi penerima termuda UN-Vienna Civil Society Award sekaligus menerima penghargaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina.
Namanya kemudian kian diperhitungkan secara global setelah dinobatkan sebagai World Economic Forum Young Global Leader pada 2006, disusul terpilih sebagai salah satu Asia Society’s 21 Young Leaders pada 2007.
Dedikasinya di bidang kewirausahaan sosial mengantarkannya meraih EY Social Entrepreneur of the Year pada 2011 dan Schwab Social Entrepreneur pada 2012.
Pada 2014, Forbes menobatkannya sebagai salah satu dari 10 Most Inspiring Women in Indonesia sekaligus masuk dalam daftar Asia’s 48 Philanthropists.
Pengakuan dunia kembali datang pada 2017 saat ia menerima penghargaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York dan dinobatkan sebagai United Nations Solution Maker, lalu dilanjutkan dengan penghargaan Women of Impact pada 2020 serta Asia’s Top Superwomen pada 2021.
Pesan untuk Perempuan dan Generasi Muda
Dikutip dari Media Indonesia, Veronica meyakini bahwa perempuan memegang peran strategis dalam memutus rantai kemiskinan. Ketika perempuan sejahtera, kesejahteraan keluarga dan pendidikan anak akan mengikuti.
Ia juga menekankan bahwa kemiskinan tidak hanya persoalan ekonomi, tetapi juga menyangkut kepercayaan diri dan keberanian untuk bermimpi. Menurut Veronica, pendidikan harus hadir sebagai alat pembebas dan penggerak perubahan sosial.
Baca Juga: Jejak Langkah Butet Manurung Sosok Ibu Guru dari Rimba