Hari besar keagamaan (HBK) di Indonesia identik dengan libur panjang, terutama untuk idulfitri serta natal dan tahun baru (nataru). Momen libur panjang tersebut sedikit banyak berdampak pada kebijakan pembatasan angkutan barang.
Kebijakan pembatasan angkutan barang, khususnya untuk perjalanan darat diklaim sebagai upaya untuk memastikan kelancaran lalu lintas saat libur hari besar keagamaan. Pasalnya, selama periode tersebut pasti diikuti oleh trafik yang tinggi akibat mobilisasi masyarakat yang hendak mudik atau berlibur.
Hal demikian diamini oleh Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Perhubungan Kemenhub, Yufridon Gandoz. Ia mengatakan bahwa pembatasan angkutan barang dilakukan selain dalam rangka mengelola kelancaran arus lalu lintas juga untuk menjaga distribusi barang pokok penting yang mejadi kebutuhan masyarakat.
Baca Juga: Rencana Universitas Trisakti Bakal Jadi PTN Berbadan Hukum, Ini Fakta-faktanya!
"Infrastruktur transportasi ini menjadi backbone dari kegiatan perekonomian. Kami terus berupa meningkatkan konektivitas nasional, meningkatkan kualitas transportasi, serta meningkatkan keselamatan transportasi, termasuk saat libur panjang hari keagamaan," pungkas Gandoz dalam FGD yang digelar Institut Transportasi dan Logistik Trisaksi di Jakarta, Senin, 23 September 2024.
Dekan Fakultas Sistem Transportasi Logistik Trisakti, L. Denny Siahaan, mengatakan bahwa kegiatan FGD ini digelar sebagai bentuk komitmen ITL Trisakti untuk terus berperan aktif mendorong sektor transportasi dan logistik Indonesia. Melalui FGD ini diharapkan akan muncul diskusi publik yang menghasilkan berbagai solusi efektif dalam penerapan kebijakan pembatasan angkutan barang selama masa libur panjang.
"Kebijakan ini memiliki dampak bagi ketersediaan bahan pokok, seperti bahan pangan, ekspor impor yang berdampak pada kenaikan harga. Hal ini menjadi penting untuk dibahas dan mendapatkan solusi yang efektif. Melalui diskusi publik ini besar harapan kami muncul rekomendasi yang berdampak pada kebijakan solutif," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Sarana dan Logistik Kementerian Perdagangan, Sri Sugy Atmanto, memahami bahwa pembatasan distribusi barang ini berpotensi berdampak pada kelangkaan barang. Jika sudah langka, dapat dipastikan bahwa harga kebutuhan pokok akan naik.
Untuk itu, Kemendag memberi perhatian dan usulan bahwa kebijakan pembatasan ini diberlakukan dengan memperhatikan beberapa hal, terutama soal prioritas produk atau barang yang menjadi kebutuhan strategis masyarakat.
"Setidakna ada empat produk atau barang yang jadi kebutuhan strategis masyarakat jelang hari besar keagamaan, yakni air minum dalam kemasan (AMDK), pupuk dan ternak, barang ekspor-impor, serta barang yang dilengkapi dengan surat muatan," tegasnya.
Pandangan mengenai kebijakan pembatasan ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Rahmat Hidayat. Ia mengatakan, sektor konsumsi yang menjadi penggerak utama roda perekonomian sepatutnya menjadi sektor yang dikecualikan dalam pemberlakuan kebijakan ini.
Ia mengaku, pelaku industri di sektor makanan dan minuman memastikan bahwa rantai nilai dari hulu ke hilir bisa menjamin produk selalu tersedia dan masyarakat juga mampu membelinya. Sebab, hal tersebut berkaitan pula dengan ketahanan pangan nasional, termasuk pada momen libur panjang.
"Peran industri makanan dan minuman ini juga memastikan bahwa produk ini dapat tersedia, dibeli, dan dikonsumsi masyarakat dengan aman. Hal ini juga berkaitan erat dengan food security," jelas Rahmat.
Untuk itu, ia memberikan sejumlah usulan, seperti pemerintah dinilai perlu mengevaluasi kembali kebijakan angkutan barang supaya mendorong aktivitas logistik yang efisien, khususnya bagi industri makanan dan minuman. Usulan berikutnya, ketersediaan barang harus dapat terjamin selama libur panjang melalui kebijakan pengelolaan/rekayasa lalu lintas yang ramah bagi sektor logistik nasional.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan daya beli masyarakat, di mana pembatasan angkutan barang dinilai berpotensi makin menurunkan daya beli masyarakat yang akan berdampak pada perkembangan industri
"Pemangku kebijakan juga perlu mempertimbangkan tingkat arus angkutan barang dalam penentuan kebijakan rekayasa lalu lintas guna memastikan ketersediaan barang," katanya lagi.