Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi, Direktur Utama Perum Peruri, Dwina Septiani Wijaya, menyampaikan pesan penting kepada generasi muda agar jangan sampai kehilangan akar dan identitas dalam menjalani transformasi.
Menurut Dwina, teknologi digital memang menawarkan kemudahan, kecepatan, dan berbagai peluang baru. Namun, ada bahaya jika generasi muda hanya hidup mengikuti tren sesaat.
“Sekarang banyak orang hanya melihat apa yang ada di depan mata, hidup dari hari ke hari, ikut-ikutan apa yang orang lain lakukan. Padahal keputusan yang penting harus didasarkan pada values, pada roots kita. Jangan sampai kita lupa siapa diri kita,” tegas Dwina, saat menjadi pembicara di acara PERURI Bestari Festival 2025: Kembali ke Akar, di Taman Kota PERURI, Jakarta Selatan, Sabtu (20/9/2025).
Dwina menekankan bahwa perubahan dan inovasi adalah keniscayaan, tetapi tidak boleh mengorbankan nilai dasar.
Ia mengingatkan bahwa transformasi sejati hanya akan bermakna jika tetap berpijak pada jati diri.
“Transformasi itu penting agar kita relevan menuju masa depan. Tapi kalau kita tidak berpijak pada akar, kita bisa kehilangan identitas. Kembali ke akar berarti mengingat jati diri, sejarah, dan nilai yang membuat kita kokoh,” ujarnya.
Mengambil contoh dari sejarah Peruri, Dwina mengisahkan bagaimana founding fathers bangsa bersikeras mencetak uang sendiri sebagai simbol kedaulatan.
Dari situ, Peruri berkembang menjadi lembaga yang menjaga keaslian rupiah dan kini bertransformasi ke dunia digital dengan misi yang sama, yakni menjaga kepercayaan dan kedaulatan bangsa.
“Founding fathers kita bersikeras Indonesia harus punya uang sendiri, dicetak oleh bangsa sendiri. Itu bukan sekadar soal teknis, tapi soal identitas dan kedaulatan. Nilai itu yang harus terus dijaga dan diteruskan ke generasi berikutnya,” jelasnya.
Baca Juga: Makna ‘Kembali ke Akar’ Menurut Dirut PERURI Dwina Septiani Wijaya
Bagi generasi muda yang hidup di era serba instan, Dwina mengingatkan pentingnya keseimbangan antara tradisi dan inovasi.
Ia menekankan bahwa teknologi hanyalah alat, sementara keputusan yang benar tetap harus berpijak pada nilai.
“Generasi muda harus ingat, roots itu bukan beban, tapi fondasi. Dari situ kita bisa berdiri tegak menghadapi perubahan zaman. Kalau kita tahu dari mana kita berasal, kita tidak akan kehilangan arah,” kata Dwina.
Dwina juga menyoroti pentingnya kedaulatan data di era digital. Jika generasi muda hanya bergantung pada teknologi asing, ada risiko kehilangan kendali atas data bangsa.
Karena itu, ia mendorong anak muda Indonesia untuk percaya diri berkarya, berinovasi, dan menjadikan teknologi sebagai alat memperkuat kedaulatan, bukan melemahkannya.
“Kedaulatan data sama pentingnya dengan kedaulatan uang. Kalau semua aplikasi kita buatan luar, bagaimana kita bisa punya kedaulatan data? Itu sebabnya karya anak bangsa harus mendapat tempat utama,” tandasnya.
Baca Juga: Filosofi Akar dan Harmoni Alam dalam Pandangan Dirut PERURI Dwina Septiani Wijaya