"Pelanggan Adalah Raja", ungkapan pepatah itu sepertinya mulai menjadi fokus perusahaan di Indonesia. Pasalnya, mulai banyak perusahaan yang sadar akan pentingnya mengukur tingkat kepuasan pelanggan atau customer experience.
Neurosensum, perusahaan konsultan riset pasar terkemuka yang berkhusus pada kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan berbasis neuroscience, bekerja sama dengan Surveysensum, platform survei dan analitik omnichannel berbasis AI, mengungkap hasil studi komprehensif tentang customer experience di Indonesia. Studi ini menyoroti perkembangan strategi pemahaman terkait kepuasan pelanggan di Indonesia.
Dengan teknologi Surveysensum, studi ini menganalisa lanskap customer experience di Indonesia dengan cakupan studi yang dilakukan oleh lebih dari 180 profesional di bidang customer experience (CX) di Indonesia di bidang Perbankan/Keuangan: 15%, Otomotif: 13%, Asuransi: 12%, Telekomunikasi: 12%, SAAS: 11%, Ritel: 9%, Transportasi: 7%, Layanan Kesehatan: 6%, Consumer Durables: 5%, Perhotelan: 4%, Pendidikan: 2%, Manufaktur: 2%, Media: 1%.
Tingkat pengalaman responden dikategorikan sebagai: Manajer Senior: 33%, Manajer: 21%, AVP/VP/Pemimpin Senior: 19%, C Suite (Direktur, CXO, dll.): 15%, Karyawan Tingkat Junior: 12%.
Menurut responden, saat ini perusahaan di Indonesia telah memprioritaskan peningkatan customer experience secara signifikan. Di tahun 2024 ini telah meningkat menjadi 72% dari tahun 2023, yaitu sebesar 56%.
Studi ini juga memperkenalkan kerangka customer experience maturity dalam tiga tahap, yaitu:
1. Passive Stage: Perusahaan yang masih menggunakan analisis manual dan melakukannya berdasarkan kebutuhan/ad hoc dan bukan bagian dari strategi keseluruhan.
2. Reactive Stage: Pada tahap ini, perusahaan mulai menggunakan dashboard analisi otomatis agar feedback terintegrasi langsung antar departemen. Mereka akan melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan dengan pelanggan yang tidak puas.
Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Pelanggan, Kebutuhan akan Conversational AI Makin Meningkat
3. Proactive Stage: Tahap ini perusahaan sudah sadar penuh dengan kebutuhan customer experience dengan menggunakan sistem analisis teks berbasis AI, analisis potensi penurunan pelanggan, Perusahaan sudah menggunakan data close loop untuk melakukan perbaikan pada produk maupun proses secara berlanjut.
Berdasarkan data yang diambil, ditemukan bahwa saat ini customer experience maturity di Indonesia sudah berada dalam tahap reaktif bersamaan dengan Malaysia dan Thailand melampaui Filipina, Vietnam, dan Bangladesh yang masih dalam tahap Pasif. Sedangkan saat ini yang sudah lebih siap, yaitu India, Russia, Dubai, Australia, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Namun, dalam kemajuan tersebut, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi perusahaan di Indonesia, di antaranya kurangnya sumber daya yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan kemampuan. Berdasarkan data, NPS/CSAT sudah seperti KPI namun tidak ada tindakan yang diambil atas data yang diterima. Tim yang sudah menggunakan customer experience belum menggunakan sistem yang mumpuni. Misalnya, pengambilan keputusan oleh customer experience leader.
Selain itu, tantangan dari segi kemampuan teknologi. Sebanyak 63% responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki sistem teknologi yang terintegrasi dan menurut 55% lainnya adalah kurangnya tampilan data/profil customer yang terkonsolidasi.
Baca Juga: Menilik Fenomena Breadcrumbing dalam Bisnis, Memikat Pelanggan dengan Roti Gratis
Kemudian, tidak adanya dukungan dari departemen lain. Ada 54% responden menyatakan sangat sulit untuk bekerja sama dalam peningkatan customer experience ke departemen lain.
Berdasarkan data tersebut, Vika Indriyasari Commercial Director Surveysenum menambahkan, "Ada tiga elemen yang 'harus dimiliki' oleh program customer experience yang unggul, yaitu investasi dalam tim dan juga peningkatan keahlian tim customer experience, kemudian teknologi customer experience yang lebih mumpuni, dan integrasi teknologi antar pemangku kepentingan di perusahaan," terangnya.