Tantangan dan Perjuangan

Mengelola usaha sebagai perempuan di era kolonial bukan perkara mudah. Liem Gien Nio harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan akses permodalan, prasangka sosial terhadap perempuan wirausaha, hingga tekanan politik di masa penjajahan dan pasca-kemerdekaan.

Selain itu, menjalankan bisnis lintas etnis pada masa sensitif hubungan rasial juga menjadi ujian tersendiri. Namun, Liem Gien Nio berhasil menjaga netralitas dan inklusivitas Toko Oen.

Restorannya dikenal sebagai ‘ruang perjumpaan’ yang terbuka bagi siapa saja, baik warga lokal, komunitas Tionghoa, hingga tamu-tamu Belanda.

Usaha Dilanjutkan oleh Generasi Ketiga dan Keempat

Meski Liem Gien Nio tidak tercatat secara resmi dalam banyak dokumen sejarah arus utama, kontribusinya tak dapat disangkal. Ia adalah pionir bisnis kuliner perempuan Tionghoa yang sukses menciptakan merek abadi.

Dan saat ini, Toko Oen Semarang dikelola oleh generasi ketiga keluarga pendiri, yakni Yenny Megarajasa, yang akrab disapa Yenni. Ia merupakan cucu dari pasangan pendiri Toko Oen, Liem Gien Nio dan Oen Tjoen Hok.

Dikutip dari laman Ayo Semarang, Yenni juga mendirikan Oen Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada pelestarian bangunan dan sejarah otentik Belanda serta Eropa di Indonesia, khususnya di Semarang.

Selain Yenni, Roy Riesta, generasi keempat dari keluarga Oen juga terlibat dalam pengelolaan Toko Oen Semarang. Ia berperan dalam menjaga warisan kuliner dan suasana klasik restoran yang telah berdiri sejak 1936 di Jalan Pemuda No. 52, Semarang.

Berbeda dengan cabang-cabang Toko Oen lainnya yang telah ditutup atau berpindah kepemilikan, seperti di Yogyakarta, Jakarta, dan Malang, Toko Oen Semarang tetap berada di bawah pengelolaan keluarga pendiri.

Namun, cabang di Malang kini dikelola oleh pihak lain dan meskipun masih menggunakan nama Toko Oen, resep dan cita rasanya berbeda dengan yang di Semarang.

Dengan komitmen kuat dari penerusnya, Toko Oen Semarang terus mempertahankan resep asli dan suasana tempo dulu, menjadikannya sebagai salah satu ikon kuliner heritage yang masih bertahan di Indonesia.

Baca Juga: Kerajaan Kuliner Mbok Berek, Bisnis Ayam Goreng Khas Yogyakarta yang Berdiri sebelum PD I