Kisah sukses Dato Sri Tahir memang menjadi inspirasi bagi beberapa orang. Ia merupakan salah satu tokoh filantropis di Indonesia pemilik Mayapada Group.
Mayapada Group menjadi mahakarya terbesar dari bisnis yang dirintis oleh Tahir sejak 1986 silam. Berkat buah tangan dingin pria bernama asli Ang Tjoen Ming ini, Mayapada Group terus tumbuh menjadi perusahaan multisektor yang sukses dan terkenal di Tanah Air.
Nah, kekayaan dan pencapaian yang didapat Tahir saat ini adalah buah kerja kerasnya sejak dulu. Meski dirinya bertitel menantu sang taipan Lippo Group, Mochtar Riady, namun ia sama sekali tak difasilitasi modal kerja apalagi harta oleh sang mertua.
Dengan kondisi tak diberi privilege oleh Mochtar Riady, Tahir sama sekali tak kecewa. Ia pun memaknai sikap mertuanya tersebut sebagai ‘permohonan’ tegas bagaimana seharusnya ia bersikap di masa mendatang yang akan dilaluinya bersama sang istri, Rosy Riady.
Dan, berusaha lepas dari bayang-bayang keluarga mertuanya pun membuahkan hasil. Tahir kini sangat sukses, bahkan melebihi kesuksesan dan kekayaan keluarga sang taipan. Per September ini, keluarga Tahir pun masuk ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia peringkat ke-7 menurut Forbes, dengan mengantongi total kekayaan mencapai $5,4 miliar atau sekitar Rp83,4 triliun.
Nah Growthmates, kisah Tahir dalam membesarkan bisnisnya ini pun terkuak dalam dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Ternyata, selama ini ia memiliki filosofi dan prinsip bisnis yang luar biasa.
Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan kisah awalnya ia berbisnis impor. Adapun, bisnis impor yang pertama dirintisnya itu ternyata impor kue bulan. Seperti apa kisahnya?
Baca Juga: Dulu Orang Melarat Kini Jadi Konglomerat Hebat, Ini Filosofi Bisnis yang Dianut Dato Sri Tahir
Jajaki Bisnis Impor
Perjalanan hidup Tahir meraih kesuksesannya ini memang penuh dengan kerikil. Sejak usia 10 Tahun, Tahir sudah diajarkan oleh ayahnya untuk berjualan gantungan cangkir dan menjajakannya di sekitar daerah Solo. Meski hidup dalam keterbatasan, Tahir mengaku ia mendapatkan pembelajaran berharga tentang kejujuran, kerja keras, dan berbagi tanpa pamrih dari kedua orang tuanya sejak kecil.
Selang menikahi Rosy Riady, Tahir pun kembali bertekad untuk mensejahterakan keluarga kecilnya dan ‘berdiri di atas kakinya sendiri’ tanpa sedikitpun mengemis dana dari sang mertua.
Saat itu, Tahir pun memilih menjalankan bisnis impor. Tanpa ragu ia memilih jenis bisnis ini karena kehidupan sosialnya sendiri dalam berdagang telah terbentuk sedari kecil, selama bertahun-tahun. Ditambah lagi, Tahir pun memiliki beberapa kenalan dalam menjalankan bisnis ini. Ia kerap berurusan dengan berbagai komoditas apa pun untuk diimpor.
Pada pertengahan tahun 70-an, kata Tahir, saat itu industri belum berkembang pesat di Indonesia. Kata Tahir, bisnis mulai menunjukkan aktivitas, namun tidak terlalu dinamis. Menurutnya, ada cukup banyak produk yang harus diimpor karena tidak adanya produk sejenis di pasar dalam negeri. Namun, kata dia, pemainnya masih sedikit.
Jika ditanya jenis barang apa saja yang bisa diimpor, kata Tahir, jawabannya hampir semuanya. Dari bahan makanan sampai pernak-pernik yang dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari. Gak cuma itu, lanjut Tahir, dari produk fesyen yang murah hingga tren terbaru pun harganya sangat mahal.
“Sangat sedikit produk bermerek yang berhasil masuk ke Indonesia secara resmi. Sebagian besar barang-barang ini diimpor dan diperebutkan oleh agen,” tutur Tahir.
Tahir sendiri mengaku, dirinya sangat tertarik menjalani bisnis makanan. Menurutnya, Indonesia sendiri telah mengalami kemajuan ekonomi yang signifikan. Orang-orang terbangun dari mimpi buruk di tahun 60-an dengan seringnya mengantri untuk mendapatkan kebutuhan pokok dan minyak tanah.
“Mereka sudah muak dengan makanan yang tidak mencukupi dan bahan makanan yang langka. Dan, di awal tahun 70-an orang-orang mulai membutuhkan makanan baru yang eksotis. Berbagai makanan lezat dan praktis mulai diminati, mulai dari kue kering, permen, buah, hingga makanan kaleng,” jelas Tahir.
Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir Soal Kecakapan Mochtar Riady dalam Mengelola Perbankan
Jalankan Bisnis dari Modal Pinjaman
Saat menjalankan bisnisnya itu, Tahir mengaku jika ia mendapatkan modal pinjaman dari kerabatnya, Wiryono. Selepas itu, Tahir pun menyewa ruang kantor untuk menjalankan bisnisnya yang berlokasi di Jl. Pintu Besar Selatan, yang sekarang bernama Jl. Gajah Mada.
Adapun, ruang kantor yang disewa Tahir itu tampak seperti ruko 2 lantai. Ia mempekerjakan beberapa staf yang mengurusi dari administrasi hingga urusan pelabuhan.
“Kantor saya cukup sederhana, hampir tidak ada desain interior formal. Semua peralatannya hanya yang benar-benar dibutuhkan. Stafnya juga kurang dari 5 orang, mereka bekerja pun hanya dilengkapi telepon dan mesin tik,” jelas Tahir.
Dalam menjalankan bisnis impornya itu, Tahir pun tak segan mempelajari operasi di pelabuhan. Ia pun mengurus berbagai dokumen untuk membongkar barang dari kapal dan berbagai trik untuk mempercepat proses pengeluaran barang keluar dari pelabuhan. Tak ayal, dirinya pun kerap menghabiskan waktu beberapa hari di pelabuhan Tanjung Priok untuk mempelajari semua yang berkaitan dengan bisnisnya itu.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir soal Mochtar Riady yang Tak Beri Privilege Kepadanya
Tak Malu Jalankan Bisnis Impor Kue Bulan
Produk pertama yang diimpor Tahir adalah kue bulan. Ia sendiri mendapati informasi tentang produsen kue tersebut di Hong Kong. Menurut Tahir, kue bulan merupakan salah satu kue yang popular di Indonesia dan keluarga Tionghoa.
Di Jakarta sendiri, ia melihat kebiasaan serupa dari masyarakat Tionghoa untuk menikmati kue itu setiap hari. Namun, kata dia, hanya sedikit yang memproduksi kue bulan ini.
“Saya memilih kue bulan karena saya melihat permintaan yang cukup tinggi. Sama seperti kebanyakan importir, saya memantau pasar untuk menemukan komoditas yang banyak diminati. Saya pun membuat catatan tentang agen sehingga saya tidak perlu khawatir tentang penjualan dan menghindari kelebihan stok,” papar Tahir.
Meski saat itu ia memiliki title sebagai menantu taipan tersohor, Tahir mengaku, ia sama sekali tak malu berjualan kue bulan. Sebagai importir kue bulan, Tahir pun mulai membiasakan diri dengan seluk beluk pekerjaan seorang importir dan agen.
Setiap harinya ia kerap menelepon dan menghubungi agen-agen di berbagai tempat di Jakarta dan di kota-kota lain. Ia pun menghubungi produsen di Hongkong dan broker kue bulan di Singapura. Hingga akhirnya, ia mengatur pelepasan barang dari pelabuhan Tanjung Priok.
Tahir menuturkan, kunci sukses seorang importir itu dan pemasok itu sendiri dinilainya sederhana, yakni pengamatan yang cermat dalam menargetkan komoditas yang disukai di pasar dan menjaga keseimbangan permintaan dan stok.
“Persyaratan pertama sebenarnya tidak terlalu sulit karena sebelumnya saya dilatih untuk merasakan komoditas yang cepat laku ketika saya melakukan tugas belanja untuk bisnis orang tua saya dulu,” tandas Tahir.
Baca Juga: Cerita Kencan Pertama Dato Sri Tahir dan Rosy Riady: Momen yang Penuh Kekakuan, Namun Membahagiakan
Prinsip Bisnis Tahir
Tahir mengaku, saat menjalankan bisnisnya itu, dirinya belum memiliki kemampuan untuk mendefinisikan teori apa pun. Ia tak bisa membuat kesimpulan filosofis yang ringkas tentang apa pun. Meski begitu, lanjut Tahir, ia sangat mengetahui tentang seluk beluk bisnis yang dijalaninya. Menurutnya, dalam bisnis itu sendiri terdapat beberapa tingkatan pola pikir.
Adapun, tingkatan pola pikir yang terendah, menurut Tahir adalah orang-orang yang menjalankan bisnisnya berdasarkan prinsip “menjadi diri sendiri”, yang mengikuti kata hati dan hasrat.
“Menurut saya, pola pikir ini berbahaya bagi pendatang baru karena cenderung memilih hal-hal yang sudah kita kenal tetapi tidak menjamin keberhasilan bisnis,” ujar Tahir.
Selanjutnya, tingkatan pola pikir yang lebih tinggi adalah berbisnis dengan tanggung jawab. Menurut Tahir, pola pikir ini membuat seseorang bekerja keras untuk mencapai target. Misalnya, karena tanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan keluarga. Dan tingkat berikutnya adalah berbisnis dengan visi.
Orang-orang pada level ini, kata Tahir, mampu bekerja dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang kuat, yang menyempurnakannya dengan kemampuan melihat lebih jauh dari apa yang bisa dilihat orang lain.
Tahir pun mengatakan, sebagai pendatang baru, ia memilih berbisnis karena tanggung jawab. Ia bertekad untuk menjadi orang lain, orang yang berbeda dengan dirinya sendiri.
“Saya harus meninggalkan zona nyaman bisnis orang tua yang sukses, saya harus bersedia melakukan sesuatu yang tidak menjanjikan kemudahan bagi saya sendiri. Saya bukan lagi mahasiswa yang menerima biaya bulanan, namun saya adalah seorang pria yang sudah menikah dan karenanya saya harus mengamankan kesejahteraan keluarga saya terlebih dahulu,” tegas Tahir.
“Saya juga tidak memiliki kemewahan untuk menghibur diri dengan hasrat saya atau mengikuti kata hati saya karena saya dapat dengan mudah jatuh miskin,” sambungnya.
Lebih lanjut, Tahir pun mengatakan bahwa orang-orang yang telah menentukan pilihan dalam berbisnis dan relatif mapan dituntut untuk mengembangkan diri lebih jauh dengan mendefinisikan visi bisnis yang tepat. Menurutnya, pengalaman dan kesuksesan bisa membentuk seseorang untuk lebih jeli dalam memandang masa depannya.
“Semua pebisnis memiliki mimpi seperti itu, untuk menjadi mapan dan visioner,” tandas Tahir.