Rencana Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan memberi subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi para pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek ramai-ramai diprotes. 

Wacana mengubah subsidi yang saat ini berbentuk Public Service Obligation (PSO) atau pengurangan tarif menjadi berbasis NIK dinilai hanya akal-akalan menaikkan tarif KRL, dikhawatirkan akan ada banyak NIK yang tak mendapat subsidi. 

Selain itu, subsidi lewat cara ini juga ditakutkan tak tepat sasaran, jangan sampai  bantuan itu justru menyasar masyarakat yang tergolong mampu dan tak layak subsidi. 

Baca Juga: Prabowo ke Jokowi: Kalau Bapak Dicubit yang Rasakan Seluruh Partai Gerindra

Hal lainnya yang bikin rencana kebijakan ini diprotes habis-habisan adalah adanya ketakutan akan lonjakan penumpang KRL saat infrastruktur penunjang belum memadai, sebab sebagaimana yang kita ketahui bersama  penumpang KRL hampir berdesak-desakan setiap harinya, wacana subsidi ini dikhawatirkan membuat kondisi pengguna KRL semakin rumit menggunakan moda transportasi yang satu ini.  

Banyak pengguna KRL keberatan dengan rencana kebijakan itu, pun demikian, sejumlah pejabat juga tak sepenuhnya menerima hal ini,  kebijakan tersebut diminta supaya segera ditinjau ulang atau sekalian dibatalkan saja sebelum gelombang protes yang lebih besar datang dari masyarakat. 

Tak Boleh Diputuskan Sepihak

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sudah merespons isu tersebut, dia bilang jika Kemenhub punya niatan untuk menerapkan peraturan tersebut, maka mereka tak boleh memutuskan secara sepihak, semua pemangku kepentingan diajak duduk bareng merundingkan untung rugi kebijakan itu. 

Baca Juga: Perang Bintang di Kandang Banteng

"Kalau memang ada kebijakan seperti itu, ya saya rasa harus duduk bersama," Kata Erick ketika ditemui di DPR RI dilansir Olenka.id Selasa (3/9/2024). 

Pria yang juga menjabat ketua PSSI itu mengatakan, sejauh ini pihaknya belum mendapat informasi mengenai isu itu, menurutnya wacana itu baru sekedar usulan, sehingga belum dibahas di  di kabinet Jokowi. 

"Kami belum, belum (duduk bersama). Kan biasanya ada ratasnya dan biasanya, kan kami mengikut. Sepertinya (baru usulan), saya nggak tahu, soalnya saya baca di media juga," imbuhnya.

Kebijakan Diskriminatif 

Isu perubahan subsidi KRL ini juga disorot Komisi V DPR RI. Pemerintah diminta menimbang ulang wacana tersebut supaya kebijakan itu tidak menjadi petaka buat pengguna KRL. Jangan sampai kebijakan yang katanya untuk membantu masyarakat itu justru berbalik mencekik. 

Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo bahkan dengan tegas meminta pemerintah mengurungkan niat tersebut, atau minimal kebijakan itu dikaji ulang secara saksama.

Baginya subsidi berdasarkan NIK ada adalah bentuk diskriminasi, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dimana UU ini menjamin tarif yang terjangkau bagi masyarakat. 

“Pemberian subsidi KRL seharusnya mengedepankan prinsip kesamaan hak. Tidak boleh diskriminatif. Jika subsidi diberlakukan berdasarkan NIK, artinya sudah ada tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik,” tegas Sigit. 

Sigit menegaskan, tugas pemerintah adalah menjalankan amanat UU 23/2007 dengan sungguh-sungguh, pemerintah mesti mengakomodasi dan memfasilitasi pengguna KRL dengan memberlakukan tarif  yang masuk akal dan merata. Rakyat berhak mendapatkan layanan transportasi  murah dan nyaman. 

“Kalau kemudian dibatasi subsidinya dengan NIK, tentu akan membebani mereka (masyarakat kelas menengah ke bawah)  karena tarif KRL akan naik. Saat daya beli masyarakat menurun dan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, seharusnya PSO ditambah bukan malah dibatasi.” Kata Sigit.

Senada Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS Toriq Hidayat juga keberatan dengan rencana ini. Ia menilai, skema ini memiliki potensi menimbulkan berbagai permasalahan yang merugikan masyarakat pengguna KRL.

“Penggunaan NIK bisa menambah kerumitan dalam implementasi skema subsidi. Sistem verifikasi yang rumit dan kesalahan data NIK bisa menghambat akses masyarakat terhadap subsidi,” ujar Toriq. 

Tak hanya itu, pihaknya mengkhawatirkan bila subsidi KRL berbasis NIK maka berisiko terhadap privasi dan keamanan data.

Baca Juga: Trio Srikandi Berebut Kursi Jatim 1, Siapa Lebih Kuat?

"Penggunaan data NIK yang sensitif bisa berpotensi disalahgunakan atau mengalami kebocoran, yang akan merugikan masyarakat," tuturnya.

Respons KAI

Protes keras dari berbagai kalangan terkait kebijakan membuat PT KAI Commuter buka suara. Mereka mengeklaim sejauh ini belum ada arahan Kemenhub terkait peraturan tersebut, itu artinya wacana subsidi berbasis NIK baru sekedar wacana.  

Meski demikian PT KAI tak berdaya menolak jika kebijakan ini nantinya benar-benar diberlakukan. Kemenhub membuat kebijakan yang wajib dijalankan PT KAI selaku eksekutor kebijakan.

“Kewenangan ada di Kementerian Perhubungan kami sebagai eksekutor saja. Ketika kami ada suatu keputusan, kami akan lakukan. Tapi sejauh ini belum ada arahan dari Kemenhub,” kata Direktur Operasi dan Pemasaran KAI Commuter Broer Rizal.

Tanggapan Jokowi

Pro kontra mengenai kebijakan ini akhirnya ditanggapi Presiden Joko Widodo. Kepala Negara menegaskan sejauh ini tak ada rapat kabinet yang membahas hal tersebut, itu artinya kebijakan lama masih akan tetap berlaku dan wacana kebijakan baru tidak akan diterapkan dalam waktu dekat. 

Jokowi bahkan mengaku tak mengetahui rencana itu, dia hanya mendengarnya dari pemberitaan media saja. 

"Saya tidak tahu karena belum ada rapat mengenai itu," kata Presiden. 

Dipertegas lagi mengenai rencana tarif KRL berbasis NIK apakah benar-benar diterapkan pemerintah, Presiden juga mengaku belum mengetahui kondisi di lapangan seperti apa sehingga muncul rencana tersebut.

"Belum tahu, saya belum tahu masalah lapangannya seperti apa," ujar Jokowi.