Nama Bahlil Lahadalia dalam satu dua hari belakangan menjadi pembicaraan publik menyusul isu gonjang-ganjing di internal Partai Golkar. Parpol legendaris itu ditinggal ketua umumnya Airlangga Hartarto yang mengundurkan diri secara mendadak. 

Nama Bahlil muncul di tengah isu tersebut, Bahlil itu disebut-sebut menjadi kandidat terkuat calon ketua umum Golkar menggantikan posisi Airlangga. 

Bahlil digadang-gadang menjadi calon ketum golkar paling potensial sebab saat detik-detik pengunduran diri Airlangga,  dirinya diketahui sedang menghadap Presiden Joko Widodo, ia juga sowan ke sejumlah tokoh senior Golkar seperti  Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Pandjaitan.  

Tidak ada yang mengetahui secara pasti pembicaraan dalam pertemuan itu, tetapi banyak yang berspekulasi bahwa yang bersangkutan sedang meminta restu menuju kursi Golkar I. 

Masa Lalu Bahlil

Terlepas jadi tidaknya Bahlil menjadi Ketua Umum Golkar, dia nyatanya menyimpan masa lalu yang tak muda dilewati, kecerian Bahlil yang kerap ia pertontonkan di hadapan publik saat ini ternyata pernah menapaki jalan hidup yang teramat terjal. 

Baca Juga: Jokowi Beberkan Nasib Airlangga di Kabinet Setelah Lengser Jadi Ketum Golkar

Ekonomi menjadi masalah utamanya. Pria kelahiran 7 Agustus 1976 di Kolaka, Sulawesi Tenggara itu hidup dalam berbagai keterbatasan. Penghasilan sang ayahnya yang bekerja sebagai kuli bangunan dan ibu sebagai tukang cuci memaksa Bahlil kecil menjadi lebih dewasa sebelum waktunya.

Tidak seperti kebanyakan anak-anak yang menghabiskan waktunya untuk bermain atau berlibur bareng orang tua, Bahlil harus pontang panting mencari penghasilan tambahan demi mengejar mimpi-mimpi besarnya. 

Menjadi Sopir Angkot dan Penjual Kue

Bahlil mulai mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri I Kolaka Timur. Naasnya ketika melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) I Kolaka Timur, Bahlil nyaris putus sekolah karena ekonomi orang tua sudah mulai tak menunjang lagi.

Tak ingin pasrah pada keadaan hanya membuat mimpinya terkubur, Bahlil mencoba hidup mandiri, berbagai pekerjaan kasar ia lakoni untuk  membiayai pendidikannya, itu ia lakukan diwaktu senggang saat pulang  sekolah.

Bahlil bahkan pernah menjadi sopir angkot part time atau sopir tembak  di usianya yang masih belasan tahun,  tak hanya menjajal pekerjaan sebagai sopir angkot, ia juga menjadi pedagang kue dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki setiap harinya. 

Usaha kerasnya itu berbuah manis, Bahlil kemudian menuntaskan studinya di SMP  I Kolaka Timur dan melanjutkan ke jenjang berikutnya ke SMA YAPIS Fakfak Papua dan memutuskan belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay di Jayapura. Pada medio ini, Bahlil masih tetap hidup mandiri tentunya dengan mental yang jauh lebih kuat. 

Jadi Pengusaha Sukses

Mental baja yang ditempa dengan sangat keras sejak dini mengantarkan Bahlil pada gerbang kesuksesan, hidup dalam berbagai keterbatasan Bahlil tentu tak seumur hidup terjebak dalam siklus hidup yang menyakitkan itu, ia putar otak mencari jalan untuk segera keluar dari berbagai persoalan hidup yang menderanya. 

Bertahun-tahun kemudian, Bahlil diterima bekerja di sebuah perusahaan milik negara yakni  Sucofindo. Beberapa tahun menimba ilmu di perusahaan ini, Bahlil memberanikan diri keluar dari zona nyaman dan merintis usaha sendiri. 

Baca Juga: Luhut Soal Kans Bahlil Jadi Ketum Golkar: Bagus-bagus Saja

Di kemudian hari ia mendirikan  PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan PT Dwijati Sukses. Tiga bidang usaha pertama ini  menjadi cikal bakal gurita bisnis Bahlil di bawah PT Rifa Capital Holding Company yang membawahi 10 perusahaan lainnya. Semua bidang usahanya bergerak di sektor transportasi dan properti.