Perayaan budaya dan fashion terbesar tahun ini akhirnya resmi dimulai di pusat kota Jakarta. Parade Wastra Nusantara 2025, persembahan spesial dari FIMELA.com dan Indonesian Fashion Chamber (IFC), sebuah organisasi nirlaba yang menaungi desainer-desainer terkemuka di Tanah Air, digelar selama tiga hari berturut-turut mulai hari ini, Jumat (8/8/2025) hingga Minggu (10/8/2025), di Mall Kota Kasablanka, Jakarta.

Acara ini bukan sekadar panggung fashion, melainkan momen istimewa yang mempertemukan keindahan wastra tradisional dengan energi dan kreativitas anak muda Indonesia.

Di hari pertama gelaran Parade Nusantara 2025, dibuka dengan pertunjukan fantastis Reog Ponorogo dari Sedulur Warok Ponorogo Bekasi. Pertunjukan ini menampilkan kesenian tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, dan telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Kesenian ini memadukan unsur tari, musik, dan mitologi yang menggambarkan keberanian, solidaritas, serta dedikasi masyarakat Ponorogo. 

Kemudian, acara pun dilanjutkan dengan sambutan dari Wenselaus Manggut, selaku Chief Content Officer KapanLagi Youniverse (KLY). Wenselaus menuturkan bahwa wastra sendiri bukan sekadar kain, namun ia adalah warisan yang datang dari masa silam, jauh sebelum dunia mengenal istilah fashion atau industri tekstil modern.

Menurutnya, di balik setiap helai wastra Nusantara, tersimpan jejak peradaban, pengetahuan lokal, hingga filosofi hidup para leluhur.

“Rasanya kita semua tahu bahwa wastra itu kata yang datang dari jauh sekali dari masa silam. Bahkan sebelum masa ini, kata wastra itu sudah ada,” ungkap Wenselaus.

Wenselaus melanjutkan, lebih dari sekadar benda fungsional, kain dalam budaya Nusantara adalah cerminan dari kreativitas, spiritualitas, dan kearifan lokal yang berkembang jauh sebelum revolusi tekstil di Eropa.

Bahkan kata dia, sejarah mencatat bahwa batik dan kain tradisional lain sudah hadir di Indonesia sejak abad ke-7 hingga ke-12, enam abad sebelum era Ratu Victoria di Inggris memperkenalkan gaya fesyen modern.

“600 tahun sebelum barang-barang yang ada di mal ditemukan oleh Eropa, nenek moyang kita sudah menemukan kain yang semuanya kita pakai bersama pada hari ini. Dan, setiap kain punya ceritanya sendiri, punya filosofinya masing-masing, punya nulainya masing-masing,” ujar Wenselaus.

Wenselaus juga menekankan bahwa saat ini kita tidak sekadar merayakan batik atau wastra sebagai simbol budaya, tetapi sebagai representasi dari pengetahuan dan filosofi yang telah dibangun oleh para leluhur selama ratusan tahun.

“Wastra bukan sekadar kain tradisional. Ia adalah hasil pemikiran, pengetahuan, dan nilai-nilai hidup yang diwariskan lintas generasi,” tandas Wenselaus.

Baca Juga: Parade Wastra Nusantara 2025 Hadirkan Perpaduan Budaya dan Fashion di Jakarta