Masa enam bulan pertama kehidupan bayi merupakan periode emas yang sangat krusial. Pada fase ini, ASI alias Air Susu Ibu masih mampu memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi bayi. Namun, seiring bertambahnya usia, kebutuhan gizi bayi pun ikut berubah dan meningkat.

Menurut Dokter Spesialis Anak, dr. Hani Purnamasari, selama usia 0–6 bulan, bayi memang tidak memerlukan asupan lain selain ASI.

“Kalau selama 0–6 bulan, ASI itu masih memenuhi 100% kebutuhan dari bayinya,” jelas dr. Hani, saat menjadi pembicara di Seminar Budaya Sehat Nusantara bertema “Optimalisasi Bahan Pangan Lokal, MPASI Bergizi untuk Tumbuh Kembang Anak”, yang digelar di Sasana Budaya Rumah Kita, Gedung Philanthropy, Jakarta, belum lama ini.

dr. Hani melanjutkan, memasuki usia enam bulan, kondisi tubuh bayi mulai berbeda. Cadangan nutrisi yang dibawa sejak lahir, terutama zat besi, perlahan menurun bahkan habis.

“Setelah usia 6 bulan, itu banyak zat-zat, terutama zat besi, itu sudah tidak ada di tubuh bayinya. Cadangan makanan yang dia bawa dari lahir itu sudah habis,” tukas dr. Hani.

Menurutnya, memang, ASI tetap mengandung zat besi. Namun, jumlahnya relatif kecil. Meski demikian, lanjut dr. Hani, zat besi dalam ASI memiliki tingkat penyerapan yang sangat baik.

“Di ASI memang sedikit zat besinya, tapi itu akan terserap 100%. Karena di dalam ASI bukan hanya zat besinya, tapi ada zat untuk menyerapnya,” tambahnya.

Meski penyerapan zat besi dari ASI sangat optimal, kata dr. Hani, jumlahnya tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang semakin besar.

Inilah alasan mengapa MPASI atau Makanan Pendamping ASI menjadi sangat penting setelah usia enam bulan.

Dalam pemberian MPASI, kata dr. Hani, orang tua perlu memahami keterbatasan fisik bayi, terutama ukuran lambungnya yang masih kecil.

“Lambungnya bayi itu masih kecil, beda sama kita makan,” kata dr. Hani.

Baca Juga: Tekan Angka Stunting, Pemanfaatan Pangan Lokal Jadi Kunci Penuhi Gizi MPASI

Jika orang dewasa bisa merasa cukup dengan makan tiga kali sehari, bayi tidak bisa menerima makanan dalam jumlah besar sekaligus.

“Kalau bayi, itu kadang-kadang cuma sedikit yang bisa masuk,” jelasnya.

Karena itu, lanjut dr. Hani, strategi pemberian makan pada bayi berbeda dengan orang dewasa.

dr. Hani menekankan bahwa kunci MPASI untuk bayi adalah porsi kecil dengan frekuensi lebih sering, serta kandungan kalori yang padat.

“Sehingga dipikirkan, porsinya sedikit, tapi pemberiannya sering,” ungkapnya.

Ditegaskannya, prinsip ini penting untuk memastikan kebutuhan energi bayi terpenuhi, terutama karena MPASI berfungsi sebagai pelengkap ASI.

“Prinsipnya sedikit tapi sering, kalau untuk MPASI. Itu untuk memenuhi kalorinya, karena dia dibutuhkan banyak kekurangan dari ASI-nya,” jelas dr. Hani.

Dengan asupan kalori yang cukup dan sesuai kemampuan lambung bayi, kata dia, maka proses tumbuh kembang dapat berjalan optimal.

“Itu untuk melengkapi, supaya dia bisa tetap tumbuh dengan baik. Dia harus mendapatkan kalori yang padat, dengan prinsip sedikit tapi sering, karena lambungnya masih kecil,” pungkasnya.

Baca Juga: Lawan GTM Tanpa Drama, Ini Solusi Sehat Rendah Gula dan Garam dari Milna