Di tengah gelombang perubahan yang terus berlangsung, mulai dari adopsi kecerdasan buatan (AI) hingga kebijakan kembali ke kantor, satu pertanyaan penting muncul, apakah karyawan masih memercayai pemimpinnya?
Dikutip dari Forbes, Kamis (12/6/2025), menurut laporan Edelman Trust Barometer, kepercayaan global terhadap pemimpin bisnis terus menurun, bahkan hingga 75% pada 2025.
Lebih dari separuh karyawan percaya bahwa para eksekutif kerap menyesatkan mereka. Dalam dunia kerja yang berubah cepat, kepercayaan bukan lagi nilai tambahan, melainkan prasyarat untuk produktivitas, inovasi, dan keberhasilan transformasi.
Lantas, bagaimana kita membangun kepercayaan di tengah dinamika yang kompleks?
1. Transparansi Radikal: Jujur, Bahkan saat Tidak Nyaman
Kepercayaan tumbuh dari kejujuran, bukan dari narasi yang dibentuk demi kenyamanan. Karyawan tidak takut perubahan, mereka takut tidak tahu maknanya.
Maka, keterbukaan tentang alasan di balik kebijakan seperti integrasi AI atau kebijakan kerja hybrid menjadi kunci. Ketika pemimpin menjelaskan ‘mengapa’, karyawan merasa dilibatkan, bukan ditinggalkan.
2. Bangun Sistem, Bukan Hanya Janji
Janji menginspirasi, tapi sistem yang menopangnya menciptakan kepercayaan jangka panjang. Jika organisasi menghargai umpan balik, maka harus ada saluran yang benar-benar didengar.
Jika komitmen pada pengembangan karyawan adalah nyata, maka harus tersedia mentoring dan pelatihan berkelanjutan. Konsistensi antara kata dan aksi adalah fondasi kepercayaan.
3. Prioritaskan Kesejahteraan Karyawan secara Nyata
Data Gallup menunjukkan hanya 21% karyawan yakin atasannya peduli pada kesejahteraan mereka. Sementara itu, isu kelelahan dan kesehatan mental makin mengkhawatirkan.
Menjadikan kesehatan mental sebagai bagian dari strategi organisasi bukan hanya bijak, itu adalah keharusan. Ini bisa dimulai dari hal sederhana: memberi ruang untuk istirahat, fleksibilitas kerja, hingga kepemimpinan yang terbuka membicarakan pentingnya perawatan diri.
Baca Juga: 9 Gaya Kepemimpinan yang Dipakai Para Pendiri Perusahaan dan CEO Top Dunia
4. Pertahankan Komitmen pada DEI
Meski tekanan politik dan hukum memengaruhi banyak inisiatif Diversity, Equity, and Inclusion (DEI), nyatanya 91% karyawan pernah mengalami diskriminasi.
Komitmen pada DEI bukan hanya urusan reputasi, tapi ini adalah dasar dari kepercayaan. Karyawan merasa aman dan dihargai ketika organisasi memegang teguh nilai-nilai inklusif.
5. Selaraskan Teknologi dengan Nilai Kemanusiaan
AI memang menjanjikan efisiensi, tapi tanpa komunikasi yang jelas, ia justru menimbulkan kecemasan. Pemimpin perlu menjelaskan tujuan integrasi teknologi, dampaknya terhadap pekerjaan, dan langkah-langkah pendampingan seperti pelatihan ulang atau penempatan kembali.
Otomatisasi tidak boleh mengorbankan mata pencaharian, tapi ia harus membuka peluang.
Perlu diingat juga, membangun kepercayaan tidak bisa diselesaikan dalam satu kuartal. Namun, kepercayaan adalah mata uang yang membiayai perubahan berkelanjutan. Ia mendorong keterlibatan, memperkuat kohesi tim, dan menciptakan organisasi yang siap menghadapi masa depan.
Ketika pemimpin memimpin dengan kejelasan, konsistensi, dan empati, kepercayaan bukan hanya mungkin, melainkan menjadi kekuatan pendorong transformasi yang sesungguhnya.
Baca Juga: 6 Strategi Kepemimpinan yang Membuat CEO Unggul dalam Krisis Menurut Studi IBM