Sebanyak 79% wisatawan Indonesia berencana pergi ke luar negeri pada tahun 2025, berada di urutan keempat setelah mereka yang berasal dari Singapura (93%), Tiongkok (85%), dan Thailand (83%). Data tersebut terangkum dalam SiteMinder's Changing Traveller Report 2025, survei terbesar di dunia mengenai akomodasi, yang diadakan oleh SiteMinder, platform distribusi dan pendapatan hotel.

Sementara itu, secara domestik, tujuan utama wisatawan Indonesia adalah Jawa (72%), Kalimantan (24%), Sumatra (22%), Sulawesi (19%), dan Kepulauan Sunda Kecil (17%). Secara internasional, mereka memilih Jepang (33%), Singapura (20%), Korea Selatan (19%), Australia (16%), dan Malaysia (15%).

Baca Juga: Tips Packing Cerdas dan Simpel untuk Liburan Musim Dingin

"Ada beberapa alasan mengapa Jepang menjadi pilihan utama wisatawan Indonesia, salah satunya adalah budaya dan infrastruktur yang baik. Bahkan, Jepang juga menjadi destinasi favorit wisatawan dunia. Apa yang wisatawan lihat di film/anime Jepang, sama persis dengan apa yang mereka lihat di Negeri Sakura itu. Banyak juga paket liburan yang menawarkan pengalaman liburan berbeda di setiap musim," terang Rio Ricaro, Country Manager untuk Indonesia di SiteMinder, di Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Lebih jauh terungkap, laporan yang didasarkan pada survei yang melibatkan lebih dari 12.000 responden di 14 pasar pariwisata utama, termasuk Indonesia, menunjukkan bagaimana para pelancong ini membentuk munculnya 'sang Ekawisatawan' atau The Everything Traveller-sebuah tren baru yang memadukan tren dan perilaku tradisional seiring dengan pergeseran dinamika perjalanan.

Berikut beberapa poin yang ditemukan dalam survei tersebut:

  • Sembilan puluh lima persen wisatawan Indonesia bersedia membayar lebih untuk akomodasi ramah lingkungan tahun depan, meningkat menjadi 97% di kalangan Gen Z dan Milenial-di atas rata-rata Asia sebesar 85%, rata-rata Eropa sebesar 60%, dan rata-rata Amerika Utara sebesar 55%;
  • Pada tahun 2025, wisatawan Indonesia akan menjadi yang paling banyak melakukan riset (25%) dan memesan (62%) penginapan melalui agen perjalanan online (OTA), melampaui Tiongkok (56%), yang memimpin pemesanan melalui OTA di tahun sebelumnya. Peningkatan paling tajam dalam penggunaan OTA terlihat di antara populasi Gen X Indonesia (usia 44-59 tahun) dengan 53% berencana untuk memesan penginapan melalui OTA, meningkat dari 41%;
  • Sembilan puluh delapan persen terbuka terhadap penggunaan AI untuk merencanakan, memesan, dan meningkatkan pengalaman menginap di hotel, hanya berada di urutan kedua setelah wisatawan Thailand (98%);
  • Hanya 1 dari 3 wisatawan Indonesia yang akan memilih Kamar Standar (berkualitas dasar) tahun depan, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 46%. Di dalam kamar mereka, 24% mengidentifikasi mini bar sebagai salah satu fitur kamar yang paling penting, melampaui semua wisatawan yang disurvei. Mereka juga menunjukkan preferensi terkuat untuk aksesibilitas colokan listrik;
  • Saat berlibur, wisatawan dari Indonesia merupakan wisatawan kedua yang paling cenderung bekerja, dengan 66% berencana untuk bekerja-meningkat 13% dari tahun ke tahun, peningkatan terbesar di seluruh dunia. Hanya wisatawan Thailand (68%) yang lebih cenderung bekerja dari jarak jauh, jauh melampaui rata-rata global (41%) serta rata-rata Amerika Utara (34%) dan Eropa (31%);
  • Seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang berencana untuk bekerja selama perjalanan mereka berikutnya, 78% berniat untuk menghabiskan "sebagian besar" (44%) atau "cukup banyak" (34%) waktu mereka di hotel-jauh di atas rata-rata global sebesar 51% dan berada di urutan kedua setelah wisatawan dari India (80%);
  • Terakhir, berbagai acara juga akan menjadi motivasi utama untuk melakukan wisata pada tahun 2025 bagi wisatawan Indonesia. Sembilan puluh tiga persen lebih cenderung melakukan perjalanan untuk sebuah acara dibandingkan dengan 12 bulan yang lalu, dengan konser dan festival musik (46%), reuni dan perayaan keluarga (41%), dan acara olahraga (32%) sebagai alasan utama untuk melakukan perjalanan.

"Bagi para pelaku bisnis perhotelan, menangani preferensi yang terus berkembang ini membutuhkan lebih dari sekadar beradaptasi dengan tren. Hal ini membutuhkan pemahaman yang tepat mengenai perubahan perilaku yang terlihat dari munculnya 'sang Ekawisatawan’, yang berkisar antara keputusan yang impulsif dan penuh pertimbangan, antara bekerja dan berekreasi, serta memiliki demand yang jelas untuk kontrol," ujar Rio.

"Salah satu sorotan utama adalah bahwa wisatawan Indonesia makin memilih akomodasi yang ramah lingkungan dan merencanakan anggaran yang lebih besar. Insight berbasis data, seperti yang disediakan oleh riset ini menjadi penting bagi para pelaku bisnis perhotelan seiring dengan perubahan kebiasaan wisatawan dari waktu ke waktu. Dengan demikian, mereka dapat mengantisipasi kebutuhan para tamu sekaligus menawarkan pengalaman menginap yang senantiasa mereka cari," pungkasnya.