Direktur Utama Telkom Indonesia, Ririek Adriansyah, mengungkapkan perjalanan Telkom dari tahun ke tahun. Diketahui, perusahaan bernama PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) tersebut berdiri sejak tahun 1990 dengan menekankan pada era layanan suara yang pada masanya sangat digandrungi oleh banyak orang.
Ririek menjelaskan bahwa keberadaan Telkom tidak pernah lepas dari dukungan yang disalurkan oleh para mitra dalam penyumbang teknologi. Pasalnya, pada tahun 1995-an, Telkom baru saja mengembangkan teknologi GSM yang memungkinkan pengguna dapat terhubung satu dengan yang lainnya. Lalu, pada tahun 2000-an, kemajuan jaringan ini mulai meningkat pesat dengan kehadiran teknologi jaringan 2G yang dapat membuat siapa saja terhubung ke jaringan internet.
"Dimulai dari adanya media sosial sehingga mulai menyebar. Belum lagi akses YouTube yang memakan banyak sekali pemakaian data," ujar Ririek Adriansyah seperti dikutip Olenka, Senin, 21 Oktober 2024.
Baca Juga: Perkuat Pasar B2B Telkom, Indibiz Hadirkan 4 Rangkaian Solusi Digital Series Terbaru
Kemajuan ini menurut Ririek akan berdampak pada dinamika suatu perusahaan, dalam hal ini adalah Telkom. Sebab, perkembangan ini harus terus diikuti dengan penyesuaian-penyesuaian yang ada, baik dari dalam maupun dari luar (eksternal) perusahaan.
"Jadi memang sangat berubah dan kami otomatis sebagai pimpinan harus dapat menyesuaikan. Mungkin dulu kita mengelola voice, namun sekarang mengelola data," tambahnya.
Perubahan ini mulai dirasakan setelah tahun 2014, di mana kala itu mulai media sosial mulai populer dan bersamaan dengan munculnya jaringan berkelanjutan seperti 3G dan juga 4G.
Lebih dalam, Ririek menjelaskan bahwa perjalanan dalam membentuk Telkomsel tidak selalu mulus. Pasalnya, di tahun 2000-an telkomsel pernah hampir menyerah yang diakibatkan oleh buruknya sistem manajemen keuangan dikala itu.
"Di tahun 2000-an awal, kami pernah mengalami give up dikarenakan kita pada masa itu menyedot likuid terus dan dalam hal ini kita tidak sendirian," ujarnya.
Namun, Ririek menegaskan bahwa mereka tidak sendirian, di mana banyak perusahaan lain menghadapi permasalahan serupa sehingga membuatnya harus menyerah pada keadaan akan pasar yang tidak mengalami peningkatan.
"Seluler dulu dikembangkan oleh AT&T pada tahun 80-an, mereka pernah mengalami masalah serupa (give up) karena mereka menganggap bahwa pasarnya tidak akan besar, namun justru meledak," lanjutnya.
Diketahui Perusahaan bernama AT&T ini mulai mengalami peningkatan pada pangsa pasarnya akibat meledaknya jaringan mobile yang dapat mengubah aspek teknologi menjadi satu per satu individu. Keadaan ini menuntut langkah AT&T untuk membeli perusahaan jaringan seluler yang bernama MCCWAC yang berada di Amerika, dan pada kala itu sebagai sebuah ongkos dari kesalahan yang diperbuatnya.
Tentunya Ririek menilai perbuatan yang dilakukan oleh AT&T ini serupa dengan apa yang harus dilakukan oleh PT Telkom Indonesia Tbk. dalam membayar harga mahal untuk kesalahan prediksinya tersebut. Kendati demikian, mengalami keuntungan setelahnya.
Di samping itu, Pria kelahiran asal Yogyakarta ini menuturkan bahwa PT Telkom Indonesia Tbk. mulai mengalami kemajuan saat diperkenalkan layanan prabayar. Dan pada kala itu, belum diberlakukan pengetatan pada penggunaan layanan prabayar sehingga pengguna dapat mengaktivasinya secara lebih instan.
"Masyarakat Indonesia ini lebih for some reason dan sebenarnya merupakan hal yang biasa, apabila tidak terekspos itu lebih suka. Nah makanya banyak yang suka prepaid karena waktu itu masih belum ketat, sehingga dapat mengaktivasi menggunakan KTP siapa saja" pungkas Ririek.
Menurut Ririek, hal yang paling menantang adalah ketika kita harus dapat menyesuaikan iklim di dalam perusahaan. Sebab, penyesuaian ini diperlukan untuk mengubah skillset dan budaya yang sudah mendarah daging di dalam perusahaan. Selain itu, hal ini menurutnya akan menuntut banyak hal ketimbang mengubah teknologi.
Dengan begitu, besarnya rasa khawatir perusahaan terkait kondisi eksternal perusahaan menjadi sebuah tantangan akan menghadapi teknologi baru yang lebih canggih dan mungkin dapat menggantikan teknologi sebelumnya. Tentunya, ini merupakan salah satu rasa was-was yang dimiliki oleh telkom sebagai perusahaan jaringan saat ini.
"Kami khawatir bukan karena pesaing melainkan teknologi baru yang menggantikan teknologi sebelumnya. Kalo kompetitor mungkin dapat merebut market share kita, tetapi kalo teknologi baru itu dapat mengeliminasi semuanya" tutupnya.